Adalah awan yang menjelma gula-gula
serupa kapas
sehalus napas
Tempat pelarian bagi riuh rendah jalanan
klakson motor di perempatan
derum truk kelebihan muatan
gemericik kaleng pengamen
bujuk rayu pengasong
pluit tukang parkir
suara hati orang yang enggan membayar parkir:
dasar jelangkung!Â
datang tak menyetor hidung, pulang tangan menampung
Di tanah ini, napas bercampur
dihempas oleh kabut
dihirup oleh laut
dibuang si kenyang
dilahap si lapar
Orang-orang bertukar kata
bertukar rasa
bertukar nasib
nasib baik
nasib buruk
nasib tanpa huruf b yang dijaja bersama lauk pauk
Bumi yang padat
masih saja bertambah sepat
setiap hari manusia mengeluh
aduh!
hari ini karena
tersandung batu
selumbari karena lupa
mengunci pintu
lusa siang
karena kehabisan uang
Mungkin itu sebabnya para pemuka berseru:
bukankah awan tidak ada yang punya?
Lihat para burung itu!
Lihat para bangau!
Lihat para merpati!
Lihat para naga!Â
(tidak, tidak ada naga di dunia ini)
Jika mereka bisa berkelana di atas awan, mengapa manusia tidak?
Sepanca windu kemudian
pesawat berterbangan
di atas kepalamu
membelah gula-gula
memelintir gendang telinga
hooi pesawat, turunkan uang!
Namun sekalipun tak pernah
kau kedapatanÂ
uang
mungkin karena ia hanya
benda besar yang
bisa melayang
seperti topi pesulap
dalam mantra adakadabra
Mungkin pesawat juga punya mantraÂ
begitu pikirmu
hanya saja lebih panjang
dirapal lebih khusyuk
oleh lebih banyak pesulap
Sewindu setelahnya kau sadar
bahwa kau tidak dapat melihat siapa
dan apa dari atas sini
semuanya begitu kecil
lebih lagi untuk melihat anak kecil