Di matamu yang tertimbun oleh berita-berita
ada mata negara yang suka sekali mencari muka.
Negara seringkali sama saja: politisi yang buta kuasa
tanpa sempat membaca ulang kisah-kisah patah hati warga
atau betapa tololnya dia ketika memaksa.
Negara selalu ingin dinilai berjasa,
terutama kepada angkatan muda
Sebab itu, negara memberi makan di sekolah.
Sekolah sudah menyuap anak-anak dengan kurikulum hampa,
jadi waktunya memberi makan kepada badan lelah—
aah, negara memang selalu lihai membuat celah
dan cara mengisinya.
Kadang, negara juga meringankan pajak orang-orang kaya.
Saya kurang suka ini karena bapak tidak bisa ikut serta,
padahal dia warga negara sejak orde lama—
bapak terlalu kere, tidak ada cita-cita, cuma punya satu anak
yang mewarisi nasibnya: kuli angkut pelabuhan tua
Baru baru ini, saya mendengar dari radio bapak,
negara punya rencana baru--briliant! kata politisi pendukung
“Negara meminta kepada warga, semua tanpa tersisa,
Bahkan bayi yang baru menetek sebulan susu ibunya.
Kita akan bikin upacara. Semua wajib menjadi peserta.”
Upacara seperti apa, seperti di sekolah?
“Bukan, bukan. Bukan upacara di sekolah,
bukan pula di jawatan pemerintah.
Ini upacara untuk melupakan semua masalah.”
Woooh, Bapak bisa ikutan, dong.
mungkin di sana, penderitaannya bisa diselesaikan.
“Ini adalah upacara terbesar dalam sejarah manusia,
Upacara Buang Air Besar.”