Mohon tunggu...
Vera Syukriana
Vera Syukriana Mohon Tunggu... Guru - guru

meyakini dan mensyukuri adalah awal kesuksesan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

My Mom is Super Tough

29 Juni 2021   00:18 Diperbarui: 29 Juni 2021   00:25 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende


"Ma, nanti tentaranya mengetahui keberadaan kita. Aku takut ditembak,"kata mama kepada nenek.


Nenek mencoba menenangkan anaknya. Wajah mama semakin pucat dan gemetaran karen ketakutan. Sesekali terdengan bunyi petasan dan tangisan serta rintihan kesakitan dari luar rumah.


Setelah beberapa waktu, suasana terasa sunyi dan terdengar lagi aba-aba, "tentara pusat ke hutan."


Aba-aba ini menandakan keadaan mulai aman dan bisa keluar dari tempat persembunyian. Mama berlari keluar dan menuju rumah tetangga yang sudah ramai didatangi masyarakat.

Ternyata bunyi tembakan itu adalah tembakan tentara pusat yang membunuh adek teman mama. Sungguh menyayat hati melihat keadaannya. Dia tergelak bersimbah darah dan isi otaknya tercecer di halaman rumah.


Semua menghibur keluarga yng ditinggalkan. Kaum laki-laki dewasaa saat itu melakukan perlawanan dan bersembunyi ke hutan. Oleh sebab itu, kaum wanitalah yang melaksanakn penyelenggaraan jenazah. Mereka bahu-membahu sampai semu proses penguburan selesai.


Tiga minggu kemudian, tentara pusat membakar Rumah Gadang yang ada di kampung termasuk rumah nenek. Mama menyaksikan kobaran api yang membubung tinggi dihadapnnya. 

Nenek berlari menyelamatkan pakaian adat seperti baju kurung, tikuluak pucuak, saluak dan pakaian adat lainnya serta pakaian mama dan adik.


Tentara pusat merampas pakaian adat Minangkabau yang sudah diselamatkn nenek dengan susah payah. Nenwk mencoba menahan tapi tentara pusat berhasil mengambilnya. Merek melempar pakaian itu kekobaran api.
"Ampun,ampun.Jangan bakar warisan kami," kata nenek meraung-raung tersandar di bawah pohon halaman rumah. 

Mama termenung menyaksikan perjuangan nenek. Dia menggendong adiknya yang masih dibedong. 

Dia tidak tega melihat nenek. Namun apalah daya, mama masih kecil. Dia tidak bisa melakukan perlawanan. Rasanya, kesedihan yang dirasakan sungguh tidak bisa terbendung. Begitu sakitnya, terasa air mata darah mengalir yang menyakitkan hati .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun