Mohon tunggu...
Venansius
Venansius Mohon Tunggu... Guru - Guru, Musisi, dan Budayawan

Guru, Musisi, Budayawan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hanya Aku dan Dia, Kau Tidak!

30 September 2021   17:48 Diperbarui: 30 September 2021   17:57 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku pulang, bukan ke kotaku melainkan ke tempat di mana dulu kita sering menghamburkan waktu di kaki gunung untuk menatap awan rendah atau menunggu bulan muncul di balik tirai awan. Aku duduk sendiri, mengungkit masa lalu yang tak mungkin kembali. Aku mengingatnya di mana kita duduk bertiga. Aku merangkulmu dari kiri dan dia juga merangkulmu dari kanan. Hanya aku dan dia, kau tidak.

Aku bingung harus menjawab bagaimana pada dirimu dan dirinya. Jika aku memilihmu, maka dia terabaikan. Jika terjadi sebaliknya, tampaknya kau tersisihkan padahal aku pernah berpikir ingin bersamamu saja, dia tidak. Tapi, juga pernah ingin aku bersama dia saja, kau tidak. Masing-masing kalian pasti pernah punya keinginan itu, dan kau akui itu benar.

Senja yang mulai memerah justru semakin membuat hatiku tak tentu. Bertanya dalam nubari, manakah yang aku pilih, dirimu atau dirinya bahkan keduanya. Mungkin juga tidak keduanya. Tapi tidak. Sejak dulu aku juga begitu, hanya aku tak lebih tahu bagaimana cara mengatakannya. Bukankah aku suka pada matamu yang bening? Bukankah aku pun tertarik pada tatapannya yang binar? Kukira hanya akulah yang punya perasaan ini. Ternyata kalian telah menabur benih itu sejak lama.

Kukatakan jika aku memilihmu, dia tidak, apa yang akan terjadi padanya. Atau apa yang akan kau lakukan andai aku memilih dia, kau tidak? Hal terumit untukku. Namun, sebelumnya aku menanyai diriku mengapa semua ini terjadi. Apakah aku yang terlalu atau kalian yang berlebihan.

Dalam pikiranku yang hampir membusuk itu, tiba-tiba saja aku mengenali dirimu dan dirinya sedang menghampiriku. Aku terperanjat. Bias senja telah membuaikan mataku bahwa kalian terlihat seakan-akan seperti sepasang dayang yang tiba-tiba muncul dari telaga hening, nun di permandian para dewa. Kalian datang kemari bersama karena punya maksud serupa. Seserupa apakah itu, aku telah mengetahuinya. Itu bukan lagi menjadi rahasia yang dulu selalu kalian dengungkan di dekat telingaku. Sungguh begitu. Dan memang begitu.

Kalian duduk di samping kiri-kananku. Kita terdiam sambil melihat bulan sabit awal muncul di batas mega. Mendengar suara adzan berkumandang mengantar perubahan waktu. Senja mulai menutup diri agar digilir malam. Suasana petang seperti dulu enggan minggat. Aku di tengah. Kita bertiga kembali seperti dulu.

Seperti dulu kita sering bercerita di tempat ini. Mengenang yang silam, berbagi pengalaman hidup. Yang susah kita pelajari, yang senang kita tertawakan dan yang berarti kita kenangkan. Meski waktu di belakang tak bisa dihadirkan lagi setidaknya kita mengingat bahwa kita pernah ada waktu itu. Yang berlalu sudahlah, yang baru datanglah.

Sejak dulu selalu aku yang pertama berbicara dan sekarang aku melakukannya lagi. Kuceritakan bagaimana aku menempatkan diriku sebagai orang yang suatu hari akan menerima kejutan. Sungguh senang bila kejutan itu kena pada hati. Kukisahkan pula bagaimana aku menangisi dirimu dan dirinya ketika aku berpisah menuju kotaku. Menghabiskan seluruh waktu yang menjepit. Meluangkan waktu untuk berkunjung ke kota kalian sedapat mungkin.

Kuandaikan bahwa kalian baik-baik saja. Selalu bersama. Kau dan dia, aku tidak. Tahukah kau bahwa hal terbesar dalam hidupku adalah memahami ketidakmengertian orang terhadap diriku. Sampai detik ini, bolehkah aku katakan bahwa menjadi manusia sepertiku adalah beruntung sekaligus rugi. Beruntung karena dicintai oleh dua orang. Rugi karena aku tak tahu harus menunjuk siapa dan menyisihkan yang mana. Aku bingung dan sungguh aku bingung sehingga dapat kukatakan tak ada bingung yang serumit ini.

Kukatakan di hadapanmu dan di hadapannya juga bahwa sejak dulu aku pun mempunyai rasa yang sama dan tak pernah berubah. Hanya karena rasa takutku telah membunuhnya sekian lama. Dan hari ini kukatakan dari dalam hatiku, ingin tetap memilih kalian berdua saja sebagai satu bagian dari diriku. Bukan dirimu atau dirinya. Bukan hanya aku dan dia, kau tidak. Bukan pula sebaliknya.

Tak lama setelah itu, kau berkata di hadapanku dan di hadapannya. Segala perkara antara kalian berdua biarlah kau dan dia yang menyelesaikannya. Serentak kalian berkata kepadaku; hanya aku dan dia, kau tidak.

Ancona, 17 Maret 2012; 11.43 p. m

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun