Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mau Lepas Status WNI Gara-gara UU Cipta Kerja, Yakin?

17 Oktober 2020   14:22 Diperbarui: 17 Oktober 2020   14:38 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi paspor | Sumber gambar: indonesia.go.id (dok. imigrasi.go.id)

RUU Cipta Kerja yang merupakan bagian dari Omnibus Law sudah disahkan menjadi UU beberapa hari lalu, tepatnya pada Senin, 5 Oktober 2020. Meski telah ketuk palu, ternyata draft resmi RUU dan UU masih simpang-siur keberadaannya. Publik belum bisa mengakses ke sumber mana untuk melihat dan membacanya.

Bahkan, tersebar kabar, sebagian pasal dari RUU yang disahkan mengalami perubahan (entah penambahan atau pengurangan). Yang pasti, ketebalan halaman berkurang. Alasannya jenis atau ukuran kertas yang dipakai diubah, sebelumnya A4 menjadi F4 (Legal). Mudah-mudahan alasannya demikian, bukan karena ada "pasal seludupan" yang ditambahkan atau "pasal ragu-ragu" yang ditarik kembali.

Menanggapi keberadaan UU Cipta Kerja, mereka yang merasa kecewa ada yang sampai berseloroh ingin pindah kewarganegaraan atau melepas status warga negara Indonesia (WNI). Penulis kurang paham, apakah betul dengan pindah ke negara lain, nasib hidup seseorang akan menjadi lebih baik, atau malah sebaliknya.

Menurut penulis, menjadikan UU Cipta Kerja sebagai alasan untuk pindah kewarganegaraan bukan langkah tepat, jika memang ada yang ingin mencobanya. Apakah maksudnya, di negara lain tidak ada aturan tentang ketenagakerjaan sejenis UU Cipta Kerja? Lalu jika tidak ada, apakah berarti bekerja di sana akan menguntungkan dibanding di Indonesia?

Perlu dipahami, menjadi warga negara lain itu amat susah. Ketidaksenangan terhadap sebuah UU di negara asal tidak cukup sebagai bekal adaptasi dan berkompetisi, sehingga negara yang dituju segera menyetujui dan mengakui status warga negara asing. Syarat awal misalnya, seseorang yang mau tinggal di sebuah negara wajib menguasai bahasa nasional atau setempat.

Itu baru bahasa, belum lagi soal motivasi pindah kewarganegaraan. Tentu akan ditanya, apa alasan pindah. Sebuah negara pasti melakukan semacam "seleksi" untuk memastikan warga asing memang pantas dan layak diterima. Apa keahlian atau kelebihan yang dimiliki, sehingga kelak dapat berkontribusi bagi negara, tidak justru menjadi beban.

Melansir indonesia.go.id (sila klik link), ternyata syarat melepas status WNI berbelit-belit dan memakan waktu lama, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007. Mulanya, seorang pemohon harus memiliki kewarganegaraan lain terlebih dahulu. Bila tidak, permohonan tidak akan diproses. Berikut beberapa faktor penyebab seseorang kehilangan status WNI, antara lain:

  1. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauan sendiri;
  2. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan itu;
  3. masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin presiden;
  4. sukarela masuk dalam dinas negara asing, di mana jabatan sejenis di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dijabat oleh WNI;
  5. secara sukarela mengangkat sumpah atau berjanji setia kepada negara asing;
  6. tidak diwajibkan, tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk negara asing;
  7. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor (surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan) dari negara asing yang masih berlaku atas nama sendiri; dan
  8. bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia selama 5 (lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas, tanpa alasan yang sah, dan sengaja tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi WNI meski telah diingatkan oleh pihak pejabat perwakilan RI.

Demikian sejumlah faktor yang sedikit "memudahkan" seseorang melepas status WNI. Intinya, jangan berharap prosesnya bakal ditindaklanjuti jika tidak memenuhi salah satu syarat di atas. Anggap memenuhi syarat, maka seseorang wajib mengajukan permohonan kehilangan kewarganegaraan kepada presiden, melalui menteri terkait.

Permohonan harus dibuat dan diajukan secara tertulis menggunakan bahasa Indonesia, di atas kertas bermaterai cukup, memuat identitas sekurang-kurangnya nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, alamat tempat tinggal, pekerjaan, jenis kelamin, status perkawinan, dan alasan permohonan.

Pada surat permohonan juga wajib terlampir fotokopi kutipan akta kelahiran, akta perkawinan (buku nikah), akta perceraian, dan/ atau akta kematian; fotokopi Surat Perjalanan RI atau KTP yang sah; surat keterangan dari perwakilan negara asing bahwa dengan kehilangan status WNI, pemohon akan menjadi WNA.

Andaikan lagi semua syarat dan berkas permohonan lengkap, tahap-tahap yang dilewati selanjutnya masih panjang. Sekali lagi, segala hal yang diperlukan terpenuhi, sehingga berikutnya lebih mudah dan cepat. Tahap-tahapnya yaitu:

  1. surat permohonan beserta lampiran disampaikan kepada perwakilan RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon;
  2. perwakilan RI memeriksa kelengkapan persyaratan permohonan paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterima;
  3. jika lengkap, perwakilan RI akan meneruskan kepada menteri terkait (di Indonesia) paling lama 2 (dua) bulan, untuk kemudian diperiksa kembali paling lama 14 (empat belas) hari;
  4. setelah menteri menyatakan berkas lengkap, maka akan diteruskan kepada presiden maksimal 14 (empat belas) hari;
  5. selanjutnya presiden menetapkan (memutuskan) nama pemohon sebagai orang yang kehilangan status WNI dan diteruskan kepada perwakilan RI;
  6. lalu perwakilan RI menyampaikan keputusan presiden tadi kepada pemohon paling lambat 7 (tujuh) hari, dan apabila sudah diterima pemohon, maka menteri langsung mengumumkannya setelah dimuat dalam Berita Negara RI.

Mengetahui persyaratan dan tahap-tahapnya, apakah tetap ingin pindah kewarganegaraan? Semua tergantung pribadi. Namun, alangkah baiknya jika alasan utamanya bukan karena "alergi" UU Cipta Kerja. Jangan sampai suatu waktu akhirnya kecewa atas keputusan yang diambil.

Hujan batu di negeri sendiri barangkali menyakitkan, tetapi usai menghindar, belum pasti bakal menikmati hujan emas di negeri orang. Semua tergantung pada motivasi murni dan kegigihan dalam mencari sumber-sumber penghidupan.

Baiklah akhirnya terlepas dari "hantu UU Cipta Kerja", setelah nyaman di negeri orang, apakah berarti mau menjadi "anak durhaka" karena sekaligus membenci dan menolak disebut "bekas WNI"? Seharusnya, tidak.

Mari belajar dari pengalaman WNI yang telah lama tinggal dan hidup di Australia ini (sila klik). Meski berada di sana puluhan tahun, tetapi tidak pernah berpikir pindah kewarganegaraan. Mereka tetap bangga mempertahankan paspor Indonesia. Mereka adalah Tiur Ratu boru Munthe, Pra Kromodimoeljo, dan Tomik Subagio.

Ketiganya mengatakan, pindah dan menetap di Australia tidak pernah menghilangkan kecintaan mereka terhadap Indonesia. Mereka hidup di negeri orang sesungguhnya karena "terpaksa". Tiur dipaksa oleh kondisi Indonesia yang dulu masih mempersoalkan status etnis, serta Kromodimoeljo dan Tomik  yang harus menuntut ilmu tinggi.

Mereka terus memegang paspor Indonesia walaupun berstatus warga tetap Australia, masih cinta Indonesia, dan konsisten berkontribusi bagi bangsa dan negara dengan cara masing-masing. Bukankah hal ini bisa dijadikan referensi berharga oleh para penolak UU Cipta Kerja?

Tidakkah dipikir bahwa, mungkin dengan implementasi UU Cipta Kerja malah bisa mengubah hidup lebih baik kelak? Yang penting segera beradaptasi dengan aturan, kembangkan kompetensi, gigih berkompetisi, dan berhenti mengeluh serta "mengkambinghitamkan" aturan yang ada.

Semoga betul sebatas seloroh dan tidak diwujudnyatakan. UU Cipta Kerja tidak tepat jadi alasan untuk pindah kewarganegaraan. Mari cintai dan bangun Indonesia ini dari dalam negeri saja.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun