Literasi yang Diperluas: Bukan Sekadar Baca Teks
Literasi kini tidak bisa lagi dipersempit menjadi sekadar kemampuan membaca teks. Literasi visual, digital, media, bahkan emosional semuanya penting bagi generasi masa depan. Dan perpustakaan sekolah adalah tempat paling tepat untuk menyatukan semuanya.
Siswa bisa belajar membuat resensi film, membaca infografis, memahami cara kerja hoaks dan misinformasi, bahkan menyusun proposal dan artikel populer. Semua itu bisa tumbuh dari satu ruang yang mendukung: perpustakaan.
Bayangkan jika setiap bulan ada tantangan literasi: kompetisi membaca, membuat sinopsis kreatif, kuis referensi silang antar-buku, atau pembuatan zine sekolah. Ini bukan hanya menghidupkan perpustakaan, tapi juga menanamkan kecintaan belajar yang menyenangkan.
Kenapa Harus Sekarang?
Karena kita sedang menghadapi generasi yang akan tumbuh dengan tantangan yang belum pernah kita alami. Mereka akan menghadapi disrupsi teknologi, informasi yang begitu cepat berubah, dan tuntutan keterampilan berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif.
Jika perpustakaan sekolah tetap diam dan kuno, maka kita sedang membiarkan jantung pendidikan kita melemah. Sebaliknya, jika kita mau berinvestasi pada ruang ini secara fisik dan filosofis maka kita sedang memperkuat denyut intelektual seluruh sekolah.
Tak perlu menunggu gedung baru atau anggaran besar. Perubahan bisa dimulai dari niat, desain kecil, dan konsistensi. Perubahan bisa dimulai dari satu rak tematik, satu pojok baca yang nyaman, satu akun media sosial perpustakaan yang aktif. Dan dari situ, perlahan jantung itu berdetak kembali.
Bagaimana Sekolah Bisa Mengupayakan Ini Semua?