Bagi saya, kopi bukan sekadar minuman. Ia teman kerja, penyemangat pagi, sekaligus penghibur saat lelah. Anehnya, tidak semua jenis kopi memberi dampak yang sama pada tubuh saya. Segelas kopi hitam murni (tubruk) buatan sendiri bisa saya nikmati tanpa masalah, bahkan tak mengganggu waktu tidur.
Namun, begitu saya menenggak kopi kemasan sachet, tubuh saya justru bereaksi berbeda: jantung berdebar, kantuk hilang, dan tidur baru datang menjelang pagi.
Pengalaman ini membuat saya bertanya-tanya. Mengapa kopi murni terasa lebih “ramah”, sementara kopi sachet justru menghadirkan masalah?
Filosofi Kopi bagi Masyarakat Indonesia
Di Indonesia, kopi bukan sekadar minuman pengusir kantuk. Ia bagian dari budaya, simbol kebersamaan, sekaligus penanda waktu. Di desa, secangkir kopi hitam sering hadir di meja ruang tamu sebagai tanda keramahan tuan rumah. Di kota, kopi menjelma gaya hidup: nongkrong di kafe sambil bekerja atau bercengkerama.
Kopi juga menyatukan generasi. Orang tua terbiasa menyesap kopi tubruk di teras rumah, sementara anak muda memilih espresso atau latte di kedai modern. Namun esensinya tetap sama: kopi adalah medium untuk berbagi cerita, melepas penat, dan menemukan jeda di tengah hiruk pikuk kehidupan.
Tak heran, banyak orang mengaku harinya terasa belum lengkap tanpa secangkir kopi. Ia bisa hadir di pagi untuk menyambut aktivitas, siang untuk menambah semangat, bahkan malam untuk menemani obrolan panjang. Namun, justru pada titik inilah kopi kerap menunjukkan sisi lain: rasa segar yang berlebihan, mata yang enggan terpejam, hingga tidur yang hilang entah ke mana.
Fenomena ini kembali mengingatkan kita: dampak kopi pada tubuh dan tidur ternyata tidak sama bagi setiap orang.
Rahasia di Balik Rasa Pahit
Kopi murni umumnya hanya berisi biji kopi yang digiling dan diseduh. Rasanya pahit, aromanya kuat, dan kandungan kafeinnya jelas terasa. Sebaliknya, kopi sachet instan biasanya dicampur dengan gula, krimer, perasa, bahkan pengawet agar lebih praktis dan manis di lidah.