Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis

Pegiat Literasi Politik Domestik | Kompasianer

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rahasia Perang Melawan Mafia yang Tak Pernah Dimulai

2 September 2025   07:07 Diperbarui: 2 September 2025   04:35 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase gambar: Presiden Prabowo Subianto dan Riza Chalid (mafia migas Pertamina) | Sumber: Tribunnews

Perang melawan mafia dan koruptor itu seperti berburu. Harus senyap, penuh strategi, dijalankan diam-diam, dan tepat sasaran.

Setiap kali seorang presiden atau pejabat tinggi berdiri di podium dan berteriak lantang, "Kita akan perang melawan mafia dan koruptor!", rakyat sejenak bersorak.

Kata-kata itu terdengar gagah, seperti tabuhan genderang perang. Tapi setelah sorak-sorai reda, apa yang terjadi? Mafia tetap eksis, korupsi makin canggih, dan rakyat hanya jadi penonton dalam drama yang sama berulang kali dipentaskan.

Pertanyaan mendasarnya sederhana: kalau benar ada perang, kenapa musuhnya tidak pernah kalah? Jawabannya pun sebenarnya sederhana: karena perang itu tidak pernah benar-benar dimulai. Yang ada hanyalah deklarasi, retorika, dan ancaman yang diumbar ke publik. Padahal, melawan mafia dan koruptor bukanlah urusan pamer semangat, melainkan soal strategi.

Mafia Selalu Selangkah Lebih Siap
Mari kita jujur: mafia dan koruptor bukan lawan yang polos. Mereka bukan pencuri ayam di kampung yang bisa ditangkap dengan teriakan. Mereka punya jaringan, akses ke kekuasaan, dan kemampuan membeli loyalitas. Begitu ada deklarasi perang, mereka langsung siaga. Jejak disamarkan, rekening dipindahkan, orang-orangnya dipasangkan di pos-pos strategis.

Dengan kata lain, deklarasi itu justru menjadi alarm bagi mereka. Bukannya melemah, mereka malah makin kuat. Seperti memberi tahu maling bahwa rumah akan digeledah besok pagi, yang jelas saja ketika polisi datang, rumah sudah kosong.

Perang Bukan Orasi
Inilah kesalahan fatal yang terus diulang dari rezim ke rezim: menganggap perang melawan mafia bisa dimulai dengan teriakan lantang. Padahal perang sejati tidak pernah diumumkan. Ia dijalankan dalam diam.

Lihatlah sejarah operasi militer atau intelijen. Tidak ada jenderal yang memberi tahu musuh kapan pasukannya akan menyerang. Tidak ada kepala intel yang menyiarkan strategi lewat televisi. Semua dilakukan senyap, rahasia, penuh tipu daya, hingga akhirnya hasil yang bicara: markas musuh direbut, tokoh kunci ditangkap, jaringan diputus.

Kalau melawan mafia saja diumumkan di panggung, itu bukan perang, melainkan sandiwara.

Kenapa Pemimpin Suka Teriak?
Lalu mengapa pemimpin kita lebih suka teriak lantang? Jawabannya karena lebih mudah. Teriak tidak butuh strategi, tidak butuh risiko, dan langsung dapat tepuk tangan rakyat. Deklarasi perang itu murah modalnya, mahal efeknya di kamera, tapi nol hasilnya di lapangan.

Di sisi lain, benar-benar melawan mafia itu berbahaya. Butuh keberanian, butuh dukungan penuh dari aparat, dan yang paling berat: butuh kesediaan untuk kehilangan kawan sendiri. Karena faktanya, banyak pejabat atau politisi yang punya irisan kepentingan dengan mafia. Maka, berteriak lebih aman ketimbang benar-benar berperang.

Jalan yang Seharusnya
Kalau serius mau melawan mafia, jalannya bukan teriakan, tapi operasi senyap. Harus ada strategi komando yang rapat, sistem pengawasan yang kuat, dan tim eksekusi yang tidak bisa dibeli. Semua dijalankan tanpa publikasi, tanpa konferensi pers, tanpa drama. Baru setelah hasilnya terlihat, misalnya penangkapan besar-besaran atau pembongkaran jaringan, publik diberi tahu.

Seperti pepatah: diam-diam menghanyutkan, lalu sekali pukul mematikan.

Rahasia yang Tak Pernah Dimulai
Sayangnya, selama pemimpin kita lebih suka mikrofon ketimbang strategi, perang melawan mafia akan tetap jadi rahasia yang tak pernah dimulai. Rakyat hanya akan terus mendengar jargon yang sama, dengan ending yang sama: mafia tetap berjaya, korupsi tetap mengakar, dan kita tetap jadi penonton di panggung sandiwara.

Yang kita butuhkan bukanlah orasi baru, tapi aksi nyata. Bukan deklarasi perang, melainkan operasi rahasia. Bukan lagi janji, tapi bukti.

Dan selama itu tidak terjadi, jangan heran kalau rahasia perang melawan mafia hanya akan terus menjadi cerita kosong, sebuah perang yang tak pernah benar-benar ada.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun