sang anak yang masih belum berdamai dengan jiwanya seakan tertimpa lahar kemarahan yang menyala berdenyaran, membakar ketenangan yang masih diperjuangkan, hingga memperparah pesakitan yang amat menyesakkan. Lantas, kemanakah ia akan bersimpuh, kemana lagi ia merebahkan badan di atas pangkuan yang menyejukkan, atau memanjakan kebaikan dibalik telapak tangan bapak kesayangan.
Hancurlah sudah harapan ketentraman keluarga sederhana itu, Impian kehidupan yang membahagiakan adalah orientasi yang rapi, namun kehancuran menjadi kenistaan yang menyakitkan di tengah jalan.Â
Itulah kisah hidup sahabat lama-ku, yang kusebut sebagai bocah terminal, sekarang ia sudah menjadi remaja yang mandiri, mencukupi kebutuhan diri sendiri kadangkala membagikan kepada ibu tiri. Sudah lama aku tak berjumpa dengannya, meskipun ia tak diterima orang desa dan sebagian keluarga, namun pancaran kebaikan orangtuanya mewarisi kepada kepribadian yang ia bawa kemanapun berada.Â
Cerita ini akan selalu kukenang, ia kan terus bercerita sampai tiada lagi cerita-cerita yang bercerita.
Malang, 12-Januari-2023