Mohon tunggu...
una anshari
una anshari Mohon Tunggu... Freelancer - Melihat, Merasakan, Menulis dan Membagikan

Traveller yang selalu berharap dapat mengambil hikmah dalam perjalanan untuk ditulis dan disharekan. Berbagi itu indah :)

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Melayu hingga Batak, Inilah Olahan Ikan Khas Sumatera Utara

29 Februari 2020   07:00 Diperbarui: 29 Februari 2020   07:05 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang teman-teman ingat jika disebut kota Medan? Ucok durian? atau sapaan yang kerap digunakan, HORAS! 

Kota yang ditempati pertama kali oleh suku Melayu dan Karo, kini menjelma menjadi kota seribu etnis. Berbagai macam suku di dalamnya. Mulai dari Melayu, Karo, Batak, Jawa, Minang, Chinese, India dan lainnya. Bahkan beberapa daerah biasanya didiami oleh satu suku, seperti Medan Denai yang banyak didiami oleh suku asal Sumatera Barat. 

Semasa kuliah dulu, kerap ketika saya sebutkan asal daerah saya, disapa oleh mereka dengan Horas, yang segera saya tanggapi bahwa, Medan tidak hanya milik suku Batak sedangkan Horas adalah sapaan dalam bahasa Batak. 

Ibukota Sumatera Utara ini juga merupakan kota terbesar ketiga setelah Jakarta dan Surabaya, kota pertama yang mengintegrasikan bandara dengan kereta api. Berbatasan langsung dengan selat Malaka, membuat kota dengan bandara terbesar kedua ini  menjadi salah satu kota perdagangan, industri dan bisnis yang sangat penting di Indonesia.

Dengan bervariasinya suku yang mendiami, membuat kota Medan kaya akan makanan khasnya yang seringkali belum diketahui khalayak ramai. Kali ini, saya ingin mengajak teman-teman untuk mencari tahu pangan lokal olahan ikan khas kota Medan, dari Melayu hingga Batak. 

Siap-siap saja kalau lidah kalian tergoda hingga air liur menetas. Pastikan, perut teman-teman dalam keadaan tidak kosong atau kalian akan segera memesan tiket tujuan Kualanamu International Airport.


Sambal Ikan Pari dan Sepiring Nasi Hangat

"mau makan kak?"

 Ketika kemarin saya menuliskan kalimat di atas, begitulah pertanyaan salah satu pegawai yang saya mintai tolong ambilkan air. Ketika ia letakkan di sebelah laptop, ternyata judul diatas terlihat olehnya. Saya menulis artikel ini sambil menunggui usaha bubur yang sudah lima tahun saya rintis. 

Berbagai macam bubur nusantara, tidak hanya bubur kacang hijau dan pulut (ketan) hitam sebagaimana sering kita dapatkan di warkop-warkop ibukota, melainkan bubur jagung, sumsum, candil (biji salak) hingga kolak pisang. 

Bubur jagung (dokpri)
Bubur jagung (dokpri)

Bukan tanpa maksud, ketika membuka usaha ini, saya berpikir di Mall sudah semakin banyak makanan-makanan luar yang masuk ke dalam negeri. Apalagi jika negeri tersebut, film dan artisnya digandrungi oleh para remaja tanah air. Maka, mengusahakan makan makanan yang biasa tampak di drama dan dinikmati oleh pujaan mereka menjadi sebuah gaya hidup yang harus diikuti. Sampai disitu, saya merasa sedih. 

Jangan-jangan nanti tidak ada lagi yang kenal dengan bubur kacang hijau yang nikmat dan penambah energi. Dengan rasa nasionalis, agar tidak dimakan oleh waktu, saya dan kakak mendirikan usaha ini. Walau belum bisa membuka outlet di mall, setidaknya usaha kami sudah tersedia secara daring sehingga tetap bisa dikenal.

Usaha Bubur milik saya (Dokpri)
Usaha Bubur milik saya (Dokpri)

Alhamdulillah hingga sekarang masih bisa bertahan. Satu hal yang disyukuri lainnya, walaupun banyak penikmat dari kalangan tua, setidaknya bubur kami ini bisa menjadi jawaban bagi para Ibu hamil. Pernah suatu ketika, seorang laki-laki datang dengan tergopoh dan menanyakan apakah kolak pisang masih ada. Jawaban pegawai saya membuat lelaki itu tersenyum. 

Pasalnya, kolak pisang bukan makanan yang mudah kita temukan selain di bulan Ramadhan. Ingin memasaknya pun dirasa sayang jika hanya menginkan sedikit. Menarik napas lega ia membeli dua porsi sambil bercerita bahwa ini adalah permintaan istrinya yang sedang mengandung. Hal yang sering disebut dengan ngidam.

Duh, jadi ngomongin bubur. Kembali ke pertanyaan pegawai yang sempat mengintip judul artikel tadi, ya, sambal ikan pari dan sepiring nasi hangat adalah makanan yang selalu saya rindukan ketika tidak di rumah.

Pertama kali tinggal lama di ibukota ketika melanjutkan bangku kuliah, saya agak shock ketika tidak menemukan ikan sesegar asal daerah saya. Mungkin karena pengaruh laut yang juga ikut tercemar. Pernah ketika menyebrang ke pulau seribu melihat sampah-sampah mengapung yang tentu saja berasal dari daratan. Maka ketika tinggal di Ibukota, saya tidak terlalu suka mengkonsumsi ikan. Ayam dan tempe segera saja menjadi lauk favorit.

Setiap pulang ke Medan, barulah puas-puasin makan ikan. Salah satu ikan yang menjadi favorit saya adalah ikan pari. Ikan yang bentuk aslinya seperti kipas ini paling enak digulai masam khas Melayu.

Gulai disini tidak menggunakan santan loh. Hanya karena berkuah, warga Melayu Medan menyebutnya gulai. Rasanya, asem segar gitu. Masam sama dengan asam. Jadi, layaknya ayur asem, gulai masam ikan pari adalah ikan yang di-sayurasem-i, tentu dengan bumbu berbeda. Asamnya terutama, menggunakan asam buah belimbing kecil atau disebut juga sayur belimbing.

Saya tidak tahu apakah ibu-ibu di luar Medan atau non Melayu tahu bahwa belimbing ini bisa digunakan untuk menghasilkan salah satu masakan yang dijamin bakal nambah-nambah, walau hanya dengan nasi hangat tanpa tambahan lauk lainnya.

Gulai masam ikan pari (sumber foto cookpad)
Gulai masam ikan pari (sumber foto cookpad)

Dengan warna kuahnya yang kuning berasal dari kunyit. Rasa segar dari asam belimbing, membuat lidah kalian merasakan sensasi nikmatnya.

Sst, walau orang Melayu sepakat bahwa pengolahan ikan pari paling enak adalah gulai masam, lidah saya yang sederhana ini lebih menikmati ikan pari disambal. Istilah lainnya adalah balado. Cukup dengan cabe, bawang merah, bawang putih, tomat diblender lalu digoreng dan dimasukkan ikan pari yang sudah digoreng terlebih dahulu membuat saya bisa tamboh beberapa kali.

Sambal ikan pari favorit saya (sumber : cookpad)
Sambal ikan pari favorit saya (sumber : cookpad)

Ikan Mas Arsik dan Adat yang Mengikutinya

Jika kita sudah berkenalan dengan masakan khas melayu Deli, kali ini saya akan mengajak kalian mengenal kearifan lokal olahan ikan dari suku batak. Arsik, mereka menyebutnya. 

Arsik adalah salah satu jenis pengolahan ikan berduri banyak yang sering kita sebut dengan ikan mas. Jika warga Melayu masih mengandalkan ikan laut, karena banyak tinggal di daerah pesisir. Tidak dengan warga batak yang lebih menyukai ikan air tawar. Tapi, jika sudah kita nikmati ikan dengan bumbu yang terbuat dari rempah khas Batak, maka tidak ada kata lain terucap selain enak.

Ikan Mas Arsik
Ikan Mas Arsik

Arsik umumnya digunakan untuk acara adat orang Batak Toba. Dan biasanya berhubungan dengan perayaan sukacita. Misalnya pemberkatan pernikahan, lahir anak baru, parguru malua (naik sidi) untuk menunjukkan si anak sudah bisa lepas tanggung jawab dari orang tua, memasuki rumah baru, sampai ketika sang anak wisuda. 

Arsik selalu menjadi makanan yang dibawa sanak saudara sebagai hadiah untuk keluarga yang sedang bersukacita. Baik itu dari Tulang (pamannya) opung (kakek nya) sampai mertuanya. Dan makanan arsik ini menjadi menu wajib dan forma; yang akan dimakan oleh keluarga tersebut. Misalnya acara pernikahan, arsik itu akan dimakan oleh pengantin dengan satu piring berdua.

Arsik akan menjadi bagian dari adat, karena pasu-pasu (pemberkatan) dari sanak saudara itu biasanya dilakukan bersamaan dengan penyerahan ikan mas arsik kepada mempelai (jika acara pernikahan) dan kepada si anak (jika parguru malua).

Di atas meja itu adalah ikan arsik yang selalu ada dalam acara penting suku Batak (dokpri)
Di atas meja itu adalah ikan arsik yang selalu ada dalam acara penting suku Batak (dokpri)

Pengantin makan arsik berdua (dokpri)
Pengantin makan arsik berdua (dokpri)

Terus terang saya baru mengetahui asal usul cerita mengenai masakan khas batak ini ketika saya 'mewawancarai' tetangga tersebut. Dengan semangat ia menunjukkan foto-foto diatas yaitu pernikahannya pada tahun 1996 silam. 

Tetangga saya lainnya yang seorang batak muslim juga sering memasak lalu memberikan arsik kepada kami. Terakhir, baru dua hari lalu ia mengantarkannya sekalian meminta izin kepada Ayah Ibuku untuk melaksanakan umroh. Walau sayangnya, karena virus corona yang sudah menyebar di Arab Saudi membuat mereka menghentikan sementara para calon tamu Allah Swt, maka keberangkatan tetangga tersebut pun tertunda.

Komposisi khusus untuk arsik juga sangat unik. Untuk memasak arsik memerlukan andaliman, dimana sulit ditemukan di kota-kota lain. Maka dari itu, arsik menjadi satu makanan khas Batak yang sakral dan istimewa di kalangan keluarga besar keluarga Batak Toba. 

Saya cukup hafal dengan salah satu rempah khas batak ini, karena dulu Ibu saya pernah membuka warung. Stock andaliman tidak pernah banyak seperti jahe, kunyit dan berbagai rempah lainnya. Begitupun soal harga yang sedikit lebih tinggi.

Sumber : CNN via Wikimedia
Sumber : CNN via Wikimedia

Mengutip dari wikipedia, andaliman adalah bumbu masak khas Asia yang berasal dari kulit luar buah beberapa jenis tumbuhan anggota marga Zanthoxylum (suku jeruk-jerukan, Rutaceae). Bumbu ini di Indonesia hanya dikenal untuk masakan Batak, sehingga dikenal orang luar daerah ini sebagai 'merica batak'. Masakan khas Batak seperti arsik memerlukan andaliman sebagai bumbu yang tak tergantikan. 

Andaliman memiliki aroma jeruk yang lembut namun 'menggigit' sehingga menimbulkan sensasi kelu atau mati rasa di lidah, meskipun tidak sepedas cabai atau lada. Rasa kelu di lidah ini disebabkan adanya kandungan hydroxy-alpha-sanshool pada rempah tersebut. Selain dalam masakan Batak, penggunaan Andaliman sebagai bumbu masak juga dikenal dalam masakan Asia Timur dan Asia Selatan.

Di tengah gempuran budaya asing, termasuk soal makanan. Banyak para anak muda yang menyukai makanan seafood ala Jepang. Padahal jika dikenalkan dengan olahan ikan khas dari berbagai daerah di Indonesia, lidah kita kemungkinan lebih cocok dan tentu saja bernutrisi tinggi. 

Namun terkadang, banyak pangan lokal yang tidak diketahui, contohnya dua jenis olahan yang sudah saya sebutkan di atas. Belum lagi olahan khas Indonesia timur. Maka, tugas kita adalah mengenalkannya.  

Jadi, siapa disini penggemar olahan ikan? saya tantang kalian untuk mencicipi kedua menu di atas. Beritahu saya, ketika kalian merasa ketagihan setelah mencobanya.

***

My Estafet team

'Tim Tanpa Nama'

Andre Zalukhu, Una Anshari dan Ade Guntur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun