Namun, perbandingan sebenarnya adalah sesuatu yang alami. Otak manusia secara naluriah mencari tolok ukur untuk memahami dunia dan menilai posisi diri dalam lingkungan sosial.Â
Yang menjadi masalah adalah ketika perbandingan ini berubah menjadi sumber stres dan ketidakbahagiaan. Lalu, bagaimana seharusnya kita menyikapi fenomena ini?
Pertama, penting untuk menyadari bahwa apa yang kita lihat di media sosial hanyalah "highlight reel," bukan gambaran penuh dari kehidupan seseorang.Â
Orang cenderung membagikan momen-momen terbaik mereka, sementara tantangan dan kesulitan sering kali disembunyikan.Â
Mengingat hal ini dapat membantu kita melihat gambaran yang lebih realistis dan tidak terjebak dalam ilusi kesempurnaan.
Jika sudah terlanjur merasa terperangkap dalam perangkap perbandingan, langkah awal yang bisa diambil adalah melakukan detoks digital.Â
Kurangi waktu mengakses media sosial, terutama jika merasa tidak nyaman setelah melihat postingan tertentu.Â
Fokuslah pada kehidupan nyata, berinteraksi dengan orang-orang yang memberi dukungan positif, dan terlibat dalam aktivitas yang memberikan makna pribadi.
Selain itu, ubah cara pandang kita terhadap perbandingan. Alih-alih melihat keberhasilan orang lain sebagai ancaman, jadikan itu sebagai sumber inspirasi.Â
Tanyakan pada diri sendiri, "Apa yang bisa saya pelajari dari orang ini?" Dengan pendekatan ini, kita bisa tumbuh tanpa merasa tertekan.Â
Misalnya, jika melihat teman berhasil menjalankan bisnis, daripada merasa iri, kita bisa mencoba memahami strategi mereka, mencari tahu bagaimana mereka mengatasi tantangan, dan mengambil pelajaran yang relevan untuk diri sendiri.