Mohon tunggu...
Umi Latifah
Umi Latifah Mohon Tunggu... Administrasi - Akun sementara

Just be realistic

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemikiran Filsafat Imam Al-Ghazali

8 April 2020   07:57 Diperbarui: 15 Juni 2021   05:32 17052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemikiran Filsafat Imam Al-Ghazali. | Kompas

Pentingnya kritiknya tersebut terletak pada demonstrasi filosofisnya yang menyatakan argumen --argumen yang dikemukakan para filosofof metafisis tidak dapat bertahan dalam pengujian. Namun di sisi lain, ia juga dipaksa mengakui bahwa kepastian-kepastian agama seperti kebenaran wahyu, alam gaib, dan kenabian tidak dapat diperoleh dengan pembuktian nalar.

Pencarian kebenaran Al-Ghazali ini kemudian dilakukan selama 10 tahun di menara masjid Damaskus. Setelah melakukan suluk sufinya, pemikiran Al-Ghazali yang sebelumnya banyak dihiasi dengan argumentasi teologis dan filsofis mendapatkan warna baru dengan sentuhan sufistik. Hal ini semakin melengkapi konstruk rancang bangun pemikirannya. Atas kecemerlangannya, julukan hujjatul Islam disematkan kepada Al-Ghazali sebagai apresiasi karya-karyanya yang sangat ensiklopedis.

Krisis itu tidak lebih dari pada dua bulan. Setelah itu, ia memperdalam studi tentang sekte-sekte teologi, ilmu kalam, falsafah serta menulis berbagai kitab dalam bidang falsafah, batiniyyah, fiqh dan lain-lain. Namun, Al-Ghazali tidak merasa puas terhadap kerjanya itu, lalu ia meninggalkan kota Baghdad menuju Damaskus, di mana ia tinggal selama lebih kurang dua tahuh. Dalam masa ini, ia menghabiskan waktunya untuk berkhalwah dan beribadah serta beri'tikaf di Mesjid kota ini, mengurung diri di menara mesjid pada waktu siang hari. Lalu ia berpindah ke Baitulmakdis untuk melanjutkan khalwah dan ibadahnya kepada Allah.

Dalam usia 55 tahun al-Ghazali meninggal dunia di Thus pada 14 Jumadil akhir 550 H, 19 Desember 1111 M dengan dihadapi oleh saudara laki-lakinya Abu ahmad Mujjidduddin. Jenazahnya dimakamkan di sebelah timur benteng di makam Thaberran bersisian dengan makam penyair besar Firdausi.

Baca juga: Filsafat Timur dan Barat, Antara Moral dan Rasionalitas

2.      Al-Ghazali Seorang Filosof?
Polemik Al-Ghazali dengan para filosof, yang ia tuliskan dalam karyanya yang terkenal, Tahafut al-Falasifah membuat sebagian orang memandang bahwa Al-Ghazali adalah orang yang anti filsafat, anti rasio, dan seorang ulama orthodoks semata. Dari sini kemudian Al-Ghazali banyak mendapat kecaman karena dituding sebagai seorang yang bertanggung jawab memundurkan capaian intelektual umat Islam. Dalam buku tersebut Al-Ghazali menerangkan kelemahan-kelemahan argumentasi para filosof. 

Apakah mungkin satu karya yang mengkritik filsafat dapat disebut sebagai buku filsafat?  Al-Ghazali sendiri beberapa kali kesempatan mengatakan bahwa tujuannya menulis buku tersebut memang untuk merobohkan bangunan filsafat. Lantas apakah mungkin pengarang seperti ini dapat digolongkan sebagai seorang filosof ?

Jawaban dari persoalan ini bisa dilihat dari dua sisi. Pertama apabila filsafat diartikan sebagai aliran pemikiran Ibnu Sina dan Al-Farabi serta beberapa pemikir sealiran yang berbicara masalah-masalah ketuhanan, metafisika, jiwa manusia, tanpa melihat proses deduksi dan metode yang digunakan, maka bisa dikatakan bahwa Al-Ghazali bukanlah seorang filosof dan buku karyanya tersebut bukanlah buku filsafat, karena berisi hantaman terhadap pemikiran kedua tokoh filsafat tersebut.

Dasar dari argumen pertama ini dapat dipertanyakan, yaitu apakah lapangan filsafat hanyalah apa-apa yang dibicarakan oleh Al-Farabi dan Ibnu Sina saja? Bagaimana dengan pendapat para filosof lainnya? Apakah bidang garapan filsafat hanya terbatas pada persoalan metafisika semata? Lalu jika tujuan berfilsafat adalah dalam rangka mencapai kebenaran lewat akal, maka apakah yang dilakukan Al-Ghazali bukan sebuah bentuk pencarian kebenaran melalui logika?

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan diatas dapat diuraikan lebih jelas apabila kita membuka simpul ikatan yang mengunci bidang kajian filsafat terbatas pada masalah ketuhanan dan metafisika saja. Jika kita perluas pengertian filsafat sebagai usaha untuk menemukan kebenaran menggunakan akal, maka upaya Al-Ghazali ini bisa dikatakan sebagai upaya filosofis. Pendapat-pendapat dalam disiplin filsafat sangatlah beragam, akan sangat mengherankan apabila dibatasi hanya pada Al-Farabi dan Ibnu Sina, meskipun kita tidak dapat menyangkal kebesaran kedua sosok pemikir muslim tersebut.

Dalam buku tahafutnya tersebut Al-Ghazali menunjukkan bahwa argumen-argumen yang disebutkan oleh Al-Farabi dan Ibnu Sina penuh dengan kerancuan. Al-Ghazali melontarkan kritikannya tersebut melalui metode yang sama dengan yang digunakan Ibnu Sina. Bahkan beberapa penstudi menyatakan bahwa argumentasi yang diberikan Al-Ghazali jauh lebih detail dan mendalam dari Ibnu Sina dan Al-Farabi. Jadi dapat dilihat disini bahwa kritikan Al-Ghazali bisa digolongkan ke dalam usaha filsofis karena melihat dari metode dan tujuan yang hendak diraihnya.
Dalam lapangan filsafat, tradisi kritisisme merupakan salah satu tradisi yang lumrah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun