"Perpustakaan sekolah kita sudah mati, kita hanya belum menguburnya. Bagaimana mungkin kita berharap generasi Z mencintai literasi, jika ruang baca mereka tak berubah sejak era televisi tabung?"Â
Coba masuk ke perpustakaan sekolah hari ini. Aroma buku lama, meja beratap debu, dan rak-rak yang sunyi. Seolah waktu berhenti di tahun 90-an. Padahal, siswa yang datang, jika masih ada yang datang, adalah generasi Z yang hidup dengan layar, scroll, dan swipe. Lalu kita heran: kenapa perpustakaan sepi?
Di banyak sekolah, perpustakaan masih dianggap sebagai pelengkap. Ruang yang wajib ada, tapi tak pernah sungguh-sungguh diberi napas baru. Buku-bukunya mungkin masih disusun dengan sistem katalog konvensional, ruangannya kaku, dan suasananya kering tanpa aktivitas. Bahkan, tidak jarang perpustakaan hanya ramai saat jam pelajaran usai dan digunakan sebagai ruang tunggu, bukan sebagai tempat eksplorasi intelektual.
Ironisnya, di tengah ledakan informasi digital, keberadaan perpustakaan justru semakin penting. Tapi tentu bukan perpustakaan yang pasif, menunggu siswa datang. Yang dibutuhkan adalah perpustakaan yang aktif mengundang, menarik, bahkan menggoda.
Namun, saya terkesima ketika melihat perpustakaan di sebuah SMA swasta di Bandar Lampung yang berani keluar dari konsep perpustakaan yang kaku. Sekolah ini membaca kebutuhan siswa zaman sekarang dengan jeli bahwa perpustakaan bukan hanya soal buku, tapi soal ruang yang hidup.
Bukan hanya karena desainnya yang menarik dan Instagramable, tetapi karena ruang ini terasa dipikirkan. Ada sudut baca yang nyaman, ada ruang diskusi dengan pencahayaan hangat, dan yang paling penting: ada suasana yang membuat siswa ingin berlama-lama.
Perpustakaan ini tidak memaksa diam, tetapi mengundang interaksi. Tidak hanya menyimpan pengetahuan, tetapi membuka peluang belajar. Bagi saya, ini bukti bahwa ketika sekolah benar-benar peduli pada perpustakaan, siswa bisa kembali jatuh cinta pada literasi.
Membaca Ulang Fungsi Perpustakaan
Selama ini banyak yang terlalu terpaku pada gambaran klasik: perpustakaan = tempat membaca buku. Padahal, di tangan generasi Z, fungsi perpustakaan bisa diperluas menjadi:
Tempat belajar mandiri dan kelompok.
Dengan ruang yang nyaman, tersedianya koneksi internet, dan fasilitas belajar seperti whiteboard atau smart TV, siswa bisa menggunakan perpustakaan untuk belajar bersama, berdiskusi, atau bahkan mengerjakan proyek kolaboratif.-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!