Festival Qing Ming - mtribunnews.com images
Qing Ming - 清明 atau Pure Brightness Festival ( dikenal dengan “Ceng Beng” dalam bahasa Hokkian ) secara harafiah, “Qing” berarti Bersih dan “Ming” berarti Terang. Tersirat makna hari yang bersih dan terang. Pada saat festival, Tiongkok Daratan berada dalam musim semi yang cerah. Festival ini jatuh pada awal bulan ketiga kalender Imlek. Secara spesifik terhitung pada hari ke -104 setelah titik balik matahari di musim dingin (festival Dong Zhi) atau dapat dihitung pula dari hari ke-15 dari hari persamaan panjang siang dan malam pada musim semi ( Equinox – 21 Maret). Dalam Kalender Masehi, jatuh pada tanggal empat atau lima April. Qing Ming merupakan salah satu perayaan yang menggunakan perhitungan berdasarkan matahari.
Tradisi Tionghoa menekankan pada bakti kepada orang tua dan leluhur. Ketika orang tua masih hidup, anak-anak berusaha membalas jerih payah mereka dalam membesarkan. Saat mereka telah tiada, anak-anak mengenang kembali budi baik kedua orang tua. Perayaan Qing Ming menjadi wujud tanda bakti dan penghormatan terhadap orang tua atau leluhur yang telah tiada. Sehingga tidaklah heran, pada waktu perayaan Qing Ming, banyak orang-orang yang telah merantau akan pulang ke kampung halaman untuk sembahyang. Bahkan Qing Ming memiliki nilai yang lebih penting diantara perayaan-perayaan besar seperti Imlek dan Sembahyang Rebut. Terdapat pula makna mempererat tali persaudaraan dengan bertemunya kembali sanak keluarga yang masih hidup, saling berkumpul untuk merayakan Qing Ming.
Orang Tionghoa Indonesia memiliki kepercayaan bahwa dalam 1 tahun di dunia manusia sama dengan satu hari di akhirat. Atas dasar ini, sembahyang besar dilakukan 3 kali dalam setahun yaitu pada waktu Tahun Baru Imlek, Qing Ming, dan Sembahyang Chi Yue - 七月atau sembahyang Rebut ( pada tanggal 15 bulan ke 7 penanggalan Imlek). Menurut catatan sejarah, tradisi menghormat leluhur di tempat pemakaman sudah ada sejak zaman Dinasti Qin dan Han.


Kebiasaan pada saat Qing Ming diawali dengan persiapan membersihkan makam dengan membabat rumput dan alang-alang, mencuci makam, mengecat ulang makam dan tulisan nisan , serta menambah dan merapikan kembali posisi tanah makam. Kegiatan membersihkan makam ini dikenal pula dengan Tomb Sweeping Day. Setelah selesai persiapan di atas, pada waktu yang telah ditentukan, ziarah ke makam untuk sembahyang sambil membawa persembahan berupa sam-sang - 三牲 ( tiga jenis daging : daging babi, ayam dan Ikan) , sam-kuo ( tiga macam buah), arak, teh, kue, nasi, hio dan lilin. Untuk yang vegetarian dapat mengganti daging dengan cai-choi (sayur-sayuran). Kue dan buah-buahan disajikan dengan jumlah yang ganjil misalnya 3 ataupun 5 buah. Ada tradisi membakar uang-uangan ( Yinqian-印钱, berbentuk seperti uang zaman modern dengan tertera dikeluarkan oleh “Bank Dunia Akhirat”), Kertas Perak ( Yin Zhi /Gin Cua/ Kim Ci – bahasa Khek Bangka), dan replika kertas kebutuhan seperti rumah-rumahan, mobil, pakaian, sandal, dan rupa-rupa bentuk lainnya. Replika kebutuhan ini sebagai simbol kepedulian agar para leluhur mendapat fasilitas yang baik di akhirat. Dan para keluarga yang ditinggalkan dapat memperoleh perlindungan dan berkah. Setelah sembahyang selesai, perlengkapan seperti lilin, hio, uang-uangan, kertas perak, dan replika kertas dibakar habis. Jika telah padam, persembahan berupa makanan dapat dibawa pulang. Sembahyang Qing Ming dilakukan 10 hari sebelum dan sesudah perayaan puncak.

Dengan semakin sempitnya lahan untuk pemakaman, maka banyak keluarga yang memilih untuk dikremasi atau diperabukan. Abu dititip di rumah Abu, atau ditempatkan di rumah dengan altar khusus, dan ada yang disebar/larung ke laut. Sehingga pada waktu Qing Ming , keluarga yang telah ditinggalkan tetap datang berkunjung dan berdoa di lokasi tempat abu. Jika di rumah maka akan berdoa beserta persembahan di altar. Bila di tempat rumah abu dan pantai, anggota keluarga akan datang berkunjung untuk berdoa.
Pantangan waktu berziarah, tidak boleh mengucapkan kata-kata yang kasar, sembarang dan berperilaku yang tidak sopan seperti buang air kecil dan melangkahi makam. Dikhawatirkan akan terkena akibat buruk atas perkataan dan perilaku yang telah dilakukan. Ziarah-pun tidak dilakukan pada malam hari. Menghindari kemungkinan terdapat gangguan dari roh-roh jahat.
Qing Ming dilatarbelakangi oleh budaya agraris negara Tiongkok. Qing Ming yang jatuh pada periode ke -5 ( orang Tionghoa kuno membagi 1 tahun yang terdiri dari 4 musim menjadi 24 periode). Periode ini termasuk dalam musim semi dimana banyak tanaman dan bunga-bunga yang tumbuh dan bermekaran. Merupakan waktu yang tepat untuk bercocok tanam. Makna membersihkan makam para leluhur-pun memberikan suasana yang bersih dan terang. Diyakini oleh orang Tionghoa kuno, kondisi ini akan menghadirkan berkah baru. Harapan akan kegiatan bercocok tanam lancar, hasil panen berlimpah akan menjadi mudah tercapai. Sesungguhnya harapan yang baik, memerlukan suasana yang bersih dan terang. Inilah semangat yang terkandung dari perayaan Qing Ming pada awal mula.
Musim semi yang menandai berakhirnya musim dingin, selain aktivitas bercocok tanam yang muncul, satu kegiatan menarik yaitu pergi ke pasar. Zaman dahulu, di pasar menjadi aktivitas utama untuk bertukar barang, menjual hasil karya, dan membeli barang kebutuhan.
Makam orang Tionghoa, kebanyakan dibuat menurut perhitungan fengshui. Fengshui (風水) berarti Angin ( Feng -風 ) dan Air (Shui -水). Untuk menetapkan tempat dan letaknya makam memerlukan bantuan seorang ahli fengshui. Sering kali, tempat pemakaman dipilih di suatu bukit yang terletak cukup jauh. Hal inilah yang mengakibatkan pada zaman dahulu di Tiongkok , tempat pemakaman banyak tersebar dimana-mana.
Namun saat ini, tempat pemakaman umum telah ditentukan. Sehingga menjadi cukup sulit untuk menentukan arah dan tempat yang ditentukan oleh ahli fengshui. Orang hanya dapat memilih arah sesuai dengan desain pemakaman umum yang telah ada. Memperbaiki atau membongkar makam untuk diperbesar dan diperindah pun memerlukan bantuan petunjuk dari ahli fengshui. Perhitungan yang dilakukan berkaitan dengan harmonisasi dan kesejahteraan anggota keluarga yang telah ditinggalkan.
Membersihkan makam para leluhur juga mencegah rusaknya makam karena akar-akar tanaman liar dan hewan-hewan yang dapat bersarang. Makam leluhur yang terjaga, mengkondisikan fengshui yang baik.
Kisah-kisah berkaitan Festival Qing Ming
Kertas kuning di atas Nisan Makam
Makam yang telah dikunjungi diletakkan kertas kuning di atas batu nisan ( Bong Pai). Menurut cerita, kebiasaan ini dimulai oleh Kaisar Zhu Yuan Zhang dari Dinasti Ming (1368-1644 M). Kaisar berasal dari keluarga yang sangat miskin. Sehingga untuk mendidik dan membesarkan Zhu Yuan Zhang, orang tuanya menitipkan ke Kuil. Setelah dewasa, Zhu Yuan Zhang bergabung dengan kelompok pemberontakan terhadap dinasti yang tengah berkuasa yakni Dinasti Yuan (Mongol). Akhirnya ia berhasil menjadi Kaisar. Ia berkeinginan untuk mengunjungi kedua orang tuanya. Namun ternyata kedua orang tuanya telah meninggal dunia. Tidak diketahui lagi dimana letak makam orang tua Sang Kaisar.
Kaisar mengeluarkan perintah agar rakyat mengunjungi dan membersihkan makam leluhurnya. Setelah dibersihkan menaruh kertas kuning di atas batu nisan sebagai tanda telah dikunjungi. Makam yang tidak dibersihkan dan tidak ada kertas kuning itulah yang menjadi makam keluarga Sang Kaisar. Menaruh kertas kuning di atas nisan setelah dikunjungi, menjadi tradisi di masa mendatang.
Han Shi Jie – Festival Makanan Dingin
Pada zaman peperangan Chun Qiu, di era Dinasti Jin sekitar tahun 672 SM, Kaisar Negeri Jin, Xuang Gong memiliki seorang selir yang cantik bernama Li Ji. Selir Li Ji berkeinginan agar puteranya Xi Qi yang menjadi putra mahkota dan pewaris tunggal tahta kerajaaan.
Oleh karena hal itu, ia meminta pembantunya untuk membunuh putra mahkota Shen Sheng. Setelah kematian sang putra mahkota, adik-adiknya segera melarikan diri agar selamat.
Zhong Er, putra kedua segera berangkat dengan membawa 5 orang pembantu terdekat. Salah satunya bernama Jie Zi Tui. Pada suatu ketika terjadi bencana kekeringan yang hebat, Jie Zi Tui rela berkorban dengan memotong daging pahanya untuk dimasak dan diberikan kepada Zhong Er.
Setelah Zhong Er mengetahui hal ini, ia sangat terharu dan berjanji jika berkuasa, akan mengangkat Jie Zi Tui sebagai salah satu pejabat utama.
Setelah 19 tahun di perantauan, akhirnya Zhong Er dapat kembali ke Negeri Jin dan berkuasa lewat bantuan Negeri Qin. Bergelar Kaisar Jin Wen Gong.
Setelah berkuasa, Zhong Er menata kembali negara dan memberi penghargaan bagi pembantu-pembantu setia. Namun ternyata Jie Zi Tui terlupakan.
Teman seperjuangan Jie Zi Tui berusaha mengingatkan Kaisar dengan menuliskan sehelai surat yang berisi:
“Naga ingin naik ke langit, 5 ular turut membantu.
Naga telah menembus awan, 4 ular menduduki tempat yang tepat.
Namun satu ular terkapar sedang sekarat.”
Kaisar menjadi tersadar, jika ia telah melupakan Jie Zi Tui. Segera ia ingin mencari pembantu setianya itu. Namun upaya ini tidak berhasil. Jie Zi Tui telah pergi dan tinggal ke pedalaman hutan bersama ibunya. Zhong Er memerintahkan agar hutan dibakar. Kaisar berharap, Jie Zi Tui dan ibunya akan keluar.
Sampai hutan habis terbakar, tidak terlihat baik Jie Zi Tui maupun ibunya yang keluar. Setelah dicari, akhirnya ditemukan bahwa mereka telah terbakar hangus dalam posisi Jie Zi Tui menggendong Ibunya.
Terdapat sebuah surat yang ditinggalkan dengan pesan:
“Apa bila di dalam hati Tuan masih terdapat diri ku,
Ketika ingat aku, harus selalu mawas diri;
Tiada penyesalan bagi ku di akhirat,
Telah menjalankan tugas dengan hati sadar dan jernih.”
Untuk memperingati hal ini, Zhong Er memerintahkan rakyat seluruh negeri untuk berkabung dengan cara tidak menyalakan api selama 1 hari dan nama gunung tempat terakhir Jie Zi Tui ditemukan diubah menjadi “Jie Shan”. Inilah awal mula dari Festival Makanan Dingin. Selama 1 hari, seluruh rakyat hanya dapat membuat makanan yang dingin.
Festival ini muncul setelah festival Qing Ming yang telah lama diadakan. Pada pemerintahan Dinasti Tang, Kaisar Tang Taizong menjadikan perayaan Qing Ming sebagai hari nasional yang disatukan dengan perayaan Makanan Dingin. Dikarenakan waktu perayaan yang hampir bersamaan, dimana Han Shi Jie dirayakan satu hari sebelum festival Qing Ming. Di Indonesia, festival makanan dingin ini sudah tidak dirayakan lagi.
Permainan Tradisional Festival Qing Ming
Pada waktu Qing Ming sangat cocok untuk memainkan permainan dan berolahraga. Pergantian dari musim dingin ke semi, bermanfaat untuk menyegarkan tubuh kembali. Beberapa permainan yang biasa dimainkan seperti:
Layang-layang

Cuaca yang cerah, sejuk dan angin yang cenderung berhembus, sangat cocok memainkan layangan. Anak-anak yang memainkan layangan diyakini dapat melepaskan roh-roh penganggu sehingga dapat tumbuh dengan baik dan sehat. Lambat laun kegiatan ini dilakukan juga oleh orang dewasa untuk bersenang-senang. Terdapat lomba layangan dari segi keindahan. Malam haripun tetap dilanjutkan dengan digantungi lampion kecil. Sehingga ketika naik ke udara, menjadi gemerlap kelap-kelip cahaya yang mengagumkan.
Ayunan – Qiu Qian
Sejak masa pemerintahan Raja Jin Wen Gong sekitar tahun 650 SM telah dikenal ayunan. Zaman dahulu, kerangka ayunan menggunakan dahan yang ditambatkan tali atau selendang. Kemudian berkembang menjadi tali yang digantungkan pada rangka kayu dengan balok sebagai tempat duduk.
Sepak bola
Masa Dinasti Han ( 206 SM -220), orang Tiongkok telah memainkan sepak bola yang dikenal dengan Cu Ju. Pemain menendang bola dari kulit binatang dengan gawang sebagai target. Para Pemain akan berusaha menghadang, namun tidak diperbolehkan menggunakan tangan. Kaisar Song Taizhu dari Dinasti Song sangat mengemari olahraga Cu Ju. Ada lukisan tentang Sang Kaisar yang bermain Cu Ju bersama putranya Song Taizong, Perdana Menteri Zhao Pu, para menteri dan para pembantu istana.
Menurut catatan Wang Yuncheng dalam buku berjudul “ Cu Ju Atlas” dijelaskan ada aturan bermain yaitu saling menghormati antar pemain, sopan dan kerjasama tim, tidak berperilaku kasar, tidak bertindak membahayakan dan dilarang menguasai bola. Dampak positif yang diperoleh untuk kebugaran tubuh, kesehatan pencernaan, menurunkan berat badan, meredakan ketegangan, dan menambah semangat.
Mendaki bukit
Anak-anak muda memanfaatkan musim semi dengan pergi mengunjungi taman dan bukit-bukit. Menikmati keindahan alam, bunga-bunga yang bermekaran dan wangi harum semerbak. Selain diperoleh manfaat kesehatan bagi tubuh, dapat pula mempererat hubungan antar keluarga dan masyarakat umum. Kegiatan berjalan-jalan menginjak rumput dikenal dengan Ta Qing.
Adu Ayam
Hiburan yang telah dilakukan oleh para bangsawan sejak tahun 200 SM. Untuk memenangkan pertandingan, ayam petarung dipasang taji logam dan pelindung kulit.
Tahukah Anda
Seni lukis Qing Ming bertema “Pemandangan dari sungai saat Qing Ming”. Dengan panjang lukisan 5.5 meter dan lebar 0.25 meter. Dibuat oleh Zhang Zeduan dari Dinasti Song. Lukisan itu terdapat 550 orang dengan puluhan jenis binatang, kereta, jembatan dan perahu. Saat ini lukisan tersebut dipamerkan di Imperial Palace Museum, Forbidden City, Beijing. Ini menjadi sebuah catatan dari ramainya perayaan Qing Ming.
Sebuah sajak berjudul “Qing Ming” oleh penyair Du Mu pada masa Dinasti Tang yang melukiskan suasana festival Qing Ming
清明
清明时节雨纷纷
路上行人欲断魂
借问酒家何处有
牧童遥指杏花村
Qing ming shi jie yu fen fen
Lu shang xing ren yu duan hun
Jie wen jiu jia he chu you
Mu tong yao zhi xing hua cun
Terjemahan:
Qing Ming
Pada festival Qing Ming, hujan mengguyur deras,
pejalan kaki hilir mudik dalam kesedihan.
Mereka bertanya, dimana letak kedai minuman keras?
anak gembala menunjuk ke arah dusun Xinghua.
*Xinghua Cun – Dusun Bunga Aprikot, biasa dipakai untuk mengungkapkan keindahan dusun pedesaan.
Qing Jia Lu juga mengambarkan peristiwa Qing Ming pada masa Dinasti Qing dimana daun willow (dedalu) dijual di jalan, keluarga menaruh di pagar dan para petani memajang daun willow dengan harapan hasil panen yang lebih baik.
Perayaan Qing Ming Bangka
Perayaan Qing Ming dikenal dengan Chin Min di Bangka sebagai hari sembahyang kubur (makam) . Penghormatan terhadap leluhur adalah sebuah kewajiban sehingga pada hari Chin Min, orang-orang yang merantau akan pulang ke Bangka. Baik dari luar pulau Bangka, maupun dari luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Hongkong, dan Tiongkok Daratan. Bahkan jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan pada saat Ko Ngian ( perayaan tahun baru Imlek). Selain itu, terdapat makna yang berarti dalam perayaan Chin Min bagi orang Tionghoa Bangka yaitu mengingatkan orang untuk mengetahui darimana ia berasal dan kesempatan melihat langsung kondisi ekonomi dan sosial keluarga sehingga dapat memberi bantuan.

Chin Min di Bangka, dilakukan dengan membersihkan kuburan secara bergotong royong oleh anggota keluarga maupun dengan mengupah orang lain. Perayaan Chin Min berpusat di Ngi Chiung atau Kompleks Perkuburan Umum Sentosa yang terletak di Jalan Bukit Abadi di sisi timur jalan Soekarno- Hatta, Pangkalpinang. Lokasi perkuburan ini tidak terlalu jauh dari Bandara Udara Depati Amir. Perkuburan yang dikelola oleh Yayasan Sentosa Pangkalpinang populer dengan dengan istilah “Jit Kiw Sam Eng (1935 - bahasa khek Bangka)“ , mengacu pada waktu berdiri tahun 1935 pada masa pemerintahan Residen Mann, CJ. Posisi lokasi perkuburan ini terletak cukup tinggi di Pangkalpinang, sebagai lambang penghormatan dan penghargaan kepada para leluhur.
Menurut catatan tugu pendiri perkuburan , kompleks ini didirikan oleh Yap Fo Sun, Chin A Heuw, Yap Ten Thiam dan Lim Sui Cian. Dengan luas area 19,5 Ha dan sedikitnya terdapat 11.000 makam. Pada awalnya, tanah perkuburan ini merupakan sumbangan dari keluarga Boen. Kubur tertua adalah milik keluarga Boen Piet Liem yang dipugar pada tahun ke-4 setelah pemerintah Sun Yat Sen sekitar tahun 1915.
Perkuburan ini selain untuk agama Kong Hu Cu, diperuntukkan juga bagi umat agama Buddha, Katholik, Kristen, dan bahkan Islam. Terdapat 2 kubur yang beragama Islam yaitu Kubur Ny. Tjurianty Binti Kusumawidjaya dan Gunawan Bin Tanda.
Kubur tionghoa Bangka dibangun dalam bentuk dan arsitektur yang unik dan tulisan aksara tiongkok yang indah. Ukuran, bentuk dan bahan material dapat menunjukkan status sosial ekonomi orang yang telah dimakamkan.
Setiap 3-4 minggu, secara rutin ada petugas yang membersihkan semak belukar. Kegiatan operasional diperoleh dari iuran para anggota yayasan.Terdapat fasilitas rumah duka yang juga telah dilengkapi dengan pemimpin prosesi pemakaman seperti Shin Sei & Cai-Ma, Bhikkhu & Pandita, Pastur dan Pendeta.

Festival Qing Ming telah masuk dalam agenda pariwisata tahunan oleh Dinas Budaya Pariwisata Pemuda dan Olahraga kota Pangkalpinang. Tahun 2015, acara dimulai dari jam 3 pagi dengan puncak perayaan dimeriahkan bunyi gendang dan dentuman kembang api. Sejumlah agenda perlombaan ikut memeriahkan festival seperti lomba fotografi, pameran pernak-pernik, pesta lampion, piramida buah dan kue, lomba barongsai, festival seribu lilin dan pertunjukan kesenian tanjidor dari Jebus.
Tahun 2016, akan diadakan pertemuan antara warga tionghoa yang tinggal di Bangka dengan perantauan pada tanggal 3 April di Gedung Setia Bhakti. Bertujuan untuk saling mempererat keakraban dan silahturahmi. Pertemuan ini diselenggarakan oleh Yayasan Sentosa.
Secara umum, festival Chin Min juga membawa pengaruh positif secara ekonomi di Bangka. Tingkat hunian hotel dan jasa transportasi penerbangan akan meningkat. Pada saat festival, biasanya diisi pula dengan jalan-jalan dan wisata kuliner. Berbagai perlengkapan dan peralatan persembahan akan laris manis terjual. Untuk pen-ziarah yang menggunakan transportasi pesawat terbang, jauh hari sudah wajib membeli tiket. Hal ini mengantisipasi penuhnya layanan penerbangan dan harga yang cenderung tinggi pada saat festival.
Selamat menjalankan perayaan Chin Min. Semoga senantiasa memperoleh berkah atas bakti dan perbuatan baik yang telah dilakukan…(Vau-G/ www.bapang007.blogspot.com )
Referensi:
1. ^ Christine dkk, 5000 Tahun Ensiklopedia Tionghoa 1, Penerbit St. Dominic Publishing, 2015.
2. ^ Nio Joe Lan, Peradaban Tionghoa Selajang Pandang, Penerbit Keng Po, Jakarta, 1961.
3. ^ Rika Theo dan Fennie Lie, Kisah Kultur dan Tradisi Tionghoa Bangka, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2014.
4. ^ Husen TKS, Cerita Rakyat dalam Masyarakat Tionghoa, Penerbit Tekad Mandiri, 2013.
5. ^ Chinese Auspicious Culture, Penerbit PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2014.
6. ^ Ulung, Gagas, Amazing Bangka Belitung, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2010.
7. ^ Peranakan Tionghoa, Sebuah Perjalanan Budaya, PT. Intisari Mediatama dan Komunitas – Lintas Budaya Indonesia, 2008.
8. ^ Li, Xiao; Cerita Klasik Tiongkok: Cerita Adat Istiadat; Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer.
9. ^ Elvian, Akhmad; Kampoeng di Bangka jilid 1, Penerbit Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kota Pangkalpinang, 2014.
10. ^ Asal usul Cheng Beng, tradisi penghormatan leluhur, utusan.com.my, diakses tanggal 9 Maret 2016, Jam 17.57 WIB.
11. ^ Sejarah Asal Mula Perayaan Ceng Beng, asalusulbudayationghoa.blogspot.com, diakses tanggal 9 Maret 2016, jam 17.32 WIB
12. ^ Jayaprana, Andre; Ceng Beng dan Hari Paskah Tahun Ini; kompasiana.com; diakses tanggal 9 Maret 2016, Jam 17.24 WIB.
13. ^ Festival Qing Ming (Cheng Beng), dinaviriya.com, diakses tanggal 9 Maret 2016, Jam 18.37 WIB.
14. ^ Festival Qingming, wikipedia.org, diakses tanggal 9 Maret 2016, Jam 17.10 WIB.
15. ^ Festival Qingming, samaggi-phala.or.id, diakses tanggal 9 Maret 2016, Jam 18.15 WIB.
16. ^ Kebudayaan Tionghoa, Cheng Beng berkenaan dengan Dhamma; erickopangestu.blogspot.com; diakses tanggal 9 Maret 2016, jam 18.13 WIB.
17. ^ Ceng Beng oleh DRT, 28oktober.net, diakses 25 Maret 2016, Jam 14.15 WIB
18. ^ Ceng Beng di Bangka Unik, bangka.tribunnews.com, diakses tanggal 24 Maret 2016, Jam 23.48 WIB.
19. ^ Hari Ceng Beng (Festival Ching Ming), tionghoa.info, diakses tanggal 24 Maret 2016, Jam 22.53 WIB.
20. ^ Jangan Lewatkan Wisata Religi Ceng Beng di Pemakaman Sentosa, bangka.tribunnews.com, diakses tanggal 24 Maret 2016, jam 23.44 WIB.
21. ^ land of ancestor (Since 1935 Gate)(Kota Pangkal Pinang), wikimapia.org diakses tanggal 24 Maret 2016, Jam 23.23 WIB.
22. ^ Pemujaan Leluhur di Rumah, tionghoa.info, diakses tanggal 24 Maret 2016, Jam 23.08 WIB.
23. ^ Asal usul sepak bola (Cu Ju) berasal dari Tiongkok, ricisan.wordpress.com, diakses tanggal 28 Maret 2016, Jam 23.17 WIB.
24. ^ Erabaru, Tiongkok Tempat Kelahiran Sepak Bola, erabaru.net, 10 Februari 2016, diakses tanggal 28 Maret 2016, Jam 23.05 WIB.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI