Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Dasamuka, Level Ekstrem dari Sugar Coating?

9 Oktober 2025   05:05 Diperbarui: 9 Oktober 2025   15:45 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dua eksekutif kantor tengah berbincang(Dok. Shutterstock via kompas.com)

Saya pernah mengalami sendiri bagaimana rasanya menjadi korban “Dasamuka” di tempat kerja. Sosok bermuka manis, penuh pujian, namun di baliknya ada manipulasi yang membuat saya merasa terkendali oleh kata-kata. Dari pengalaman itu, saya sadar betapa sugar coating bisa menjadi senjata berbahaya bila dipakai secara berlebihan.

Dalam dunia kerja modern, kita sering mendengar istilah sugar coating. Sederhananya, ini adalah seni memaniskan kata-kata agar terdengar menyenangkan, meski kenyataannya tidak selalu seindah itu. 

Fenomena ini kerap dijumpai di kantor: rekan kerja yang begitu lihai berbasa-basi, memuji atasan dengan bahasa manis, atau mengemas kritik dalam kalimat lembut agar tidak menyinggung, atau dengan kata lain "menjilat".

Namun, di balik wajah ramah sugar coating, ada sisi yang bisa terasa menjengkelkan. Kata-kata yang terlalu manis justru menimbulkan rasa tidak nyaman, bahkan bisa dianggap sebagai bentuk ketidakjujuran. 

Jika ditarik ke ranah budaya, sebenarnya kisah pewayangan telah lama menghadirkan contoh ekstrem dari sugar coating- yakni tokoh Dasamuka (Rahwana) dalam epos Ramayana.

Pertanyaannya, apakah Dasamuka bisa dianggap sebagai bentuk sugar coating level paling ekstrem?

Sugar Coating: Manis di Bibir, Hambar di Hati

Sugar coating dalam komunikasi bukan sekadar basa-basi. Ia adalah strategi: bagaimana menghaluskan pesan, memoles kata-kata agar lebih enak didengar, bahkan kadang untuk menutupi fakta yang sebenarnya pahit. 

Dalam batas tertentu, hal ini bisa bermanfaat. Namun, ketika sugar coating dipakai berlebihan, tujuan komunikasi bisa berubah. Alih-alih memberi solusi, justru muncul manipulasi. Kata-kata manis bisa dipakai untuk mencari muka, menyenangkan atasan, atau bahkan menyembunyikan niat buruk. 

Di titik inilah sugar coating menimbulkan dilema etis: apakah itu keterampilan komunikasi, atau sekadar cara licik untuk mencapai tujuan pribadi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun