Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Pilihan

Gula Gula Awan

28 September 2021   16:00 Diperbarui: 28 September 2021   16:05 350 47
Adalah awan yang menjelma gula-gula
serupa kapas
sehalus napas

Tempat pelarian bagi riuh rendah jalanan
klakson motor di perempatan
derum truk kelebihan muatan
gemericik kaleng pengamen
bujuk rayu pengasong
pluit tukang parkir
suara hati orang yang enggan membayar parkir:
dasar jelangkung! 
datang tak menyetor hidung, pulang tangan menampung

Di tanah ini, napas bercampur
dihempas oleh kabut
dihirup oleh laut
dibuang si kenyang
dilahap si lapar

Orang-orang bertukar kata
bertukar rasa
bertukar nasib
nasib baik
nasib buruk
nasib tanpa huruf b yang dijaja bersama lauk pauk

Bumi yang padat
masih saja bertambah sepat
setiap hari manusia mengeluh
aduh!
hari ini karena
tersandung batu
selumbari karena lupa
mengunci pintu
lusa siang
karena kehabisan uang

Mungkin itu sebabnya para pemuka berseru:
bukankah awan tidak ada yang punya?
Lihat para burung itu!
Lihat para bangau!
Lihat para merpati!
Lihat para naga! 
(tidak, tidak ada naga di dunia ini)
Jika mereka bisa berkelana di atas awan, mengapa manusia tidak?

Sepanca windu kemudian
pesawat berterbangan
di atas kepalamu
membelah gula-gula
memelintir gendang telinga
hooi pesawat, turunkan uang!

Namun sekalipun tak pernah
kau kedapatan 
uang
mungkin karena ia hanya
benda besar yang
bisa melayang
seperti topi pesulap
dalam mantra adakadabra

Mungkin pesawat juga punya mantra 
begitu pikirmu
hanya saja lebih panjang
dirapal lebih khusyuk
oleh lebih banyak pesulap

Sewindu setelahnya kau sadar
bahwa kau tidak dapat melihat siapa
dan apa dari atas sini
semuanya begitu kecil
lebih lagi untuk melihat anak kecil

Deret atap rumah
menara tempat ibadah
pohon kecapi yang sering kau curi buahnya
tiang sutet
gedung pencakar kota
hanya serupa garis dan titik
dalam morse pramuka
yang lamat-lamat kabur
tertutup kabut

Di atas sini kau tidak
perlu mendongak
(yang sering membuat
lehermu pegal-pegal)
untuk melihat awan

Kini, gula-gula
serupa kapas
sehalus napas
itu berada di bawah
pandangmu
melayang tanpa mantra
adakadabra

Selintas pikiran untuk menidurkan
diri di sana
mungkin sekalian membangun rumah
kau tidak akan pusing lagi
dengan kuota internet
tagihan yang berentet
juga pompa air
yang sering macet

Karena di atas sini
yang khayali menjadi nyata
yang nyata menjadi maya
hingga kau lupa siapa
yang benar-benar menjadi apa

Jangan-jangan kehidupan di atas awan
yang sebenar-benarnya hidup
Dan kehidupanmu di bumi
hanya kilasan imaji
mimpi-mimpi tak selesai
baris syair yang ditinggal penyair
serupa kalimat tak jadi
seperti kasih tak sampai

O, bukankah kehidupan di dunia adalah
permainan dan senda gurau?

Namun adalah manusia
yang senang bersenang-senang
nyenyak dalam nyanyian
pengantar tidur
dan guling
dan bantal
dan selimut
yang empuk

Lupa jika di atas bumi
masih bergantung awan
yang berisi hujan
dan kepingan
kenangan
yang belum selesai

Pesawat berguncang
kilas turbulensi membuatmu
merapal zikir
berpikir
jika hidupmu imaji
kau memohon untuk menjalankannya
sekali lagi
kali ini, lebih benar

Kau berjanji untuk menjadi
pemasak yang jujur
tetangga yang rukun
kakak yang akur
tidak misuh-misuh
terlebih kepada pencari rusuh

Pada suatu jangka kala
kau mungkin akan meminta
dianugerahi mantra
adakadabra
sehingga ketika
bumi terasa penuh
kau bisa terbang
begitu saja
menuju gula-gula

28 September 2021/TS

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun