Mohon tunggu...
Kak Memo
Kak Memo Mohon Tunggu... Kolumnis

Freelancer

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Terjebak "Comparison Trap", Hidup Dalam Bayang - Bayang Perbandingan

10 Februari 2025   12:12 Diperbarui: 10 Februari 2025   11:27 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Comparison Trap (Sumber:Dokumen Pribadi)

Di era media sosial yang serba terhubung ini, membandingkan diri dengan orang lain seolah menjadi bagian tak terhindarkan dari kehidupan sehari-hari.

Setiap hari kita disuguhi potret kehidupan orang lain yang tampak sempurna: liburan mewah, pencapaian karier gemilang, hubungan yang harmonis, hingga tubuh ideal. 

Fenomena ini dikenal sebagai "comparison trap" atau perangkap perbandingan, di mana kita tanpa sadar mengukur kebahagiaan dan keberhasilan diri sendiri berdasarkan standar orang lain.

Contoh nyatanya bisa kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Seorang mahasiswa merasa minder karena teman-temannya sudah memiliki bisnis sendiri, sementara ia masih berjuang menyelesaikan skripsi. 

Seorang pekerja kantoran merasa hidupnya kurang berarti karena melihat rekan sebayanya sudah menjadi manajer di perusahaan besar. 

Bahkan dalam lingkup keluarga, sering kali ada perbandingan yang membuat seseorang merasa tidak cukup baik. Perasaan ini tidak hanya menggerogoti rasa percaya diri, tetapi juga bisa berdampak negatif pada kesehatan mental.

Bahaya dari hidup dalam bayang-bayang perbandingan ini sangat nyata. 

Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Personality and Individual Differences (2017), individu yang sering membandingkan diri dengan orang lain cenderung mengalami tingkat kecemasan dan depresi yang lebih tinggi. 

Perbandingan yang terus-menerus dapat menciptakan rasa tidak puas, meskipun seseorang sebenarnya telah mencapai banyak hal dalam hidupnya. 

Akibatnya, kita menjadi lebih fokus pada apa yang tidak kita miliki daripada mensyukuri apa yang sudah ada.

Namun, perbandingan sebenarnya adalah sesuatu yang alami. Otak manusia secara naluriah mencari tolok ukur untuk memahami dunia dan menilai posisi diri dalam lingkungan sosial. 

Yang menjadi masalah adalah ketika perbandingan ini berubah menjadi sumber stres dan ketidakbahagiaan. Lalu, bagaimana seharusnya kita menyikapi fenomena ini?

Pertama, penting untuk menyadari bahwa apa yang kita lihat di media sosial hanyalah "highlight reel," bukan gambaran penuh dari kehidupan seseorang. 

Orang cenderung membagikan momen-momen terbaik mereka, sementara tantangan dan kesulitan sering kali disembunyikan. 

Mengingat hal ini dapat membantu kita melihat gambaran yang lebih realistis dan tidak terjebak dalam ilusi kesempurnaan.

Jika sudah terlanjur merasa terperangkap dalam perangkap perbandingan, langkah awal yang bisa diambil adalah melakukan detoks digital. 

Kurangi waktu mengakses media sosial, terutama jika merasa tidak nyaman setelah melihat postingan tertentu. 

Fokuslah pada kehidupan nyata, berinteraksi dengan orang-orang yang memberi dukungan positif, dan terlibat dalam aktivitas yang memberikan makna pribadi.

Selain itu, ubah cara pandang kita terhadap perbandingan. Alih-alih melihat keberhasilan orang lain sebagai ancaman, jadikan itu sebagai sumber inspirasi. 

Tanyakan pada diri sendiri, "Apa yang bisa saya pelajari dari orang ini?" Dengan pendekatan ini, kita bisa tumbuh tanpa merasa tertekan. 

Misalnya, jika melihat teman berhasil menjalankan bisnis, daripada merasa iri, kita bisa mencoba memahami strategi mereka, mencari tahu bagaimana mereka mengatasi tantangan, dan mengambil pelajaran yang relevan untuk diri sendiri.

Kiat lainnya adalah fokus pada perjalanan pribadi. Setiap orang memiliki jalur dan waktu yang berbeda-beda. Apa yang berhasil untuk orang lain belum tentu sesuai untuk kita. 

Rayakan pencapaian kecil dalam hidup, karena kebahagiaan sejati tidak selalu datang dari hal-hal besar. Menghargai proses dan menikmati setiap langkah perjalanan hidup bisa membantu kita merasa lebih damai dan puas.

Akhirnya, ingatlah bahwa kita semua berjuang dengan tantangan masing-masing, meskipun tidak selalu terlihat di permukaan. 

Hidup bukanlah kompetisi tentang siapa yang lebih cepat atau lebih hebat, melainkan perjalanan untuk menemukan versi terbaik dari diri sendiri. 

Dengan mengubah cara kita memandang perbandingan, kita bisa menjadikannya bukan sebagai beban, melainkan sebagai bahan bakar untuk berkembang dan menemukan kebahagiaan yang lebih autentik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun