Mohon tunggu...
Uswatul Fitriyah Osadi
Uswatul Fitriyah Osadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Instagram @pesan.us

I'm happy, hurting and healing at the same time..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Derita Anak Kampung Mencoba Ujian SBMPTN

31 Mei 2016   01:01 Diperbarui: 31 Mei 2016   09:09 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Anak kampung? Siapa mereka?

Mereka hanya dianggap sampah yang tidak berguna dimata anak-anak kota.

Sekolah swasta? Apa artinya sekolah kalau hanya di swasta?

Biaya murah, peraturan tidak ditegakkan, guru digaji murah dan tidak seimbang dengan tingkah laku yang diperbuat oleh muridnya.

SBMPTN? Apa itu?

Apa artinya buat anak kampung yang bersekolah di swasta yang mempunyai keinginan keras untuk mengikuti ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Jangankan PTN, universitas swasta saja hanya anak juragan yang bisa kulia. “Kulia digawe opo? Ngentekno duwek tok!!!” Begitulah orang kampung bicara, “Kulia buat apa? Hanya menghabiskan uang!!!”

Tapi jaman semakin berjalan, anak kampung tidak lagi terlihat kampung, sekolah swasta yang akreditasi A saja sudah sama dengan negeri, mau ikut Ujian SBMPTN? Silahkan!! Tapi apa yang terjadi? Tidak semudah itu.

Ujian yang membutuhkan tempat tinggal yang mencari lokasi ujian berada, dan lain sebagainya hanya bisa gigit jari. Mereka tidak begitu banyak memiliki alumni yang kulia, yang lain diantarkan oleh kakak-kakaknya yeng mengerti luar dalam kampus tempat lokasi ujian. Tapi anak kampung apa? Mereka hanya diantarkan oleh kakak kelasnya yang juga tidak tau tempat tersbut berjalan menyusuri kampus hingga kaki ini lecet, mereka tidak punya tempat untuk menginap meskipun hanya sehari, mereka rela tidur kedinginan di tempat lokasi, masjid atau apapun yang berada disekitarnya.

Tempat yang awalnya membuat saya tenang kini tidak lagi seperti dulu, keadilan iya keadilan tapi rasa belas kasihan tidak ada sama sekali terhadap tempat ini. Baru saja saya menginapkan adik kelas saya yang ingin berjuang masuk PTN, yang mempunyai keinginan keras mencari ilmu dang membanggakan kedua orang tuanya, memperlihatkan kedunia meskipun dia anak kampung dan bersekolah diswasta, dia mampu bersaing dengan orang-orang kota yang bersekolah di Negeri. Dan dia harus saya pindah ke kost teman saya yang tidak dia kenal sama sekali, yang awalnya dia malu, tidak mau pisah dengan saya. Tapi keadaan telah berbalik, jam 10 malam tadi dia diusir sehingga mau tidak mau saya harus menitipkannya di kost teman saya.

Saya dulu juga menderita seperti ini, tanpa tau tempat untuk tidur dan dititipkan sama kakak kelas saya yang dulu dikost temannya. Sekarang, kejadian yang seharusnya cukup saya dan teman saya yang merasakannya tetapi adik kelas sayapun ikut merasakan derita yang dulu saya alami. Memang banyak sekali hambatan mencari ilmu yang bermanfaat dan barokah, ilmu dan cita-cita memang harus diperjuangkan.

Yang jadi masalah, kami hanya anak kampung bersekolah di swasta yang tidak banyak mempunyai alumni, dan diusir begitu saja atau kalau tidak mau harus bayar denda uang Rp. 100.000,- tidak masalah buat saya, hanya saja saya kasian terhadap adik kelas saya yang sudah malam seharusnya dia istirahat untuk mempersiapkan besok tetapi malah dapat masalah. Apa yang mengusir kami tidak pernah merasakan berjuangnya mencari ilmu, merantau tanpa ada yang dikenal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun