Mohon tunggu...
veni Wp
veni Wp Mohon Tunggu... Jurnalis - seorang yang biasa saja. berjalan di atas kaki sendiri

Menjadi Manusia yang Seutuhnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kawan

4 Juli 2019   22:31 Diperbarui: 4 Juli 2019   22:37 2
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Waktu kini kembali berjalan maju. Meninggalkan beberapa ruang awal dalam permulaan. Keringat membuat sebuah aliran dan bergerak bebas dalam tubuh. Rambut mulai lemas menghadapi terjangan keringat. Suara gemuruh terdengar menyentuh relung jiwa. Roh itu masuk dan telah membuat sekitar hidup.

Tubuh ini duduk ditengah lapangan basket. Memandang tubuh perempuan yang begitu serius memainkan rohnya. Dunia dia tidak lain seputar basket. Sebuah cinta tanpa meminta timbal balik. Ketulusan dalam mencintai membuat aku tidak dapat masuk ke dunianya. Aku dan dia mampu berdiri diatas kaki sendiri.

"Pertandingan tadi lumayan seru, seolah gua sama lo bukan kawan." terlalu berambisi membuat diri berada di titik puncak. Aku hanya memandang dalam diam. Kemandirian membuat aku dan dia menjadi manusia penuh keras. Aku membutuhkan seseorang yang lain dari diriku sendiri.

"Kadang kita lupa, kalau kau dan aku bisa menjadi kita. Ambisi dalam diri masing-masing begitu kuat." mungkin aku akan memulai perjalanan kembali. Langkah mencari kawan yang mampu rasa berbeda. Persamaan membuat aku hidup tanpa berkembang.

Matahari bersinar begitu terik. Membakar lemak dalam tubuh. Namun, dalam sinarnya membuat aku tidak merasakan sendirian sebelum malam menyapa. Kesedihan melandaku, kenyataan bahwa aku tidak dapat memandangnya secara langsung. Terlalu jauh untuk aku jangkau.

Musik mengalun dalam headphone. Kereta melaju dengan cepat menuju statiun selanjutnya. Membawa penumpang dengan berbagai tujuan yang berbeda. Perbedaan membuat manusia-manusia itu menyatu dalam gerbong kereta. Kali pertama aku melihat kau duduk di sudut. Disana kau begitu serius menatap sebuah buku. Menikmati dan mencari makna dalam setiap kata-katanya.

Pintu kereta terbuka, aku mengikuti langkah kakimu. Kau memulai langkah dari kanan, sedangkan aku dari kiri. Pakaian anggunmu membuat aku mengangguminya. Langkahku terhenti, kau menatapku. "Kenapa kamu mengikuti aku?" suara lembutmu menenangkan raga ini. "Boleh kita berkenalan? Aku tahu ini terlalu frontal, tapi hubungan pertemanan harus dimulai kan?" senyum manis terukir di wajah indahmu.

"Tentu boleh, siapa yang melarang?" aku meraih tangannya. Pertalian mulai aku sambung kembali. "Aku Rachel." untuk kesekian kali aku memperkenalkan diri. Kelembutan dalam dirinya membuat aku tenang.

Kami melangkah keluar dari stasiun kereta dan memulai lembar baru. Buku itu terus menarik perhatian kamu. Begitu sakral kalau aku mengganggu. Aku memasangkan sebelah headphone ke telinganya, menyalurkan sebuah rasa dalam kata. "Ini lagu pertemanan, karena sebuah hubungan tidak ada yang tahu." kau terlihat menikmati. Hanya beberapa menit saja. Bahkan sebelum lagu itu selesai, Rachel melepaskannya. "Aku memang suka musik, tapi bukan jenis musik seperti ini."

Sebuah kenyataan, aku menyukai musik pop, Rachel Jazz. Buku adalah teman perjalananya, gitar adalah benda mati kesukaanku. Kau begitu lembut, aku sangat keras kepala. Semua dimulai dari perbedaan. Coretan tinta diatss kertas putih kembali menghasilkan kata-kata.

Aku melangkahkan kaki menuju dunia yang tidak pernah terpikirkan. Dunia yang begitu mempesona dengan dia yang menghuni. Kau seperti angin yang berhembus di musim semi. Tak tersentuh namun begitu nyata aku rasakan. Kelembutanmu mampu memberikan kenyamanan dalam kerasnya hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun