Rafa tertunduk. Lalu ia bergumam, "Tapi syukur tuh kadang klise, Pak. Orang suka bilang, 'Bersyukur aja,' tapi mereka gak ngerti rasanya di posisi aku."
Pak Amar tersenyum, tidak tersinggung.
"Kamu tahu, Rafa. Allah sendiri janji dalam Qur'an, surat Ibrahim ayat tujuh, 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu. Tapi jika kamu mengingkari, sesungguhnya azab-Ku sangat keras'."
Rafa menoleh, kali ini dengan ekspresi penasaran.
"Jadi kalau kita bersyukur, nikmat akan ditambah?" tanyanya.
"Iya. Tapi syukur itu bukan cuma 'alhamdulillah' di bibir. Syukur itu sikap mental. Kita sadar, semua yang kita punya ini pemberian dan layak dihargai."
Rafa diam. Lalu ia berkata pelan, "Tapi Pak, kalau masalah datang terus, apa masih pantas bersyukur?"
"Justru di situlah latihan syukurnya. Ada ungkapan bijak: 'Ketika satu pintu kesenangan tertutup, pintu lain terbuka. Tapi sering kita menyesali pintu yang tertutup itu terlalu lama, sampai kita tidak melihat pintu yang terbuka.'"
"Wah... kayak aku, ya."
"Persis. Kamu lihat nilai jelek, masalah di rumah, temen menjauh, itu pintu yang tertutup. Tapi kamu gak lihat, kamu masih punya semangat, kamu punya kesehatan, punya kesempatan perbaikan, bahkan kamu masih punya guru yang mau duduk dan dengerin kamu sekarang."
Rafa tersenyum malu-malu. "Iya, Pak. Baru kerasa sekarang."