Aku mengangguk.
Kami berjalan berdua, meninggalkan keluarganya yang masih duduk santai di bangku kayu.
Di puncak bukit, kami duduk di bangku kayu tua yang sama. Langit kembali jernih, dan bintang pertama mulai muncul.
"Aku bangga sama kamu tadi," ucap Haning sambil menatapku. "Kamu nggak mundur. Kamu bicara dengan hati."
Aku tersenyum kecil. "Aku juga takut. Tapi aku tahu, kalau aku benar-benar serius dengan kamu, aku harus melewati ini semua."
Ia menghela napas panjang. "Aku juga nggak akan pernah bisa menghapus masa lalu. Tapi sekarang, aku tahu satu hal..."
Ia menatapku dalam-dalam.
"...kalau kamu adalah bagian dari masa depanku."
Aku menatap matanya. Tidak ada keraguan di sana. Hanya ketulusan. Dan harapan.
Kami duduk berdekatan, diam tanpa banyak kata. Di bawah langit yang sama. Di tengah lembah yang sama. Dua jiwa yang pernah luka, kini mencoba pulih bersama.
---