Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perpustakaan Sekolah adalah Jantung Intelektual Sekolah

20 Agustus 2025   14:20 Diperbarui: 20 Agustus 2025   17:08 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Perpustakaan yang modern dengan penataan buku yang rapi. (Sumber: Dok.Pribadi/Tupari)

Generasi ini tidak butuh ruang sunyi, mereka butuh ruang yang memberi makna. Dan perpustakaan bisa menjadi tempat itu, jika kita berani mengubahnya menjadi lebih dari sekadar gudang buku. Tapi menjadi kompas intelektual di zaman yang sering kehilangan arah.

Sekolah harus peka melihat kebutuhan siswa terkait pentingnya peremajaan perpustakaan. Lokasi SMA YP Unila. (Sumber: Dok.Pribadi/Tupari)
Sekolah harus peka melihat kebutuhan siswa terkait pentingnya peremajaan perpustakaan. Lokasi SMA YP Unila. (Sumber: Dok.Pribadi/Tupari)

Transformasi Visual dan Ruang yang Mengundang

Tampilan visual sangat penting untuk menarik perhatian Gen Z. Mereka hidup di era desain yang estetik, warna yang ceria, dan tata letak yang ramah kamera. Jika ruang kelas dan ruang guru sudah berbenah, mengapa perpustakaan tidak?

Bayangkan rak-rak buku yang ditata seperti feed Instagram: tematik, dengan warna-warni menarik dan penataan yang "Instagramable." Buku ditampilkan seperti produk pameran: ada buku pilihan mingguan, zona buku trending, hingga koleksi "dibaca oleh alumni sukses".

Pojok-pojok membaca diberi beanbag, kursi gantung, atau meja lesehan. Dinding tidak harus polos bisa dihias dengan kutipan inspirasional, mural literasi, atau hasil karya siswa. Cahaya alami ditambah lampu hangat bisa membuat suasana jauh lebih nyaman dan mengundang.

Apalagi jika dilengkapi dengan fasilitas pendukung: WiFi cepat, colokan charger di setiap sudut, dan sistem peminjaman yang cepat dan digital.

Pustakawan = Fasilitator Literasi

Peran pustakawan juga harus di-upgrade. Pustakawan bukan sekadar penjaga buku atau pencatat peminjaman. Ia adalah fasilitator literasi orang yang mampu menjembatani siswa dengan sumber pengetahuan, baik cetak maupun digital.

Pustakawan harus punya peran aktif dalam membantu siswa memilih bahan bacaan yang sesuai minat, mengajarkan cara mencari referensi terpercaya, bahkan menjadi mentor dalam program penulisan kreatif atau riset mini. Di sekolah yang lebih maju, pustakawan bahkan menjadi kurator konten digital dan menyusun newsletter literasi mingguan.

Pustakawan masa kini bisa menjadi ikon literasi sekolah: aktif di media sosial sekolah, membuat konten edukatif, dan menjadi wajah ramah yang membuat siswa betah datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun