Mohon tunggu...
Newbie
Newbie Mohon Tunggu... -

Aliran Naturalisme

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Part III] Di Balik Sebuah Cerita

28 November 2016   02:24 Diperbarui: 28 November 2016   06:02 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di pojok kebun terlihat ada sebuah balai yang berukuran kecil yang berfungsi untuk beristirahat atau bisa juga digunakan untuk duduk-duduk menikmati pemandangan di pagi atau sore hari. Pak giran mengajak rina duduk di balai untuk mememandangi pemandangan pagi ini sedang ibu mengajari anak-anak untuk belajar menanam. Rina yang pagi itu mengenakan kebaya yang biasa dikenakan oleh oleh anak bu giran, rambut panjangnya dibiarkan tergerai dan lipstik tipis mewarnai bibirnya yang indah.

"coba lihat kesana nduk " ? ujar pak giran sembari menunjuk kearah matahari yang sedang terbit.

rina mengikuti arah yang di tunjuk oleh pak giran, matanya sejenak terdiam mencoba mengabadikan apa yang sedang dilihat saat ini. Pak giran yang duduk di samping rina melirik ke arahnya dan tersenyum karena mengetahui apa yang dirasakan oleh rina saat ini.

"indah banget ya pak" ujar rina yang masih fokus memandang ke arah terbit matahari dan mengeluarkan hapenya untuk memotret.

"iya nduk, sama indahnya dengan kamu" balas pak giran spontan yang juga sedang menikmati pemandangan wanita manis disampingnya.

"... maksudnya pak?" ujar rina yang terkaget mendengar jawaban pak giran sembari melirik kearah pemilik suara itu.

Pak giran tak mencoba menjawab terlebih dahulu namun pak giran menatap mata rina dan tangan kirinya dengan pelan mengelus rambut panjang yang tergerai.

"iya nduk.. kamu memang indah" tegas pak giran

"aura keindahan yang terpancar dari kesederhanaan dan kepribadian mu yang menarik bagi bapak". tambah pak giran

"... masak iya, pak ?" rina kikuk sejenak.

Ilustrasi mbah giran (sumber : http://rikyarisandi.blog.widyatama.ac.id/)
Ilustrasi mbah giran (sumber : http://rikyarisandi.blog.widyatama.ac.id/)
Pak giran tak menjawab namun matanya mencoba menyakinkan hati rina lewat tatapan mata yang saling berpandangan, mata pak giman mencoba mentransferkan keseriusan omongannya barusan. Hati rina yang memang sudah terlebih dahulu kagum terhadap sosok pak giran, hanya bisa terdiam dan tak menolak ketika pak giman mencium keningnya. Posisi duduk mereka yang berdampingan, dimana pak giran kembali merangkul rina tangan tuanya dengan pelan mengelus punggung rina hingga tangan itu berhenti di pinggang rina. Rina yang terbawa oleh suasana kemudian menyandarkan kepalanya di pundak pak giran sembari menikmati pemandangan indah yang tersaji di hadapannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun