Penulis: Bedzayda Venezya Roring
1. Bayangan di Cermin
Siapakah aku dalam beningnya kaca?
Bayangan samar atau wajah yang nyata?
Siluet yang tersenyum tapi tak bicara,
atau luka yang dibalut agar tampak bahagia?
Apakah aku suara dalam kepala,
yang datang saat malam mulai sunyi?
Ataukah hanya gema tak bernama,
berputar di lorong-lorong memori yang sepi?
Aku bertanya pada malam yang menatap,
pada angin yang berbisik lirih di balik tirai.
Apakah aku mimpi yang belum jadi,
atau luka lama yang belum juga selesai?
Kadang aku merasa hadir,
kadang hanya numpang lewat dalam diriku sendiri.
Wajahku ada di cermin,
tapi jiwaku entah di mana kini.
Mungkinkah aku hanya kisah yang terus ditulis
tanpa tahu siapa penulisnya?
Atau puisi setengah jadi,
yang tertinggal di meja tanpa judul dan makna?
Namun meski samar,
aku tetap menatap karena di balik pantulan yang semu,
aku tahu:
ada aku… yang sedang mencari dirinya sendiri.
2. Dalam Diri yang Tak Terucap
Aku berjalan...tapi ke mana arah yang kutuju?
Langkahku menyusuri jalan yang sama,
tapi rasa di dalamku selalu berubah,
seolah dunia di luar tak pernah benar-benar tahu apa yang kurasa.
Siapakah aku,
jika bukan sekadar nama dalam daftar hadir?
Jika tawa yang kulontarkan hanya tirai,
penutup dari kegundahan yang diam-diam tumbuh tiap hari?
Aku adalah tanya yang hidup dalam diam,
rahasia yang bahkan aku sendiri tak paham.
Kadang aku ingin bicara,
tapi kata-kata hanyut dalam pusaran ragu dan logika.
Aku adalah pencari.
Bukan peta, bukan tujuan,
tapi pencarian itu sendiri:
berjalan, tersesat, kembali lagi,
lalu bertanya ulang… kepada langit, kepada hati, kepada diri sendiri.
Di dalam diri yang tak terucap,
ada alam yang belum sempat dijelajahi.
Ada luka yang tak perlu dikhianati,
dan harapan yang masih kecil, tapi terus hidup walau pelan.
Mungkin…
aku tak harus sepenuhnya tahu siapa aku.
Cukup berjalan,
cukup bertanya,
dan mencintai prosesnya…
meski jawabannya belum tiba.
3. Siapa Aku di Mata Langit?
Siapakah aku di mata langit,
hanya debu kecil yang menari tanpa arti?
Ataukah aku bisikan angin yang tak pernah selesai
mengisahkan duka dan bahagia yang disulam waktu?
Aku berjalan dalam tubuh yang fana,
dengan hati yang kadang bicara, kadang diam saja.
Kupandang bintang dan kutanya diam-diam:
“Apakah aku cahaya, atau hanya bayang yang meminjam terang?”
Langit tak menjawab,
tapi ia terus memelukku dengan birunya,
seolah ingin berkata:
“Kau tidak harus tahu siapa dirimu sekarang.
Kau cukup ada, dan itu pun sudah puisi bagi semesta.”
4. Aku, Yang Tengah Dicari oleh Diriku Sendiri
Aku duduk di tengah malam,
di antara detik yang menggigil oleh tanya.
Siapakah aku,
jika wajahku berubah di setiap cermin yang berbeda?
Hari ini aku adalah tawa yang kau dengar,
besok aku menjadi tangis yang kau abaikan.
Aku berubah, aku bertumbuh,
dan kadang... aku pun hilang dari mataku sendiri.
Aku menggali masa lalu,
menyisir jejak-jejak luka yang belum sempat kupeluk.
Kupanggil namaku, tapi ia samar,
bersembunyi di balik topeng-topeng yang kubuat untuk bertahan.
Tapi mungkin...
aku bukan sekadar satu definisi,
melainkan perjalanan panjang yang tak pernah selesai,
tempat jiwa pulang untuk bertanya,
dan tetap tinggal… meski belum menemukan jawabannya.
5. Aku Adalah Pertanyaan yang Tak Perlu Jawaban
Aku adalah puisi yang ditulis dengan air mata,
namun dibacakan dengan senyum yang dipinjam dari pagi.
Siapa aku?
Pertanyaan itu bukan teka-teki, tapi cermin yang retak.
Kadang aku adalah anak kecil yang ingin dipeluk,
kadang aku menjadi sosok dewasa yang pura-pura kuat.
Di antara dua itu, aku tersesat...
bukan karena tidak tahu jalan pulang,
tapi karena rumah dalam diriku sendiri belum selesai dibangun.
Aku melihat dunia,
dan dunia menatap balik,
dengan mata yang seolah berkata:
“Kau tak perlu tahu siapa kau sepenuhnya.
Cukup jalani hari-hari, dan biarkan waktu yang menjawabnya dengan sunyi.”
Maka aku berjalan,
dengan luka yang kubuat pelita,
dengan ragu yang kubuat irama.
Karena aku tahu..
menjadi “aku” adalah proses,
bukan titik,
tapi garis yang terus menggurat makna...
di kanvas jiwa yang tak akan pernah habis diwarnai.
6. Aku, yang Menyimpan Laut di Dadaku
Siapakah aku, jika bukan rahasia
yang disembunyikan dalam tatap mata?
Di balik senyum yang kuberi setiap hari,
ada gelombang yang tak pernah berhenti.
Aku menyimpan laut di dadaku,
ombaknya datang setiap waktu.
Kadang tenang, kadang menghantam,
dan aku hanya diam… menampung semuanya dalam diam.
Orang bilang aku kuat,
padahal aku hanya terbiasa menahan.
Mereka lihat permukaan biru dan luas,
tak tahu bahwa di dasar sana,
ada karang luka yang belum tumbuh karunia.
Siapa aku?
Aku bukan jawaban,
tapi perahu yang terus melaju,
meski kadang patah dayungnya,
meski kadang tak tahu ke mana arah angin akan membawanya.
7. Nama yang Tak Selalu Kukenali
Aku punya nama,
tapi tak selalu merasa itu aku.
Kadang aku hidup dalam panggilan orang lain,
dan lupa bagaimana memanggil diriku sendiri.
Aku pernah menjadi harapan,
lalu berubah menjadi beban.
Pernah menjadi cahaya bagi orang lain,
tapi lupa menyalakan lilin dalam dada sendiri.
Setiap langkahku adalah pertanyaan,
setiap detakku adalah jawaban yang belum selesai.
Aku berbicara dalam diam,
dan berdiam dalam suara-suara palsu.
Siapakah aku,
bila dunia terus mendikte makna tentang diriku?
Mungkin aku adalah benih yang belum sempat tumbuh,
atau bunga yang sedang belajar jatuh cinta pada akarnya sendiri.
8. Aku yang Tercipta dari Waktu
Aku bukan siapa-siapa saat lahir,
hanya tangis yang mengisi ruang sunyi dunia.
Dan waktu pun datang,
mengukirku perlahan dengan kenangan, luka, dan cerita.
Aku belajar menjadi “aku”
dari hal-hal yang tak selalu kupilih.
Dari kehilangan, dari cinta yang datang dan pergi,
dari janji yang patah,
dan impian yang terus kukumpulkan tiap pagi.
Setiap tahun menambah lapisan,
seperti cincin pada batang pohon tua.
Aku bukan lagi aku yang kemarin,
tapi juga belum jadi aku yang esok.
Siapakah aku?
Aku adalah proses,
adalah waktu yang terus bergerak dalam tubuh manusia.
Dan mungkin,
aku akan tahu jawabannya…
bukan sekarang, tapi nanti..
saat aku telah mencintai setiap versiku yang pernah ada.
9. Aku yang Dicari dalam Hening
Aku mencari diriku di antara suara,
namun justru kutemukan dalam diam.
Bukan di riuhnya pujian,
bukan di gemuruh pencapaian,
tapi dalam hening...
di mana aku bisa menatap bayanganku tanpa takut.
Siapakah aku, jika semua topeng dilepas?
Jika nama-nama dunia tak lagi melekat?
Aku adalah nafas,
yang kadang lelah,
kadang pasrah,
namun tetap setia mengalir…
meski tak pernah tahu akan berhenti di mana.
Dalam diam, aku belajar:
menjadi aku tak perlu disorot lampu,
cukup dengan cahaya kecil
yang tumbuh pelan di dalam dada.
10. Surat untuk Diri yang Tak Selalu Kuat
Hai, kamu.
Siapakah kamu… ketika semua pergi?
Ketika tidak ada yang bertanya kabarmu,
dan kau sendiri pun bingung menjawabnya?
Kamu tetap di sana,
di tubuh yang lelah tapi tak menyerah.
Kamu menangis tanpa suara,
tapi tetap bangkit, meski langkahmu tak lagi utuh.
Siapakah aku, tanyamu pada bayangan sendiri.
Jawabannya tak harus datang dari luar.
Kadang… cukup dengan memeluk diri,
dan berkata: “Aku cukup. Hari ini pun sudah cukup.”
Karena menjadi “aku” bukan tentang kesempurnaan,
melainkan keberanian untuk tetap hadir,
meski dunia kadang menolak menyapa.
11. Aku, Anak dari Bumi dan Bintang
Aku dilahirkan dari tanah,
tapi mimpiku menggantung di langit yang jauh.
Aku berjalan di antara realita dan imajinasi,
di antara batas logika dan desir ilusi.
Siapakah aku,
jika bukan percampuran dari keduanya?
Separuh akar, separuh cahaya,
dan di antaranya… ada jiwa yang terus bertanya.
Aku pernah ingin menjadi segalanya,
hingga lupa bagaimana menjadi diriku sendiri.
Namun kini aku tahu:
aku tak harus menjadi besar untuk berharga.
Aku hanya perlu menjadi nyata,
walau sederhana,
walau kadang rapuh.
Karena aku bukan milik dunia,
aku adalah milik perjalanan.
Dan setiap langkahku,
adalah bait-bait yang ditulis oleh semesta
dengan tinta pengalaman.
12. Siapakah Aku, Ya?
Kadang aku mikir,
“Siapakah aku, ya?”
Bukan soal nama,
atau siapa yang aku sapa.
Aku cuma orang biasa,
yang suka ngopi, ngobrol, dan ketawa.
Kadang galau, kadang baper,
jalan hidup kayak naik roller coaster.
Aku bukan superhero,
atau pahlawan di layar kaca.
Aku cuma manusia,
yang lagi nyari arti,
di antara ribuan cerita.
Jadi, siapa aku?
Mungkin aku adalah aku,
yang terus belajar,
kadang salah, kadang benar,
dan yang paling penting…
selalu coba jadi versi terbaik tiap hari.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI