Di Wamena, pagi bukan sekadar cahaya,
Ia datang bersama suara tifa dari honai tua,
Asap dapur naik pelan dari tungku batu,
Menemani cerita nenek tentang roh gunung dan waktu.
Lembah Baliem terbentang bagai pelukan ibu,
Hijau ladang, merah tanah, biru langit bersatu,
Anak-anak berlari dengan koteka di dada,
Tertawa bebas, tak kenal kata "dunia luar sana".
Tari perang bergema di pesta panen,
Lelaki berdiri gagah, wajah dihias arang dan kenanga,
Mereka bukan marah, mereka menjaga,
Warisan leluhur yang tak boleh hilang begitu saja.
Gunung Trikora, engkau tinggi dan dingin,
Puncakmu bersalju, meski kami di tropis berdiri,
Engkau bukan sekadar batu,
Engkau adalah tulang punggung mimpi kami yang satu.
Burung nuri, cendrawasih, dan kasuari,
Menari di hutan, bersahut dengan angin pagi,
Kami dengar mereka bicara,
Tentang damai, tentang tanah, tentang jiwa.
Wamena bukan hanya tempat,
Ia adalah darah, ia adalah napas,
Lembah Baliem bukan hanya lembah,
Ia adalah rumah, ia adalah arah.
@Muhamad Fagi Difinubun
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI