Mohon tunggu...
Umar Sofii
Umar Sofii Mohon Tunggu... Bukan Siapa-siapa

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Konsep Berpikir Karma - Phala

16 Juni 2025   04:03 Diperbarui: 16 Juni 2025   04:03 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum membahas lebih jauh, terlebih dahulu kita perlu memahami istilah *karma-phala*. *Karma* berarti perbuatan atau tindakan, sedangkan *phala* berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti "buah". Dalam konteks ini, *karma-phala* dapat diartikan sebagai buah atau hasil dari suatu perbuatan, baik itu perbuatan yang dilakukan melalui pikiran, ucapan, maupun tindakan fisik.

Dalam relief yang terukir pada dinding Candi Borobudur, yang merupakan bagian dari kisah *Lalita Vistara*, digambarkan bahwa setiap citta (niat atau pikiran) yang muncul dari benak, segala ucapan yang keluar dari mulut, serta seluruh tindakan yang dilakukan akan menghasilkan *phala*, yaitu konsekuensi atau hasil dari perbuatan tersebut.

Misalnya, *karma* yang berasal dari pikiran---meskipun belum diwujudkan dalam bentuk ucapan atau tindakan---juga memiliki *phala*. Jika pikiran tidak sadar terhadap apa yang dipikirkannya, misalnya teringat masa lalu yang menyedihkan, maka hal itu bisa menghasilkan penyesalan. Sebaliknya, jika pikiran teringat pada kenangan indah, hal itu dapat menghasilkan lamunan. Demikian pula, jika pikiran selalu cemas menghadapi masa depan, maka akan menghasilkan kegelisahan. Oleh karena itu, disarankan untuk berpikir yang baik-baik saja, yakni dengan menjaga kesadaran terhadap kondisi saat ini dan fokus pada apa yang sedang dilakukan. Jangan sampai pikiran bekerja secara otomatis tanpa kita sadari.

Hal ini juga berlaku pada ucapan. *Karma-phala* dari ucapan sering kali langsung terbukti. Contohnya, jika seseorang tiba-tiba mengatakan sesuatu yang bersifat menghina kepada orang yang tidak dikenal, mungkin saja ia akan langsung mendapat reaksi negatif, seperti tamparan.

Lebih lagi jika *karma* itu berupa tindakan fisik, maka *phala*-nya pun bisa dirasakan seketika. Misalnya, jika seseorang tiba-tiba menampar orang lain, sangat mungkin orang tersebut akan langsung membalas tindakan tersebut.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menyelaraskan antara pikiran, ucapan, dan perbuatan dalam satu kesadaran yang dapat kita kendalikan. Dalam relief *Karma-Phala* di Candi Borobudur, juga digambarkan konsekuensi dari perbuatan manusia, baik yang berupa *phala surga* dengan segala kenyamanan dan kemewahannya, maupun gambaran siksa *naraka* (neraka) dengan berbagai bentuk hukuman yang mengerikan.

Inilah pesan moral yang ingin disampaikan melalui relief *Karma-Phala* yang terdapat di dinding Candi Borobudur: bahwa setiap perbuatan, sekecil apa pun, pasti akan memiliki akibatnya sendiri. Dengan demikian, manusia didorong untuk senantiasa menjaga pikiran, ucapan, dan perbuatannya agar selaras dengan nilai-nilai kebajikan.

---

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun