Secara kasat mata, para "Rojali" memang tidak langsung menyumbang pada omset penjualan. Mereka datang, berkeliling, bertanya, lalu pergi tanpa membawa satu pun barang. Namun, dampak domino yang mereka ciptakan jauh lebih signifikan.
1. Meningkatkan "Foot Traffic" dan Nilai Properti Mall
Bagi investor dan pemilik mall, yang terpenting bukanlah seberapa banyak orang yang berbelanja, melainkan seberapa ramai mall tersebut. Tingginya "foot traffic" atau jumlah pengunjung menjadi indikator utama daya tarik sebuah properti komersial. Mall yang selalu ramai, meskipun dipenuhi "Rojali", akan dianggap lebih sukses dan prospektif.Â
Hal ini bisa menaikkan nilai properti mall di mata investor dan membuat harganya lebih tinggi.
2. Daya Tawar Lebih Tinggi untuk Tenant Baru
Mall yang ramai akan memiliki daya tawar yang lebih kuat saat bernegosiasi dengan calon tenant. Mereka bisa menunjukkan data jumlah pengunjung harian yang stabil dan tinggi. "Lihat, mall kami selalu ramai. Meskipun tidak semua belanja, tapi brand Anda akan dilihat oleh ribuan pasang mata setiap hari,"Â begitu kira-kira argumen yang bisa mereka sampaikan.Â
Hal ini membuat mereka bisa menetapkan harga sewa yang lebih tinggi, yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan pasif mall.
3. "Soft Marketing" dan Peningkatan Brand Awareness
Ketika para "Rojali" memadati sebuah mall, mereka secara tidak langsung menjadi "soft marketer" bagi tenant-tenant di dalamnya. Mungkin mereka tidak membeli, tetapi mereka melihat-lihat, menyentuh produk, dan berinteraksi. Momen ini menjadi kesempatan emas bagi brand untuk memperkenalkan diri. Siapa tahu, di lain waktu, saat mereka sudah memiliki uang, brand itulah yang akan pertama kali mereka ingat dan beli.
4. Potensi "Impulse Buying" yang Tak Terduga
Meski dikenal sebagai rombongan jarang beli, tidak menutup kemungkinan ada satu-dua orang dari kelompok tersebut yang tergoda untuk melakukan "impulse buying". Mungkin hanya membeli es krim, kopi, atau camilan kecil lainnya.Â