Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis

Pemerhati Pendidikan dan Pegiat Literasi Politik Domestik

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Thomas Lembong dan Hasto Kristiyanto: Ketika Mens Rea dan Actus Reus Diuji dalam Pusaran Hukum Korupsi Indonesia

25 Juli 2025   19:32 Diperbarui: 29 Juli 2025   13:08 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Thomas Lembong (kiri) dan Hasto Kristiyanto (kanan) | Sumber gambar: Tribunnews.com/kolase

Berbeda dengan Thomas Lembong, kasus Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), berpusat pada dugaan suap terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku. Hasto divonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp250 juta. Ini adalah salah satu kasus suap yang paling disorot oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

  • Actus Reus yang Terbukti: Dalam kasus Hasto, actus reus yang menjadi dasar vonis adalah tindak pidana suap. Hakim meyakini bahwa Hasto terbukti menyediakan uang untuk suap terkait pengurusan PAW. Ini menunjukkan bahwa perbuatan memberikan atau menjanjikan sesuatu yang bukan haknya untuk mempengaruhi suatu keputusan atau tindakan telah terbukti di persidangan.
  • Mens Rea yang Terbukti (Suap): Untuk tindak pidana suap, mens rea (niat jahat) adalah elemen yang sangat eksplisit dan krusial. Harus ada niat untuk memberi atau menerima suap dengan tujuan mempengaruhi suatu proses. Dalam putusannya, hakim meyakini adanya niat jahat dari Hasto dalam konteks suap ini, sehingga ia dinyatakan bersalah.
  • Dakwaan Berlapis dan Mens Rea yang Tidak Terbukti (Perintangan Penyidikan): Uniknya, Hasto juga didakwa dengan pasal merintangi penyidikan (obstruction of justice) kasus Harun Masiku, namun hakim menyatakan dakwaan ini tidak terbukti. Artinya, mens rea untuk merintangi penyidikan, yaitu niat untuk menghalangi proses hukum secara sengaja, tidak dapat dibuktikan oleh jaksa KPK di persidangan.
  • Pentingnya Pemisahan Dakwaan: Vonis Hasto Kristiyanto ini menunjukkan pentingnya pembuktian mens rea untuk setiap dakwaan yang berbeda. Meskipun satu dakwaan tidak terbukti, jika ada dakwaan lain yang terbukti dan memenuhi unsur actus reus serta mens rea-nya, maka terdakwa tetap dapat dihukum.

Mens Rea dan Actus Reus: Fondasi Hukum Pidana yang Terus Diuji

Kedua kasus hukum ini, baik Thomas Lembong maupun Hasto Kristiyanto, menjadi cerminan bagaimana konsep fundamental mens rea dan actus reus diinterpretasikan dan diterapkan dalam sistem peradilan Indonesia, khususnya dalam konteks tindak pidana korupsi.

Actus reus (perbuatan melawan hukum) cenderung lebih mudah dibuktikan karena fokus pada tindakan fisik atau kebijakan yang dilakukan. Namun, mens rea (niat jahat) adalah elemen yang lebih kompleks, karena melibatkan pembuktian kondisi mental atau niat terdakwa.

  • Dalam Korupsi (Thomas Lembong): Interpretasi luas terhadap UU Tipikor, khususnya Pasal 2 ayat (1), seringkali menjadi sumber polemik. Jika mens rea diartikan hanya sebagai niat untuk melakukan perbuatan yang berakibat pada kerugian negara (tanpa harus ada niat untuk memperkaya diri sendiri), maka ini dapat memicu vonis seperti yang terjadi pada Thomas Lembong. Ini menimbulkan pertanyaan besar tentang bagaimana seharusnya niat jahat dibuktikan dalam kasus-kasus korupsi yang melibatkan kebijakan pejabat.
  • Dalam Suap (Hasto Kristiyanto): Sebaliknya, dalam kasus suap, mens rea harus dibuktikan secara kuat, yaitu adanya niat untuk memberi atau menerima sesuatu yang tidak pantas dengan tujuan tertentu.

Apa Selanjutnya? Peran Banding dan Potensi Preseden Hukum

Kedua kasus pidana ini, baik Thomas Lembong maupun Hasto Kristiyanto, belum berakhir di tingkat Pengadilan Negeri. Baik Thomas Lembong maupun Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengajukan banding atas vonis Lembong. Demikian pula, Hasto Kristiyanto sangat mungkin akan mengajukan banding, atau jaksa KPK yang akan mempertimbangkan hal tersebut.

Proses banding ini sangat krusial. Mahkamah Agung, sebagai benteng terakhir keadilan dalam hukum pidana Indonesia, akan memiliki kesempatan untuk meninjau kembali putusan di tingkat pengadilan pertama. Keputusan dalam tingkat banding dan kasasi nantinya tidak hanya akan menentukan nasib kedua tokoh ini, tetapi juga berpotensi menciptakan preseden hukum baru yang akan memengaruhi penegakan hukum korupsi di masa depan.

Jika putusan dipertahankan, maka interpretasi mens rea dalam tindak pidana korupsi yang tidak harus menikmati hasil korupsi (seperti pada kasus Lembong) akan semakin kuat. Sebaliknya, jika dibatalkan atau diubah, hal itu bisa menjadi sinyal penting tentang pentingnya pembuktian niat jahat yang lebih ketat dalam setiap dakwaan korupsi.

Kasus Thomas Lembong dan Hasto Kristiyanto ini akan terus menjadi tolok ukur bagi penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam menyeimbangkan antara pemberantasan korupsi yang tegas dengan prinsip-prinsip dasar hukum pidana seperti mens rea dan actus reus. 

Publik, pakar hukum, dan media akan terus memantau setiap perkembangannya. Bagaimana menurut Anda, apakah putusan ini sudah mencerminkan keadilan substansial?

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun