Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Rajabasa Sepi, Apakah Kita Masih Butuh Terminal?

24 Juli 2025   10:00 Diperbarui: 24 Juli 2025   23:26 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terminal tipe A Rajabasa yang terlihat sepi dari aktivitas. Sumber: Dok Pribadi/Tupari

Rajabasa Sepi, Apakah Kita Masih Butuh Terminal?

Saya masih ingat, sekitar tahun 1998. Sebelum tragedi '98 terjadi. 

Kala itu, saya masih sebagai seorang siswa SMA dari kampung kecil di ujung kabupaten Lampung Tengah. Perjalanan ke Bandar Lampung saat itu seperti ekspedisi ke dunia yang asing, menempuh lebih dari 130 kilometer dengan bus tua, hanya berbekal tekad dan alamat calon donatur yang katanya bisa membantuku kuliah ke Jawa.

Sesampainya di Terminal Rajabasa, bukannya merasa lega, aku malah disergap rasa takut karena sudah mendengar cerita-cerita tentang sangarnya Terminal Rajabasa ini. Dan benar saja, tidak lama berselang bus tiba di terminal, seorang pedagang asongan tiba-tiba mendekat, menawarkan novel bajakan. Saat saya menolak karena memang tak punya uang lebih dia langsung memaki keras, kasar, dan mengagetkan.

Saya hanya diam. Tidak tahu harus berbuat apa. Orang lain pun terdiam. Tidak mau ikut campur ambil resiko. 

Yang saya rasakan bahwa saya hanya ingin segera pergi dari tempat itu, dari aura bising dan wajah-wajah sangar penuh ancaman. Tapi tidak bisa. Terminal Rajabasa adalah gerbang satu-satunya yang harus kulewati.

Kala itu, terminal ini sudah lama menyandang reputasi “sangar”. Cerita tentang preman, calo, pencopet, dan tindak kejahatan lain menyebar ke mana-mana. Bahkan sampai luar Pulau Sumatera. Penumpang dari luar daerah sudah mulai gelisah begitu busnya mendekati Rajabasa. Begitulah cerita cari teman-teman dari luar Lampung, dan bus nya harus mampir ke terminal Rajabasa.

Namun, itu dulu. Sekarang, tempat itu seperti kota hantu, mati perlahan.

Terminal yang Mati Perlahan

Terminal Rajabasa adalah terminal penumpang tipe A yang merupakan salah satu terminal terbesar dan tersibuk di Pulau Sumatera. Terminal induk ini memberikan layanan transportasi darat dari Bandarlampung dengan kota-kota di Sumatera, Pulau Jawa, Bali hingga Lombok . 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun