Mohon tunggu...
Usman D. Ganggang
Usman D. Ganggang Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan penulis

Berawal dari cerita, selanjutnya aku menulis tentang sesuatu, iya akhirnya tercipta sebuah simpulan, menulis adalah roh menuntaskan masalah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Teringat Pua-ku, Seorang Napat'er

6 Juni 2017   07:27 Diperbarui: 6 Juni 2017   08:29 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang itu, engkau mencari  sambil tanya pada sunyi

“Nak, kamu di mana sekarang, rinduku sudah membuncah”

“Dia tidak ada di sini, ine”,  jawab orang mendengarkan tanya

“Tapi , dia ada di sini tadi”, jawabmu lagi

Kota Kesultanan Bima, 15 April 2017

Neong tadi, mengingatkan saya pada sebuah artikel teman saya, yang salah satu baitnya tertulis demikian,”Engkau memang harus mudik, sebab engkau  adalah musafir. Engkau telah lama meningglkan kampong halamanmu, merantau, mengembara ke daerah-daerah paling jauh dibanding daerah dalam dirimu sendiri”, pesannya.


Terbayang dalam mataku, rerumputan nan hijau, pepohonan yang rindang, serta halaman kampungku yang begitu asri.Iya, telah lama kutinggalkan dan akhirnya meski aku berusaha membakar rinduku, tokh justru air matalah yang mengalir bagai air di pancuran. Mengobatinya, kembali ke motoku dalam menulis,” Dengan menulis dapat menuntaskan masalah”. Maka kumulai dengan menghadirkan kembali kisah-kasih bersama Puaku. Kebetulan beliau masih diberi nafas panjang oleh Sang Pemberi  Cinta Sejati. Harapannya, setelah beliau membaca artikel ini, beliau akan tahu bahwa meski anak-anaknya berada jauh di kota, tokh masih ingat orang tuanya.

***Pua-ku, Seorang Napat’er***(1)

Pua (= ayah) ku alhamdulillah hingga kini, oleh Allah SWT masih diberikan nafas panjang buatnya. Beliau adalah seorang petani (sawah,dan ladang) yang boleh disebut berhasil.Beliau juga di zamanya, ketika aku masih kecil, beliau memiki kerbau dan kuda berkandang-kandang. Sayang sekali waktu itu, kami delapan bersaudara ( 3 orang sudah meninggal) masih kecil, sehingga kerbau dan kuda itu sekedar memiliki saja, jadi bukan untuk membiayai kehidupan selanjutnya buat anak-anaknya.

Meski demikian, sisanya masih dihitung dengan jari. Dan itu terasa oleh saya sebagai anak sulung. Artinya, kerbau yang ada itu, bisa membiayai sekolah serta kehidupan saya selama belajar. Menurut, Pua, pembiayaan sekolah hingga perguruan tinggi saya mencapai 26 ekor kebau. Selebihnya dari hasil ladang dan sawah, yang prosesnya melalui jalan panjang. Dari membuka ladang,menanaminya, menyianginya, memanennya, menumbuknya hingga jadi beras, lalu dijual ke pasar yang memakan waktu hingga dua hari baru sampai di pasar.

Selain sebagai petani, beliau adalah seorang yang boleh dijuluki jago 'napat( mengejar rusa atau kerbau dengan menunggang kuda). Iya, boleh disebut seorang 'napat'er. Karena Pua-ku jago menangkap rusa dan kerbau, namanya terkenal di mana-mana di lingkungan Manggarai Barat, khususnya di sekitar Kempo, Matawae, Mburak, Nggorang, dan Lembor. Namanya, selalu disebut-sebut, baik ketika ‘napat’ maupun ketika jumpa dengan sahabat-sahabatnya. Beliau disapa “Pua de Ganggang” ( ayah dari Ganggang).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun