Gelombang demo yang terjadi sejak 25 Agustus, 28 Agustus hingga 29 Agustus di depan gedung DPR RI dan Polda Metro Jaya telah mengubah wajah serta ritme kehidupan warga Jakarta.
Sebagai pekerja di Jakarta, saya diminta untuk bekerja dari rumah alias work from home (WFH) per 29 Agustus kemarin. Kebijakan WFH ini diambil untuk mengantisipasi sulitnya akses transportasi untuk berangkat maupun pulang dari Jakarta.
Kebijakan ini pun berlanjut di tanggal 1 dan 2 September setelah Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Surat Edaran himbauan untuk WFH.
Aksi demonstrasi memang bukan baru terjadi satu atau dua kali di Jakarta. Sebagai mantan ibukota dan kini masih berstatus ibukota sementara, Jakarta seringkali disambangi untuk menyuarakan pikiran rakyat. Sayangnya dalam demo, aksi vandalisme berupa corat-coret hingga pembakaran kerap kali dilakukan.
Lingkungan Turut Jadi Korban
Melansir laporan @jktinfo di media sosial Instagram, terlihat bangunan MRT Istora Mandiri yang dicorat-coret dengan cat pilok. Beberapa tiang penopang dan kacanya pun dipecahkan hingga serpihan tersebut berhambur dan mengotori jalanan sekitar.
Di liputan lain, terlihat aksi pembakaran beberapa halte Transjakarta. Menurut laporan Kompas TV, setidaknya ada enam halte yang hangus terbakar, yaitu Halte Polda Metro Jaya, Halte Senen Toyota Rangga, Halte Sentral Senen, Halte Senayan Bank DKI, Halte Gerbang Pemuda, dan Halte Bundaran Senayan. Sementara 16 halte lainnya
Aksi perusakan alias vandalisme yang terjadi di stasiun MRT maupun halte Transjakarta tentu sangat merusak pemandangan dan fungsi dari bangunan itu sendiri.
Beberapa layanan bus dan MRT bahkan sempat memberhentikan operasinya akibat akses yang tidak memungkinkan. Hal ini tentu merugikan masyarakat maupun pekerja yang sangat bergantung pada transportasi publik.
Antipati dengan Perusakan Lingkungan Harus, Antipati dengan Demo Jangan!
Gencar beredar kabar bahwa aksi perusakan lingkungan ini sebenarnya bukan dilakukan oleh kalangan pendemo, melainkan perusuh yang sengaja dibayar suatu oknum.