Mohon tunggu...
Verina Cornelia
Verina Cornelia Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jurnalisme Jejaring Sosial

9 Oktober 2018   17:27 Diperbarui: 16 Oktober 2018   10:41 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) terkait Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2016, sebanyak 31,3 juta (25,3%) orang mengakses internet untuk update informasi, baik melalui berita maupun lainnya.

Sumber : https://apjii.or.id/downfile/downloadsurvei/infografis_apjii.pdf
Sumber : https://apjii.or.id/downfile/downloadsurvei/infografis_apjii.pdf

 Jenis konten internet yang paling banyak diakses adalah media sosial dengan angka 129,2 juta orang, disusul oleh berita dengan angka 127,9 juta orang.

Sumber : https://apjii.or.id/downfile/downloadsurvei/infografis_apjii.pdf
Sumber : https://apjii.or.id/downfile/downloadsurvei/infografis_apjii.pdf

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat sangat menggandrungi media sosial dan menggunakannya untuk mendapatkan informasi. Kehadiran media sosial turut mempengaruhi cara kerja berbagai profesi, termasuk jurnalis. Berikut pembahasannya.

Blog dan jejaring sosial merupakan bagian dari media sosial. Blog dan jejaring sosial seperti Friendster, Flickr, Myspace dan YouTube hadir pada awal tahun 2000-an. 

Pada saat itu blog dan jejaring sosial merupakan media untuk berkomunikasi dan berbagi konten. Disusul oleh kehadiran Facebook, Twitter dan Instagram pada tahun 2004 hingga 2010. 

Fitur-fitur yang ditawarkan Facebook, Twitter dan Instagram membuat jejaring sosial pendahulunya tertinggal bahkan tenggelam. Kini Facebook, Twitter dan Instagram bukan hal yang asing, justru sangat dekat dengan kehidupan warganet.

Selain jejaring sosial yang disebutkan di atas, terdapat pula Line. Line merupakan salah satu aplikasi berkirim pesan (chatting) yang di dalamnya terdapat layanan agregasi konten berita yaitu Line News. Line News menghadirkan konten-konten berita setiap harinya.

Jejaring sosial mulanya digunakan sebagai media berkomunikasi dan membentuk komunitas atau jaringan. Seiring berjalannya waktu, jejaring sosial juga digunakan pada ranah profesional. Besarnya jumlah pengguna jejaring sosial merupakan peluang yang dimanfaatkan untuk mendukung berbagai profesi, salah satunya jurnalis.

Dikutip dari Remotivi, hasil Riset Reuters Institute menunjukkan khalayak yang mengakses berita dari media sosial lebih banyak daripada khalayak yang langsung membuka situs web media. Media sosial dijadikan sumber utama untuk mengakses berita oleh lebih dari 25% responden di  Singapore dan Malaysia.

Khalayak cenderung membaca berita dari media sosial. Jika dikaitkan dengan hasil survei APJII sebelumnya, data menunjukkan bahwa 89,9 juta (67,8%) orang menggunakan telepon pintar (smartphone) untuk mengakses internet. Tingginya angka penggunaan smartphone mungkin menjadi salah satu faktor besarnya jumlah pengguna media sosial, dalam hal ini jejaring sosial.

Sumber : https://apjii.or.id/downfile/downloadsurvei/infografis_apjii.pdf
Sumber : https://apjii.or.id/downfile/downloadsurvei/infografis_apjii.pdf

Keberadaan jejaring sosial memberikan peluang bagi jurnalis untuk mengetahui apa yang ingin dilihat oleh masyarakat. Melalui jejaring sosial, jurnalis bisa mendapatkan umpan balik (feedback) dari khalayak. 

Khalayak dapat memberikan masukan atau komentar di kolom komentar yang telah disediakan. Khalayak juga cenderung lebih memilih informasi yang disediakan secara gratis di jejaring sosial (Wendratama, 2017).

Dengan begitu, sebelum jurnalis mengumpulkan informasi untuk dijadikan berita, jurnalis melakukan monitoring jejaring sosial terlebih dahulu. Monitoring dilakukan untuk mendapatkan informasi atau isu yang hangat di masyarakat. Dikutip dari TribunJogja.com, hasil Riset Indonesian Journalist Tchnographics Report menunjukkan bahwa 50 persen dari 362 responden mengakui menemui ide pembuatan berita dari jejaring sosial.

Tantangan di eara digital memunculkan berbagai inovasi dan ragam penyajian konten. Perusahaan media pun kini mulai merambah jejaring sosial. Hampir semua perusahaan media memiliki akun resmi di berbagai jejaring sosial.

Sumber : Kompasiana.com
Sumber : Kompasiana.com

Jurnalis kemudian menggunakan jejaring sosial sebagai media untuk menyebarluaskan konten berita. Konten berita tersebut dapat berupa teks, foto, video dan gabungan dari ketiganya. Sebagai contoh yaitu akun Twitter Kompas.com yang kini memiliki lebih dari enam juta pengikut serta akun Instagram Tribunnews.com dengan lebih dari 500 ribu pengikut.

Karakter khalayak di jejaring media juga turut memengaruhi produksi konten berita. Karena karakter yang terbatas di jejaring sosial seperti Twitter, Instagram dan Facebook, kerap kali konten di dalamnya berisi informasi yang singkat. 

Kecenderungan khalayak jejaring sosial mengonsumsi konten yang singkat dan padat membuat konten tersebut hanya dianggap sebagai "makanan ringan" atau "snacks". Snacks bukan sesuatu yang bersifat wajib atau berat, maka untuk mendapat perhatian khalayak snacks harus dibuat dengan unik, berbeda dan eye-catching.

unetemedia.com
unetemedia.com

Jurnalisme jejaring sosial umumnya mengejar faktor kecepatan dan aktualitas. Karena faktor karakter pembaca seperti yang disebutkan di atas, jurnalis memproduksi konten yang cenderung singkat pula. Untuk itu jurnalis dituntut serba bisa atau multi tasking agar dapat memproduksi berita yang aktual, akurat dan menarik. Namun, karena kebutuhan bisnis dan ingin konten beritanya dibaca oleh banyak orang, tak jarang jurnalis mengabaikan prinsip-prinsip jurnalisme.

Ketika jurnalis mengambil informasi atau isu dari media sosial, memungkinkan terabaikannya akurasi berita karena mengejar kecepatan. Inti dari jurnalisme adalah disiplin untuk melakukan verifikasi (Ishwara, 2005). Disiplin melakukan verifikasi berlaku juga bagi jurnalisme jejaring sosial. Justru jurnalisme jejaring sosial yang sangat rentan terhadap verifikasi informasi.

Sebagai contoh yaitu JawaPos.com sebagai media yang pernah menerbitkan artikel yang membuat kegaduhan terkait Muslim Cyer Army (MCA) dan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Proses produksi artikel tersebut tidak memenuhi standar karena hanya berfokus pada faktor kecepatan. Artiket tersebut juga tidak cover both side, rujukan utamanya anonim.

Untuk itu jurnalis harus mencari banyak saksi, sebanyak mungkin sumber atau bertanya kepada berbagai pihak untuk komentar. Disiplin verifikasi menandakan adanya standar yang profesional agar suatu berita atau artikel layak dipublikasikan. Dewan Pers mengatakan informasi di jejaring sosial harus dilengkapi dengan kerja jurnalisme.

Karena pentingnya disiplin verifikasi dan untuk menjaga agar produksi berita berpegang teguh pada prinsip jurnalisme, Dewan Pers menggandeng tiga organisasi profesi jurnalis. 

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menggencarkan anggotanya untuk selalu disiplin verifikasi, klarifikasi dan konfirmasi. Ketiga organisasi tersebut dinilai memiliki tanggung jawab untuk memonitor anggotanya.

Kelimpahan informasi di jejaring sosial merefleksikan bahwa ruang informasi kini bukan hanya milik jurnalis dan media. Jurnalis dan media harus menghadapi fakta bahwa mereka bukan lagi pihak pertama yang selalu menyebarkan informasi. 

Khalayak atau warga biasa kini juga memiliki ruang informasi. Khalayak dapat dilibatkan dalam proses pembuatan konten di jejaring sosial. Perusahaan media atau jurnalis pun dapat menerapkan user-generated content. User-generated content artinya konten yang dibuat oleh pengguna atau khalayak.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa jejaring sosial memiliki pengaruh bagi jurnalis dalam mengangkat isu. Hal tersebut menunjukkan bahwa apa yang dimunculkan oleh berita tidak murni berasal dari jurnalis, melainkan terdapat campur tangan khalayak. Jejaring sosial juga membuka peluang terjadinya interaksi khalayak dengan berita. 

Perusahaan media atau jurnalis dapat melibatkan khalayak untuk aktif dalam produksi konten berita. Jurnalisme jejaring sosial juga menuntut jurnalis untuk menguasai banyak aspek, mulai dari pengumpulan informasi, penulisan berita, fotografi, pembuatan video hingga berkomunikasi dengan khalayak. Semua aspek tersebut bila dikombinasikan akan menghasilkan produk jurnalisme yang layak untuk dipublikasikan.

Referensi:

Aljawiy, A. dan Muklason, A. Jejaring Sosial dan Dampak Bagi Penggunanya. Diakses pada 5 Oktober 2018, melalui  www.journal.unipdu.ac.id.

Bbc.com. 29 November 2014. Media Sosial Mengubah Cara Kerja Jurnalis. 

Ishwara, Luwi. 2005. Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta: Kompas.

Kovach, Bill dan Rosenstiel, Tom. 2010. Blur: How to Know What's True in the Age of Information Overload. USA: Bloomsbury Publishing. Diakses pada 5 Oktober 2018.

Margianto, J. dan Syaefullah, A. Media Online: Pembaca, Laba, dan Etika. Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen Indonesia.

Putranto, Algooth. 27 Juni 2018. Apakah Media Sosial Mendikte Kerja Jurnalisme? Diakses pada 5 Oktober 2018.

TribunJogja.com. 21 Juli 2017. Dewan Pers: Informasi di Medsos Harus Dilengkapi dengan Kerja Jurnalistik. Diakses pada 6 Oktober 2018.

Utomo, Wisnu. 1 Desember 2016. Membaca Berita dari Media Sosial. Diakses pada 5 Oktober 2018.

Wendratama. 2017. Jurnalisme Online. Bentang B First. Diakses pada 5 Oktober 2018. 

Yusuf, Oik. 8 Februari 2017. Line Tidak Mau Hanya Jadi Aplikasi "Chatting". Diakses pada 6 Oktober 2018.

Hasil Survei APJII 2016 https://apjii.or.id/downfile/downloadsurvei/infografis_apjii.pdf

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun