Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Money

Gandeng Malaysia, Indonesia Gunakan Strategi Baru Hadapi Uni Eropa Soal Sawit

8 Februari 2021   17:52 Diperbarui: 1 Maret 2021   11:09 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PM Malaysia Muhyiddin Yassin (kiri), Presiden Joko Widodo (tengah), dan ilustrasi kelapa sawit (kanan) | Gambar: Kolase (Facebook dan IDN Times)

Pada Jumat (5/2/2021) lalu, pemerintah Indonesia menyatakan siap berjuang melawan diskriminasi kelapa sawit yang dilakukan Uni Eropa. Pernyataan itu disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam pertemuannya dengan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin, di Istana Merdeka, Jakarta.

Presiden Jokowi menegaskan, perjuangan melawan diskriminasi sawit akan berhasil jika Indonesia dan Malaysia saling bekerjasama. Seperti diketahui, kedua negara berstatus sebagai penghasil dan pengekspor sawit terbesar di dunia. Indonesia di urutan pertama, sedangkan Malaysia di urutan kedua.

"Indonesia akan terus berjuang untuk melawan diskriminasi terhadap sawit, dan perjuangan tersebut akan lebih optimal jika dilakukan bersama. Dan Indonesia mengharapkan komitmen yang sama dengan Malaysia mengenai isu sawit ini," kata Presiden Jokowi.

Menanggapi pernyataan Presiden Jokowi, PM Muhyiddin menambahkan, kampanye anti sawit selama ini tidak berdasar, bukan semata urusan pelestarian lingkungan hidup, melanggar aturan perdagangan bebas, dan berpotensi merugikan perekonomian kedua negara.

"Malaysia akan terus bekerjasama dengan pihak Indonesia dalam isu diskriminasi minyak sawit, terutama memperkasakan council of palm oil producing countries, dan inilah bagi memastikan kita dapat melindungi industri sawit, utamanya bagi menyelamatkan berjuta-juta perkebun kecil yang bergantung hidup sepenuhnya pada industri sawit di Malaysia dan juga di Indonesia," ujar PM Muhyiddin.

Di hadapan Presiden Jokowi, PM Muhyiddin juga mengungkap, Malaysia telah melayangkan gugatan kepada World Trade Organization (WTO) pada 15 Januari 2021, di mana sudah lebih dulu dilakukan Indonesia pada 9 Desember 2019.

"Justru itu, saya telah memaklumkan kepada Bapak Presiden bahwa Malaysia juga telah memfailkan tindakan undang-undang di atas EU kepada 15 Januari 2021 di Pertubuhan Perdagangan Dunia (WTO) sama seperti yang telah pun dilakukan oleh Indonesia pada Desember 2019 yang lalu," sambung PM Muhyiddin.

Perlu diketahui, kampanye anti sawit oleh Uni Eropa sebenarnya mencuat sebagai bentuk balasan terhadap kebijakan Indonesia yang menghentikan ekspor nikel ke luar negeri. Kebijakan resmi berlaku sejak 1 Januari 2020.

Kebijakan Indonesia tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018. Sehingga pada 22 November 2019, Uni Eropa yang terdampak kebijakan menggugat Indonesia ke WTO.

Sekilas, aksi gugat-menggugat memang tampak hanya urusan Uni Eropa dan Indonesia. Namun demikian, sebagai salah satu negara penghasil sawit terbesar, Malaysia akhirnya turut merasakan dampak-dampaknya.

Oleh karena itu, dalam rangka memperjuangkan kepentingan yang sama, mau tidak mau Indonesia dan Malaysia wajib bekerjasama. Barangkali Uni Eropa tidak sadar bahwa yang mereka ancam bukan cuma Indonesia, melainkan Malaysia serta negara lain penghasil sawit.

Apakah Indonesia dan Malaysia betul sudah sepaham menghadapi diskriminasi sawit? Agaknya, belum sepenuhnya. Bahwa kedua negara telah sama-sama melayangkan gugatan, hal itu tidak cukup. Wajib ada tindakan lebih supaya berhasil maksimal.

Pemerintah Indonesia dan Malaysia seharusnya tidak berjalan sendiri-sendiri, meski poin gugatan bermateri sama. Keduanya mesti membuat "gugatan bersama" dan mengatasnamakan dua negara melawan Uni Eropa. Bahkan bila perlu, mengajak serta negara lain penghasil sawit.

Kembali pada pokok pembahasan, strategi terbaru apa yang akan dilakukan Indonesia untuk menghadapi Uni Eropa? Strategi offensive. Jika selama ini Indonesia cuma membela diri (defensive), kali berikutnya akan melakukan serangan balik.

Maknanya, selain tetap menangkis kampanye hitam mengenai sawit, Indonesia bakal mempersoalkan sisi keburukan minyak nabati lainnya, yang sesungguhnya dimiliki beberapa negara Eropa.

Strategi baru tersebut dibeberkan oleh Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, pada Minggu (7/2/2021).

Menurut Eddy, minyak nabati seperti rapeseed jauh lebih berbahaya serta merusak keanekaragaman hayati (biodiversity) dan lingkungan, ketimbang sawit.

"Kalau di sini dinyatakan bahwa sawit merusak biodiversity, kita juga akan mempermasalahkan bagaimana dengan rapeseed di Eropa, pemanfaatan fertilizer mereka yang berdampak pada biodiversity laut. Kita akan mengubah strategi, akan attack seperti yang disampaikan Presiden," tutut Eddy.

Menyambung paparan Eddy, Airlangga menjelaskan bahwa komoditas rapeseed dan sejenisnya justru paling tidak efisien dalam penggunaan lahan. Sedangkan untuk sawit di Indonesia, pemerintah konsisten menjalankan program peremajaan dengan anggaran dana triliunan rupiah.

"Untuk menghasilkan minyak sawit 1 ton, dibutuhkan lahan 0,3 hektare. Sementara rapeseed oil butuh 1,3 hektare, sunflower 1,5 hektare dan soyabean 2,2 hektare," papar Airlangga.

Pertanyaannya, seberapa efektif strategi offensive untuk melawan Uni Eropa? Jawabannya, semua tergantung pada seberapa gigih pemerintah, serta berhasil tidaknya Indonesia dan Malaysia membentuk poros kekuatan bersama. Bersatu, bukan berjuang sendiri-sendiri. ***

Referensi: presidenri.go.id & KOMPAS.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun