Mohon tunggu...
Cerpen

Sekadar Saja Tidaklah Cukup

20 Maret 2017   15:48 Diperbarui: 20 Maret 2017   15:56 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Di penghujung kelas XI ini, Nendi dan Elia bertengkarhebat entah karena apa. Yang aku tau, mereka memiliki perselisihan di band yang sudah mereka bentuk sejak kelas Xsemester awal. Sebenarnya, band mereka cukup popular di kalangan anak SMAkotaku. Mereka sering menjuarai kompetisi di regional maupun nasional. Namun ditengah kegemilangan yang sudah mereka raih, justru mereka memutuskan untukmembubarkan diri.

Nendi dan Air bahkan tak pernah mengajak aku bicara.Aku yang tak tau apa-apa seakan di tarik ke pusaran masalah mereka. Air yangaku pikir tidak terlibat secara langsung pun tiba-tiba menjadi dingin danbertingkah seperti tidak terima jikalau Elia melakukan ‘itu’ ke Nendi dan band nya.Hingga saat ini, ‘itu’ yang dilakukan oleh Elia ke Nendi pun aku tidak tahu.Karena ketika aku mencoba menanyai Elia, dia selalu menjawab disertai nadatinggi yang tidak mengenakkan untuk di dengar. “Sudah lupakan saja. Pengecuttetap pengecut. Aku tidak mau berteman dengan laki-laki cemen macam dia!’’Kata-kata itu sungguh membuatku ingin memaki Elia tepat di depan wajahnya.Setelah apa yang sudah kami lewati bersama, dengan mudahnya dia memutuskanhubungan secara sepihak seperti itu. Sedangkan di keadaan yang seperti ini takmungkin aku menanyai Nendi ataupun Air yang bahkan melirikku saja tak mau.Sudah ku coba untuk menanyai beberapa teman band mereka,namun tiada satupun yang mau membahas hal ‘itu’.

Siang ini tak seperti siang siang biasanya. Kamiber-empat biasanya mengobrol di bawah pohon beringin dekat lapangan basketbersama. Sedangkan siang ini aku hanya pergi berdua dengan Elia ke perpustakaandengan perasaan dan pikiran yang  sedang sangat kacau. Kuhitung-hitungsudah 10 hari lebih aku dan Elia tidak bicara dengan Nendi dan Air. Saat akudan Elia menuju perpustakaan, aku melihat Nendi dan Air duduk di tangga buntudekat laboratorium kimia. Tanpa berpikir panjang, kutarik tangan Elia ke tempatNendi dan Air berada. Elia pun tidak kuasa menolakku karena badanku yang mungilmemang tidak sebanding dengan tenaga yang aku miliki. Nendi dan Air tercengangdengan kedatangan kami yang tak bisa mereka elakkan lagi. Aku pun langsungmengutarakan semua yang sudah bergemelut dikepalaku,

“Sebenarnya ada apa dengan kalian? Aku tidak pernahmengerti apa yang terjadi dengan kalian. Aku bahkan tidak mendapat penjelasanapapun tentang masalah ini. Sudahlah, kalian bukan anak kecil lagi yang harussaling mendiamkan ketika sedang marah. Bukan masalah besar atau kecil, bukanmasalah siapa yang benar dan siapa yang salah, bukan masalah kamu El, denganNendi. Tapi ini masalah kita! Aku yang bahkan seperti orang bodoh yang tidaktahu apapun kalian tarik ke permasalahan ini seolah aku juga pelakunya! Adakahsalah satu dari kalian yang mau menjelaskan tentang ini di depan kita? Akuyakin semua ini hanya salah paham.”

“Ini bukan soal salah paham, karena aku dan Nendi tahuapa yang terjadi sebenarnya. Andaikan kamu tahu, kamu pun pasti berpihak kepadakami.” Jawab Air.


“Begini Zee, biar aku luruskan. Sebenarnya, lagu yangsudah aku, kamu, dan El buat bersama di rumahmu beberapa waktu yang lalu belumpernah kami nyanyikan di band kami. Setiap kali aku tanya kemana perginya laguitu kepada El, dia pasti menjawab dengan berbagai alasan. Aku mencoba tidakkhawatir tentang apapun. Toh, kami juga memiliki banyak lagu lain yang bisakami nyanyikan. Lalu, pada suatu sore aku dan Air sedang pergi ke studio musikdekat rumah Air. 

Kami akan menyewa satu ruang studio, tetapi ternyata semuaruang sudah penuh. Kuputuskan untuk menunggu di depan salah satu ruang studio.Setelah aku mendengar lagu yang sedang mereka mainkan, aku sadar itu adalahlagu yang pernah kita garap Zee. Aku memberanikan diri untuk masuk dan bertanyakepada mereka, bagaimana bisa mereka mendapatkan lagu itu, dan ternyata Elialah yang menjual lagu itu kepada mereka beberapa minggu sebelumnya. 

Tentu sajaaku tersinggung, maka dari itu, sore itu kami pergi ke rumah Elia dan kamiberdebat panjang. Karena aku sudah tidak bisa menahan emosiku karena kata-katapedasnya yang terus menghujamku seakan aku yang salah, aku menamparnya dan kamipergi dari rumah itu secepat yang kami bisa. Aku sebenarnya mau menjelaskansemua ini padamu. Tapi, aku yakin orang licik satu ini pasti sudahmendoktrinmu. Ya sudah, tak perlu di perpanjang lagi, kita punya hidup yangharus kita selesaikan sendiri-sendiri.” Tegas Nendi.

“Ya, memang kita punya hidup sendiri-sendiri dan kitaperlu menyelesaikannya sendiri-sendiri!” Balasku kepada Nendi. Aku pun berlarisecepat yang aku bisa dengan air mata yang sudah terlanjur jatuh ke pipi ku.Aku tidak tahu apa lagi yang terjadi di sana. Yang ada dipikiranku saat inihanyalah ‘Kita sudah tidak satu jalan’.

**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun