Magelang-Dunia pendidikan abad ke-21 menuntut siswa tak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga mampu berpikir kritis, kreatif, dan kolaboratif. Kebutuhan ini menjadi latar belakang penelitian menarik yang dilakukan oleh Afifah Zahra Arinda Ramadhanti, mahasiswi Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA). Ia mengintegrasikan pendekatan STEAM (Science, Technology, Engineering, Art, and Mathematics) dalam pembelajaran IPA untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V MI Tarbiyatussibyan 1 Sidosari.
Penelitian ini menyasar permasalahan klasik di ruang kelas: dominasi metode ceramah, minimnya interaksi aktif, dan anggapan siswa bahwa pelajaran IPA itu membosankan. Dengan mengusung desain eksperimen semu (One Group Pretest-Posttest Design), Afifah melibatkan 20 siswa sebagai subjek penelitian. Ia mengukur enam indikator berpikir kritis berdasarkan teori Facione, mulai dari interpretasi hingga regulasi diri, menggunakan soal uraian sebelum dan sesudah intervensi pembelajaran STEAM.
Hasilnya sungguh menggembirakan. Ada lonjakan signifikan skor kemampuan berpikir kritis siswa setelah mengikuti pembelajaran berbasis STEAM. Dari uji statistik Paired Sample T-Test, diperoleh nilai signifikansi 0,000, jauh di bawah ambang batas 0,05, yang menegaskan efektivitas pendekatan ini. Siswa yang sebelumnya tergolong kurang kritis, kini naik ke kategori cukup hingga kritis. Tak hanya itu, pelajaran IPA yang semula dianggap membingungkan kini menjadi lebih menyenangkan, kontekstual, dan bermakna.
Lebih dari sekadar metode mengajar, STEAM membuka ruang bagi siswa untuk bereksplorasi, menciptakan karya, dan menyelesaikan masalah nyata. Proyek-proyek sederhana seperti pencampuran zat atau eksperimen kecil berbasis seni dan teknik berhasil menumbuhkan antusiasme serta rasa ingin tahu siswa. Afifah juga menyoroti peran guru yang berubah menjadi fasilitator aktif, memandu siswa melalui tahapan berpikir kritis yang sistematis dan menyenangkan.
Dari temuan penelitiannya, Afifah merekomendasikan agar pendekatan STEAM mulai diadopsi lebih luas di sekolah dasar, sejalan dengan semangat Merdeka Belajar. Ia juga mendorong adanya pelatihan guru untuk memahami dan mengimplementasikan metode ini secara optimal. Terbukti, pembelajaran yang integratif dan kreatif mampu tidak hanya meningkatkan hasil belajar, tetapi juga membentuk karakter pembelajar yang aktif dan adaptif terhadap tantangan zaman.
Penelitian ini menjadi bukti bahwa transformasi pendidikan bisa dimulai dari ruang kelas sederhana di madrasah. Dengan pendekatan yang tepat, siswa tidak hanya belajar memahami dunia, tetapi juga dibekali keterampilan untuk mengubahnya. Sebuah langkah kecil dari Afifah, namun berdampak besar bagi masa depan pendidikan Indonesia. (Ening Widi)
lib.unimma.ac.id
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI