Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Darurat Baca Pejabat: Belajar Kepemimpinan dari Buku Pemimpin adalah Pemimpi

9 Oktober 2025   14:40 Diperbarui: 9 Oktober 2025   14:40 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemimpin tanpa literasi hanyalah pejabat, bukan pembawa perubahan. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

 

Seberapa Dekat Pejabat Kita dengan Buku?

Pertanyaan ini mencuat ketika warganet ramai menyoroti kebiasaan pejabat yang gemar pamer kemewahan, tetapi hampir tak pernah pamer buku. Ironis, sebab dari bacaanlah lahir gagasan besar yang dibutuhkan untuk memimpin bangsa dan melahirkan kebijakan yang berpihak pada rakyat.

Tanpa literasi, pejabat hanya akan melahirkan kebijakan reaktif, dangkal, dan jangka pendek. Kita pun layak bertanya: jika membaca satu buku saja sulit, bagaimana pejabat bisa mengelola kompleksitas negara selama lima tahun masa jabatan? Mungkinkah kebijakan yang lahir benar-benar visioner?

Menemukan Kembali Buku Lama

Pertanyaan inilah yang membuat saya teringat pada sebuah buku kepemimpinan yang sudah lama saya beli, tepatnya tahun 2008. Setelah bertahun-tahun tersimpan di rak perpustakaan rumah, akhirnya pagi tadi saya menemukannya kembali.

Buku itu berjudul “Pemimpin adalah Pemimpi (Leaders Are Dreamers): 10 Langkah Menjadi Pemimpin Berhasil” karya Prof. Ir. Samuel H. Tirtamihardja, MSc. Buku ini adalah edisi kedua dari Seri Kepemimpinan – 1. 

Membuka ulang lembar-lembar buku itu seperti bertemu sahabat lama yang ternyata masih relevan dengan kondisi saat ini.

Dari rak buku ke ruang kebijakan: mimpi jadi nyata bila pemimpin mau belajar. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 
Dari rak buku ke ruang kebijakan: mimpi jadi nyata bila pemimpin mau belajar. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Mengapa Banyak Pemimpin Gagal?

Buku ini menyoroti penyebab kegagalan pemimpin. Menariknya, bukan karena kurang pintar, tetapi lebih pada sikap dan karakter.

Ada pemimpin yang gagal karena arogansi (merasa paling benar), habitual distrust (selalu curiga), atau excessive caution (takut mengambil keputusan). Ada pula yang terjebak dalam perfectionism dan eagerness to please, yang ironisnya justru melemahkan.

Jika melihat daftar ini, saya merasa seperti sedang bercermin pada fenomena kepemimpinan kita hari ini. Betapa sering publik menemukan gejala-gejala serupa dalam perilaku pejabat.

PRO: Prinsip Pemimpin Profesional

Buku ini mengusulkan prinsip PRO sebagai ciri pemimpin sejati:

  • Persistence: pantang menyerah, konsisten, fokus pada tujuan.
  • Rewarding: memberi penghargaan, mendorong tim, membangun motivasi.
  • Organizing: kreatif dan inovatif dalam mengatur strategi agar rencana bisa diwujudkan.

Tiga hal sederhana ini ternyata sangat fundamental. Bagi saya pribadi, poin organizing sangat menohok. Betapa sering kita punya ide bagus, tapi gagal mengeksekusinya karena tidak terorganisasi dengan baik.  Tanpa PRO, kepemimpinan akan mudah goyah dan kehilangan arah.

Organizing menohok: ide bagus tak berarti jika gagal dieksekusi. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 
Organizing menohok: ide bagus tak berarti jika gagal dieksekusi. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Relevansi di Masa Kini

Ada kutipan Darwin dalam buku ini yang terasa kontekstual:

“It is not the strongest nor the most intelligent that survives, but the one that is most adaptable to change.”

Pesan itu menegaskan bahwa pemimpin sejati bukanlah yang paling kuat atau paling pintar, melainkan yang mampu beradaptasi. Di tengah perubahan cepat akibat digitalisasi, ketidakpastian global, dan krisis multidimensi, kemampuan adaptasi inilah yang justru jarang terlihat dari para pejabat kita.

Krisis multidimensi butuh pemimpin adaptif, bukan sekadar pintar gaya. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 
Krisis multidimensi butuh pemimpin adaptif, bukan sekadar pintar gaya. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Membaca sebagai Cermin Diri

Membaca ulang buku ini membuat saya sadar, buku lama bisa memberi makna baru seiring perjalanan hidup kita. Buku tidak berubah, tapi diri kita yang berubah, sehingga tafsir dan refleksinya semakin dalam.

Dan inilah yang semestinya juga terjadi pada pejabat. Membaca buku bukan sekadar menambah pengetahuan, tetapi juga sarana bercermin, merendahkan hati, dan mengasah kebijakan.

Penutup

Mungkin benar, pejabat memang darurat baca. Karena tanpa literasi, sulit berharap lahirnya kebijakan publik yang berkualitas. Siapa tahu, dari buku-buku kepemimpinan yang nyaris terlupakan, para pejabat justru menemukan kompas untuk memimpin dengan bijak.

Nah, bagaimana menurut teman-teman Kompasianer? Kalau boleh memilih, buku apa yang paling wajib dibaca pejabat kita? Apakah tentang leadership biar tidak asal gaya, tentang public speaking biar tidak asal bunyi, atau tentang kebijakan publik biar tidak asal ide?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun