"Siapa aku?" Pertanyaan sederhana ini terdengar biasa, tapi sesungguhnya mampu mengguncang hidup manusia. Sejak ribuan tahun lalu, pertanyaan ini menghantui pencari kebenaran, dari Siddhartha Gautama di India kuno hingga kita hari ini di era gawai.
Ego: Si Aku yang Rapuh
Dalam hidup sehari-hari kita sering merasa punya "aku" yang jelas: tubuh ini, nama ini, pekerjaan, status, atau peran sosial. Inilah yang disebut ego. Tapi semua itu rapuh: tubuh menua, hubungan berakhir, karier bisa runtuh, bahkan nama bisa dilupakan.
Ego berpegang pada semua itu dan berteriak: "Ini milikku! Ini diriku!" Dari situlah lahir penderitaan. Saat tubuh sakit, kita merasa "saya menderita." Saat kehilangan orang tercinta, kita merasa "saya hancur." Padahal, semua hanyalah perubahan alami yang terus berlangsung.
Tiga Kebenaran yang Membebaskan
Buddha mengajarkan tiga karakter dasar hidup:
Anicca --- segala sesuatu tidak kekal.
Dukkha --- ada ketidakpuasan dalam setiap pengalaman.
Anatt --- tidak ada "aku" yang tetap dan abadi.
Tiga prinsip ini bukan dogma, melainkan cara melihat kenyataan. Begitu dipahami, kita tidak lagi menuntut hidup selalu sesuai keinginan ego.
Borobudur: Belajar Memberi, Belajar Melepas