Deret atap rumah
menara tempat ibadah
pohon kecapi yang sering kau curi buahnya
tiang sutet
gedung pencakar kota
hanya serupa garis dan titik
dalam morse pramuka
yang lamat-lamat kabur
tertutup kabut
Di atas sini kau tidak
perlu mendongak
(yang sering membuat
lehermu pegal-pegal)
untuk melihat awan
Kini, gula-gula
serupa kapas
sehalus napas
itu berada di bawah
pandangmu
melayang tanpa mantra
adakadabra
Selintas pikiran untuk menidurkan
diri di sana
mungkin sekalian membangun rumah
kau tidak akan pusing lagi
dengan kuota internet
tagihan yang berentet
juga pompa air
yang sering macet
Karena di atas sini
yang khayali menjadi nyata
yang nyata menjadi maya
hingga kau lupa siapa
yang benar-benar menjadi apa
Jangan-jangan kehidupan di atas awan
yang sebenar-benarnya hidup
Dan kehidupanmu di bumi
hanya kilasan imaji
mimpi-mimpi tak selesai
baris syair yang ditinggal penyair
serupa kalimat tak jadi
seperti kasih tak sampai
O, bukankah kehidupan di dunia adalah
permainan dan senda gurau?
Namun adalah manusia
yang senang bersenang-senang
nyenyak dalam nyanyian
pengantar tidur
dan guling
dan bantal
dan selimut
yang empuk
Lupa jika di atas bumi
masih bergantung awan
yang berisi hujan
dan kepingan
kenangan
yang belum selesai
Pesawat berguncang
kilas turbulensi membuatmu
merapal zikir
berpikir
jika hidupmu imaji
kau memohon untuk menjalankannya
sekali lagi
kali ini, lebih benar
Kau berjanji untuk menjadi
pemasak yang jujur
tetangga yang rukun
kakak yang akur
tidak misuh-misuh
terlebih kepada pencari rusuh