5. Pusat Edukasi Masyarakat
Sebagian ruang bisa dimanfaatkan untuk pelatihan digital, literasi keuangan, bimbingan belajar gratis, hingga program pemberdayaan perempuan. Ini akan membuat terminal menjadi ruang inklusi, bukan hanya titik transit.
Bukan Soal Bangunan, Tapi Soal Hak Bergerak
Terminal Rajabasa adalah lebih dari sekadar tempat naik-turun penumpang. Ia adalah simbol. Tempat yang menyimpan banyak kenangan: dari kisah murid miskin yang ingin kuliah, hingga cerita keluarga yang menunggu kepulangan orang tercinta.
Kini, ketika terminal itu sepi, kita tidak boleh memandangnya hanya sebagai bangunan tak terpakai. Terminal ini masih punya potensi dan masih bisa hidup kembali.
Entah sebagai terminal transportasi yang direvitalisasi, atau sebagai ruang publik urban yang fungsional dan membahagiakan. Yang jelas:Â jangan biarkan mati percuma.
Karena ketika terminal ditinggalkan, yang hilang bukan cuma ruang fisik. Tapi juga hak rakyat untuk bergerak, berkarya, dan bermimpi.
Penutup
Saya tak lagi remaja yang ketakutan di sudut terminal. Tapi aku masih percaya bahwa tempat ini punya daya. Terminal Rajabasa bisa menjadi titik balik jika kita mau melihatnya bukan sebagai beban kota, melainkan peluang kota untuk berbenah dan berkembang.
Maka pertanyaannya bukan lagi: Apakah kita masih butuh terminal?
Melainkan:Â Berani kah kita menjadikannya lebih dari sekadar terminal?