Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Bukan Melarang, Tapi Menyadarkan: Solusi Krisis Literasi

4 Juli 2025   16:17 Diperbarui: 4 Juli 2025   16:17 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Dibuat dengan AI

Ini yang penting, Literasi harus membudaya dari rumah. Jika literasi hanya hidup di sekolah, maka ia akan mati di rumah dan lingkungan. Maka kita perlu membangun budaya baca di setiap sudut: pojok baca di masjid, taman kecil dengan rak buku, atau perpustakaan mini di posyandu dan balai warga. 

Pemerintah lokal, RT, RW, karang taruna, guru ngaji, pemuka agama, pedagang warung kopi hingga pedagang seblak- semua bisa menjadi bagian dari gerakan membaca. Karena membaca harus menjadi milik semua orang, bukan hanya urusan guru dan siswa. Ini adalah gerakan kolektif untuk mewujudkan masyarakat yang membaca. Gerakan komprehensif yang muncul dari kesadaran diri akan lebih efektif dan berkelanjutan.

Penutup: Kita Semua Punya Peran

Kita tidak sedang melawan teknologi. Kita sedang berjuang agar anak-anak kita tidak kehilangan kemampuan paling mendasar untuk memahami dunia, untuk bernalar, dan untuk berimajinasi. Literasi bukan lagi pilihan, ia adalah pondasi. Dan pondasi itu hanya bisa kuat jika dibangun bersama- oleh rumah sebagai benteng pertama, sekolah sebagai garda terdepan, masyarakat sebagai penyangga, dan negara sebagai fasilitator.

Orang tua harus punya kesadaran dan kepekaan ini. Jangan ketika sudah terjadi hal yang tidak diinginkan pada anak kemudian mencari pembenaran sendiri. Bukan dengan melarang, tapi menyadarkan. Bukan menyuruh, tapi menemani. Kita tak bisa melawan arus digital. Tapi kita bisa mengarahkan perahu agar tidak karam, sekarang juga!

Anak-anak tetap bisa bermain gawai, tapi dengan sadar, terarah, dan seimbang. Karena literasi bukan sekadar membaca buku, melainkan memahami hidup. Dan hidup tak bisa dipelajari hanya dari tayangan di sosmed yang hanya berdurasi 15 detik.

Gimana cara teman-teman dalam mengedukasi si buah hati dalam menggunakan gawai? Coba share di kolom komentar ya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun