Sebagai sektor yang sangat signifikan dalam pembangunan Sumber Daya Manusia di Indonesia, pendidikan menjadi target radikalisme. Untuk mengantisipasinya perlu penguatan pendidikan karakter yang harus disinergikan dengan hal-hal lain seperti pembangunan yang adil dan merata, penyampaian pendidikan agama secara bijak serta adanya kolaborasi dari berbagai pihak  yaitu sekolah, orang tua/masyarakat dan pemerintah.
Oleh:
UNU NURAHMAN
GP Angkatan 2 dan PP Angkatan 6/9
Wakasek Kesiswaan SMAN 1 Leuwimunding
Kabupaten Majalengka
Pendidikan merupakan sektor yang sangat signifikan dalam pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia. Oleh karena itu, tidak mengherankan sekolah sering menjadi target radikalisme. Hasil survei terbaru Setara Institute for Democracy and Peace yang dirilis Rabu (17/5/2023) menunjukkan beberapa temuan mengkhawatirkan, antara lain bahwa jumlah pelajar intoleran aktif di sekolah tingkat menengah atas (SMA) dan sederajat di lima kota Indonesia yang disurvei (Bandung, Bogor, Surabaya, Surakarta, dan Padang) meningkat. Â
Survei ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen dengan batas kesalahan 3,3 persen. Hasinya lebih dari 56% dari 947 pelajar sebagai responden bahkan setuju penerapan syariat Islam. Temuan mengejutkan lainnya adalah 83,3 persen menilai Pancasila bukan ideologi negara yang bersifat permanen, dan dapat diganti serta sekitar 33 persen pelajar setuju untuk membela agama, termasuk harus mati dalam membela agama.
Data yang pernah mengejutkan di level manjerial sekolah, mengutip pernyataan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ketika menghadiri acara Halaqah Kiai Santri Tentang Pencegahan Terorisme di Hotel Grand Wahid Salatiga, Sabtu (14/9/2019) sebagaimana dilansir dari https://jatengprov.go.id/ bahwa setidaknya ada 7 kepala SMA/SMK dan SLB di Jawa Tengah yang diduga terpapar radikalisme.
Radikalisme dalam konteks ini mengacu kepada aktivitas politik kelompok tertentu yang bersifat ekstrem, dan sangat intoleran yang bukan saja tak segan menggunakan cara-cara kekerasan, memaksakan kehendak, tetapi juga tak jarang melakukan praktik terorisme. Undang-Undang No 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme secara jelas memberi 4 kriteria radikalisme yaitu anti Pancasila, anti Kebhinekaan, anti NKRI dan anti UUD 1945.