Mohon tunggu...
Newbie
Newbie Mohon Tunggu... -

Aliran Naturalisme

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Part II] Di Balik Sebuah Cerita

27 November 2016   21:23 Diperbarui: 1 Desember 2016   22:08 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kawasan pendesaan (sumber : https://jakasppainter.files.wordpress.com/)

Rangkulan si bapak disambut tawa dan godaan dari ibu yang membuat wajahku bersemu memerah karena aku malu menerima rangkulan si bapak namun bapak malah mendapat persetujuan dari ibu.

"kamu manis nduk, mirip ibu waktu muda" bisik pak giran di sela-sela percakapan kami.

"bapak bisa aja, cantikan ibulah pak". sahut ku

Ibu menangkap perubahan di wajah ku yang kembali bersemu merah karena di goda oleh pak giran, ibu tertawa kecil sembari mencolek suaminya..

"nak rina memang cantik pak, beruntung andi mempersuntingnya". ibu menimpali 

"hati-hati loh nduk, bapak masih doyan "begituan" ". tambah si ibu sembari tertawa dan berkedip kepada ku.

Aku hanya bisa tersenyum dan ikut tertawa dengan ibu dan tanpa sengaja mata ku menangkap sebuah pemandangan keganjilan di balik sarung si bapak.

Pantesan aja ibu mengedipkan matanya rupanya ada sesuatu perubahan yang terjadi di balik sarung pak giran. Udara malam yang kian menanjak seiring waktu terus meningkat, begitu pula dengan aktivitas tangan tuanya yang mulai memijit bahu serta kuduk hingga sesekali menggosok punggung ku yang tak mampu untuk menolaknya.

Pak giran memberikan rasa nyaman bukan sekedar mencabuli diri ku. Rasa nyaman dari seseorang yang mengerti akan memperlakukan wanita akan membuat wanita itu tak akan mampu menolaknya dan sedikit pun aku tak berpikir aneh-aneh terhadap pak giran.

**

Pak giran dan ibu segera menuju ke kamar, terlihat lampu kamar yang di matikan dan aku menuju ke kamar mandi untuk membasuh muka seperti biasa saat aku mau tidur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun