Anak Corat-Coret Dinding, Anak Nakal?Â
Tadi malam saya bertamu ke rumah seorang teman. Begitu masuk, mata saya langsung tertumbuk pada dinding-dinding rumahnya. Bukan putih bersih, bukan juga penuh lukisan mahal. Tapi penuh dengan coretan spidol, gambar krayon, tangan-tangan kecil yang 'berkreasi tanpa izin'.
Saya tersenyum. Ini seperti deja vu.
Saya pernah melewati masa itu, saat anak-anak masih kecil. Merek butuh ruang untuk berkreativitas dan bertumbuh. Tak ayal dinding rumah menjadi 'kanvas bebas', sudut ruangan dipenuhi stiker karakter kartun yang sudah setengah mengelupas, dan rumah tak pernah benar-benar rapi... tapi hati selalu hangat.
Dulu saya sempat berpikir, kenapa rumah tak bisa seindah katalog interior? Namun, ini jawabannya:
Karena rumah dengan anak kecil bukan galeri seni. Tapi laboratorium tumbuh kembang.
Coretan-coretan itu bukan kotoran, melainkan jejak proses anak belajar mengekspresikan diri. Gambar-gambar yang tak berbentuk itu adalah kode awal dari kreativitas. Dan kebisingan yang kadang bikin pusing itu, adalah bukti hidupnya dunia kecil mereka.
Jika ingin anak yang kreatif, jangan hanya belikan pensil warna, biarkan ia punya ruang untuk salah. Biarkan ia bereksperimen, bahkan jika itu artinya wallpaper mahal jadi korban.
Karena rumah yang "berantakan" oleh anak-anak hari ini, adalah pondasi masa depan yang tertata lebih baik.
Dan mungkin...
dinding yang penuh coretan itu adalah karya seni terbesar yang tak akan pernah dipajang di galeri manapun - kecuali di hati orang tuanya.
Ternyata, apa yang kita anggap "kerusakan" di dinding rumah, justru bisa jadi fondasi kecerdasan anak.