Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perpustakaan Sekolah adalah Jantung Intelektual Sekolah

20 Agustus 2025   14:20 Diperbarui: 20 Agustus 2025   17:08 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Perpustakaan yang modern dengan penataan buku yang rapi. (Sumber: Dok.Pribadi/Tupari)

"Perpustakaan sekolah kita sudah mati, kita hanya belum menguburnya. Bagaimana mungkin kita berharap generasi Z mencintai literasi, jika ruang baca mereka tak berubah sejak era televisi tabung?" 

Coba masuk ke perpustakaan sekolah hari ini. Aroma buku lama, meja beratap debu, dan rak-rak yang sunyi. Seolah waktu berhenti di tahun 90-an. Padahal, siswa yang datang, jika masih ada yang datang, adalah generasi Z yang hidup dengan layar, scroll, dan swipe. Lalu kita heran: kenapa perpustakaan sepi?

Di banyak sekolah, perpustakaan masih dianggap sebagai pelengkap. Ruang yang wajib ada, tapi tak pernah sungguh-sungguh diberi napas baru. Buku-bukunya mungkin masih disusun dengan sistem katalog konvensional, ruangannya kaku, dan suasananya kering tanpa aktivitas. Bahkan, tidak jarang perpustakaan hanya ramai saat jam pelajaran usai dan digunakan sebagai ruang tunggu, bukan sebagai tempat eksplorasi intelektual.

Ironisnya, di tengah ledakan informasi digital, keberadaan perpustakaan justru semakin penting. Tapi tentu bukan perpustakaan yang pasif, menunggu siswa datang. Yang dibutuhkan adalah perpustakaan yang aktif mengundang, menarik, bahkan menggoda.

Namun, saya terkesima ketika melihat perpustakaan di sebuah SMA swasta di Bandar Lampung yang berani keluar dari konsep perpustakaan yang kaku. Sekolah ini membaca kebutuhan siswa zaman sekarang dengan jeli bahwa perpustakaan bukan hanya soal buku, tapi soal ruang yang hidup.

Bukan hanya karena desainnya yang menarik dan Instagramable, tetapi karena ruang ini terasa dipikirkan. Ada sudut baca yang nyaman, ada ruang diskusi dengan pencahayaan hangat, dan yang paling penting: ada suasana yang membuat siswa ingin berlama-lama.

Perpustakaan ini tidak memaksa diam, tetapi mengundang interaksi. Tidak hanya menyimpan pengetahuan, tetapi membuka peluang belajar. Bagi saya, ini bukti bahwa ketika sekolah benar-benar peduli pada perpustakaan, siswa bisa kembali jatuh cinta pada literasi.

Membaca Ulang Fungsi Perpustakaan

Selama ini banyak yang terlalu terpaku pada gambaran klasik: perpustakaan = tempat membaca buku. Padahal, di tangan generasi Z, fungsi perpustakaan bisa diperluas menjadi:

  1. Tempat belajar mandiri dan kelompok.
    Dengan ruang yang nyaman, tersedianya koneksi internet, dan fasilitas belajar seperti whiteboard atau smart TV, siswa bisa menggunakan perpustakaan untuk belajar bersama, berdiskusi, atau bahkan mengerjakan proyek kolaboratif.

  2. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    6. 6
    7. 7
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
    Lihat Pendidikan Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun