Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Ibu rumah tangga - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Peringkat 3 dari 4.718.154 kompasianer, tahun 2023. Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Cerita Toleransi di Balik Tari Liong dan Barongsai

31 Maret 2024   11:12 Diperbarui: 31 Maret 2024   11:18 1905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kini, anak-anak bisa bebas menonton, berinteraksi dan bermain dengan barongsai (dokpri)

Ceng dungceng Ceng.ceng.ceng.....Suara instrumen pengiring tari Liong dan barongsai memenuhi jalan pahlawan saat perayaan tahun baru Imlek di Kota Madiun.

Seorang anak kecil yang tadinya asyik menari -nari sendiri yang disebutnya Ngereog, tiba-tiba berubah mengikuti irama barongsai.

Hal semacam itu mustahil terjadi di saat saya masih anak-anak. Tak heran, saya begitu penasaran dengan atraksi barongsai yang menyedot perhatian warga masyarakat.

Kondisi sekarang ini menunjukkan adanya cerita toleransi yang tinggi dalam masyarakat Indonesia di Kota Madiun khususnya.

Cerita toleransi sudah semakin berkembang dan inklusi, tidak terbatas pada satu agama, tapi semua agama yang diakui di Indonesia termasuk adat istiadat dan budayanya.

Apa yang dimaksud dengan toleransi?

Toleransi atau tasamuh adalah suatu perilaku atau sikap manusia yang tidak melanggar hukum suatu negara, saling menghormati  atau menghargai setiap tindakan yang dilakukan orang lain dalam batasan tertentu(id.m.wikipedia.org)

Toleransi beragama di Indonesia kini semakin indah dan kuat. Hal ini tercermin dalam berbagai aspek kehidupan yang semakin lentur dan damai 

Pola pikir radikalisme yang sempat tumbuh subur, kini pelan-pelan terkikis dengan mengajak seluruh warga masyarakat lebih mengedepankan toleransi.

Tersebutlah Mantan Presiden Abdurahman Wahid yang lebih dikenal sebagai Gus Dur memasyarakatkan pluralisme dan keberagaman di Indonesia.

Tari Liong dan Barongsai, salah satu terobosan kebudayaan yang telah dilakukan oleh Gus Dur (dokpri)
Tari Liong dan Barongsai, salah satu terobosan kebudayaan yang telah dilakukan oleh Gus Dur (dokpri)

Salah satu terobosan kebudayaan yang dilakukan adalah memperbolehkan kesenian masyarakat Thionghoa seperti Tari Liong dan barongsai untuk dipentaskan saat perayaan Imlek.

Awalnya, pada pemerintahan Presiden Soeharto, perayaan Imlek dan pentas barongsai hanya boleh dilakukan di tempat tertutup di lingkungan Thionghoa.

Dikutip dari rri.co.id, Pada 6 Desember 1967, Presiden Soeharto mengeluarkan Inpres No.14/1967 tentang Pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Thionghoa.

Pada pemerintahan Presiden Gus Dur, tanggal 17 Januari 2000 dikeluarkanlah Keputusan Presiden (Keppres) No.6/2000 tentang pencabutan Inpres No.14/1967.

Sejak saat itu Masyarakat Thionghoa di Indonesia kembali diperbolehkan menganut agama Konghucu yang menjadi agama dan kepercayaannya, juga melakukan adat istiadatnya.

Pada 19 Januari 2001, Menteri Agama RI menetapkan Imlek sebagai hari libur fakultatif dengan Keputusan No.13/2001.

Fakultatif di sini, keputusan libur tidaknya diserahkan kepada daerah atau instansi masing-masing, tidak ditetapkan dari pusat.

Tari Liong, wujud toleransi dari pemerintah Indonesia dan Kota Madiun secara khusus (dokpri)
Tari Liong, wujud toleransi dari pemerintah Indonesia dan Kota Madiun secara khusus (dokpri)

Hari raya Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional baru terjadi pada masa pemerintahan Presiden Megawati melalui Keppres Nomor 19 Tahun 2002.

 Dilansir dari laman Kemdikbud, penetapan Imlek sebagai hari libur nasional pertama kalinya pada tahun 2002 adalah perayaan nasional Imlek 2553 Kongzili.

Meski kebebasan beragama di Indonesia telah berkembang dalam kondisi yang menggembirakan, dalam sebuah toleransi tetap harus diperhatikan batasan -batasannya 

Salah satu batasan toleransi, adalah tidak boleh mengikuti perayaan keagamaan atau peribadatan agama lain.

Lalu, bagaimana hukum mengucapkan selamat pada perayaan hari besar keagamaan pada agama lain?

1. Menurut ulama Mesir, Usama Al-Sayyid Al-Azhary, sebagaimana dilansir  dari kemenag.go.id,  memberikan ucapan selamat tak perlu dilarang. Apalagi justru memberikan dampak kemaslahatan yang lebih luas, seperti terciptanya keharmonisan di tengah kehidupan bermasyarakat yang beragam.

Lebih jauh, Usama memberikan paparan pada Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2023 di Sport Center UIN Sunan Ampel, Surabaya, Rabu (3/5/2023).

" Dulu dilarang mengucapkan selamat hari raya pada non-muslim karena memang situasinya dalam masa peperangan, tapi sekarang sudah damai."

Cerita Toleransi di Balik Tari Liong dan Barongsai(dokpri)
Cerita Toleransi di Balik Tari Liong dan Barongsai(dokpri)

 2. Menurut dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Univeristas Muhammadiyah Malang (UMM) Muhammad Arif Zuhri, Lc., M.H.I, mengucapkan selamat hari raya pada non-muslim, adalah syubhat atau samar(umm.ac.id)

Arif memaparkan, menurut fatwa tarjih Muhammadiyah, hukum mengucapkan selamat hari raya kepada mereka yang non muslim itu sebenarnya perkara yang tidak dianjurkan.

Adapun dalil yang melatarbelakangi dilarang atau diperbolehkan Mengucapkan selamat hari raya pada non-muslim adalah:

- Surat Al Hujurat ayat 13. Dalam ayat ini disebutkan bahwa manusia diciptakan beragam untuk saling mengenal, bertakwa, dan berbuat baik satu sama lain.

Dalil ini yang menjadi dasar diperbolehkan mengucapkan selamat hari raya pada agama lain. Namun, hal ini didasari pada kondisi tertentu, yaitu :

satu : Dia adalah muslim yang berada di tempat mayoritas non muslim.

kedua : mengucapkan selamat hari raya pada agama lain sudah menjadi tradisi, dan bisa menimbulkan perseteruan antar agama jika tidak dilakukan.

- Surat Luqman ayat 15. Dalam surat tersebut kita dihimbau untuk menjauhi sifat syirik dengan tidak  mengucapkan selamat hari raya pada non-muslim.

Tapi dalam ayat ini, kita juga diperintahkan untuk menjalankan hubungan baik dengan sesama manusia selama tidak berkaitan dengan akidah.

3. Dikutip dari almanhaj.or.id, Ibnul-Qayyim rahimahullah dalam kitabnya, Ahkâmu Ahli Dzimmah mengatakan: 

"Mengucapkan selamat dengan syiar-syiar non muslim yang merupakan kekhususan mereka, hukumnya ialah haram menurut kesepakatan para ulama."

Seperti memberikan ucapan selamat kepada mereka berkaitan dengan hari raya mereka,yang merupakan ibadah mereka, dengan mengucapkan "selamat berhari raya", atau yang sejenisnya. 

Kalaupun si pelaku selamat dari kekufuran,ia telah melakukan sesuatu yang haram.

 Begitulah. Toleransi yang berasal dari kata tolare yang artinya menghormati, menghargai, atau membiarkan orang lain melakukan sesuatu yang berbeda dengan kita, mempunyai batasan yang harus diperhatikan.

Dengan memahami rambu-rambu nya, Insyaallah kita bisa menjalankannya dengan bijak.

Terima kasih.

Selamat menunaikan ibadah puasa untuk yang menjalankan. Semoga bermanfaat.

#ramadan bercerita 2024

#ramadan bercerita 2024 hari 21

#cerita toleransi 

Referensi :

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Toleransi

https://rri.co.id/nasional/550325/sejarah-perayaan-imlek-jadi-libur-nasional

https://kemenag.go.id/internasional/ulama-mesir-boleh-saja-ucapkan-selamat-hari-raya-keagamaan-ke-nonmuslim

https://www.umm.ac.id/id/berita/prokontra-muslim-ucapakan-selamat-natal-ini-kata-dosen-fai-umm.html

https://almanhaj.or.id/2406-mengucapkan-selamat-hari-raya-kepada-non-muslim.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun