Mohon tunggu...
Tri Wibowo
Tri Wibowo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Amatir

Contac IG: wibowotri_ email: the_three_3wb@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Golput is My "Choice"

10 Januari 2019   11:03 Diperbarui: 21 Februari 2019   08:26 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa bulan belakangan ini iklim politik di Makassar sangat berbeda dari biasanya. Jelas saja, dalam waktu beberapa pekan kedepan pemilukada akan berlangsung di Kota berjuluk  Angin Mammiri ini. Perang pasangan calon yang telah terdaftar dalam pemilihan umum tahun ini sudah mulai menggeliat... tak jarang beberapa halaman di harian Tribun Timur di dominasi oleh kegiatan kampnye salah satu pasangan calon, begitu juga kabar-kabar update yang hadir dilayar kaca, salah satunya Celebes TV, yang merupakan televisi lokal di Makassar yang menjadi televisi pemilu. Manufer politik pun semakin memuncak pada atmosfire yang tinggi... tak heran beberapa rekan ku di Universitas Hasanudin sangat sibuk mengikuti agenda kampanye beberapa pasangan calon beberapa hari belakangan ini...

"Din... Kau tak kuliah apa? Bentar lagi UTS nih..." Tanya ku pada Samsudin, putra asli Makassar itu....

"Eh santai lah.... Aku mau cari sesuap nasi nih..." sahut Samsudin... dengan wajah cerah sembari pergi menggunakan motor vespa tua tahun 80'an miliknya....

Memang mungkin sudah lumrah atau apalah itu... sering kali aku melihat Mahasiswa yang berasal dari luar daerah memiliki semangat belajar yang lebih ketimbang Mahasiswa lokal... walaupun aku tak mengatakan mereka full Study Oriented (SO), banyak juga Mahasiswa yang berasal dari luar daerah yang aktif berorganisasi tapi studi mereka berjalan mulus... mungkin aku salah satunya... Aku berasal dari Bumi Borneo, tepatnya dari Banjarmasin... Orang tua ku kerja disalah satu Perusahaan BUMN dibidang Konstruksi jalan. Karena ada proyek pembangunan jalan di Sulawesi, kami sekeluarga pindah ke Makassar...!

Berbeda dengan Samsudin, kakak kelasku Bang Rudi, terlihat lebih militan dan kritis dalam menanggapi masalah politik di Makassar... haram baginya mendukung salah satu pasangan calon yang menurutnya tidak sesuai dengan hati nuraninya, bahkan dia pernah berbincang dengan ku di Perpustakaan ketika aku mencari referensi untuk tugas, bahwa, "andai semua pasangan calon tidak sesuai dengan pemikiran ku... aku tak akan malu untuk GOLPUT"...

Ya... Perasaan malu memang sering kali menghinggapi mahasiswa ketika ia tidak berpartisipasi dalam pemilihan umum. Karena mahasiswa identik dengan julukan Agen of - Change dan mungkin ketika tidak memilih, kita sebagai Mahasiswa sering sekali mendapat ejekan bahwa kita bukanlah perubah sejati.Menurut data beberapa lembaga survey pemilihan umum, memang tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum dari tahun ke tahun semakin menurun, maka dari itu para praktisi dan pengamat politik sering kali mensosialisasikan di media masa terkait pentingnya turut serta dalam pemilihan umum.

Bang Rudi juga aktif menyuarakan keadilan bersama rekan-rekannya di Aliansi RABAS (suaRA beBAS) yang mereka pelopori, aliansi itu memang hanya organisasi atau gerakan lokal. Aliansi yang kalah eksis dengan  gerakan nasional seperti FMN, HMI, KAMMI, atau GMNI... bahkan aliansi minoritas tersebut keberadaannya selalu mendapat kritikan dari para cendikia di Kampus Hasanudin.

Beberapa hari yang lalu saya membawa sebuah harian surat kabar yang memuat kritikan kepada gerakan yang dipelopori oleh Bang Rudi....pertama saya bertemu dengan Samsudin...

"Din... nak kemana lagi kau...!! Sebentar lagi ujian nih" Tanya ku pada Samsudin...

"Biasa mencari segenggam emas..." jawab Samsudin....!

Beberapa saat kemudian Bang Rudi menghampiri ku... "sudah tau aku apa yang mau dibuat anak Losari itu... paling ikut kampanye atau rapat koordinasi parpol.... Maklumlah lauknya biasa ayam goreng tu... si Sudin kn biasa makan Ular dia..." hahahah, tak sadar tawa ku lepas bersamaan dengan tawa Bang Rudi.

Bang Rudi menjuluki Samsudin dengan sebutan anak Losari... karena ia sering nongkrong di tepian Pantai Losari... biasanya kalau dia tak ada di kampus, dapat dipastikan Pantai Losari bagaikan kasur empuk baginya untuk sekedar baring atau ngejreng dengan gitar bututnya...

Aku memandangi Koran pagi yang kubawa, secara spontan aku sodorkan surat kabar itu pada Bang Rudi...

"nih Bang... Udah baca" seru ku...

"Belum... Ada berita apa...?"... ungkap penasaran Bang Rudi....!

"Baca ajalah di kolom Opini Publik...! Ada berita abang di sana....!! Aku masuk dulu ya Bang.... Ada ujian...!! Ucap ku sambil berlari kecil meninggalkan Bang Rudi...

Berita pagi itu memuat sebuah opini salah satu Guru Besar UNHAS yang menyinggung sikap buruk gerakan RABAS, untuk tidak menggunakan hak suaranya pada PemiluKada tahun ini... "Gerakan ini tidak mendidik di tengah-tengah masyarakat yang harusnya sudah sadar akan politik" itu adalah salah satu kutipan yang ada di harian pagi tersebut. 

Aku sebenarnya tidak ingin menyampaikan berita yang mungkin berdampak buruk bagi Bang Rudi... jelas saja itu ibarat tamparan langsung di tengah semangatnya menggaungkan transparansi birokrasi di daerahnya... terlebih pernyataan itu langsung keluar dari Guru Besar UNHAS... dimana Bang Rudi adalah salah satu Mahasiswa di dalamnya. 

Hal lain yang memberatkan ku adalah Bang Rudi cendrung temperamental.... Emosinya cepat meledak, walau pun Bang Rudi terkenal cerdas dan tegas di Kampus... di Kampus Bang Rudi merupakan salah satu anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), jika ada kebijakan kampus yang tidak sesuai, maka tidak ada jalan lain selain menghimpun suara mahasiswa dan turun aksi.

10:30... aku mahasiswa yang keluar pertama kali dari kelas... kebetulan soal ujian yang keluar, baru ku pelajari tadi subuh... jadi tidak begitu sulit bagi ku J. Aku keluar kelas dengan wajah yang sedikit sumringah, seolah menjadi mahasiswa paling pitar hari itu... tak sadar Bang Rudi menunggu ku di persimpangan jalan menuju parkiran motor... "gawat..." ucap ku dalam hati. Ia pasti ingin merespon surat kabar yang ku berikan tadi pagi... Bang Rudi masih menggenggam Koran itu... dengan sebatang rokok kretek klasik dia masih menyandarkan punggungnya di tembok persimpangan jalan menuju tempat parkir...!

"Belum pulang bang??" Tanya ku...

Bang Rudi tak menjawab, tapi dia merangkul pundak ku sambil menggiringku ke bangku di selasar kampus.

"aku tau, kalau masyarakat kampus dan Dosen-dosen selalu memandang buruk sikap gerakan kami, tapi aku yakin kau pasti punya pandangan berbeda...!" ucap singkat Bang Rudi.

Gerakan Bang Rudi baru saja menghebohkan kampus, kerena menyatakan sikap seolah seperti partai oposisi yang menyatakan mosi tidak percaya pada setiap pasangan calon... bahkan tidak ada kebijakan pemerintah yang nyaris luput dari kritikan mereka... tak heran kalau gerakan minoritas itu juga seolah menjadi benalu bagi penguasa daerah.

Bang Rudi juga pernah bercerita terkait ada beberapa utusan parpol yang datang menghampiri gerakan mereka. Utusan itu membawa setumpuk uang yang jumlahnya hampir bekisar 10 juta Rupiah.Dengan amanat gerakan RABAS harus berdemonstrasi terkait transparansi biaya pembuatan iklan layanan masyarakat.Namun Bang Rudi dengan sigap dan tegas menolak mentah-mentah uang itu. Bang Rudi memang sangat khawatir dengan beberapa hal yang akan mempengaruhi militansinya dalam mengawal pemerintahan... hal tersebut adalah Uang, Jabatan, dan tentunya Wanita... mungkin itu adalah salah satu alasan Bang Rudi kenapa sampai sekarang belum memiliki pacar... J selain rambutnya yang gondrong, dan cendrung sering bau asap rokok kereteknya... itu juga mungkin yang menyebabkan kenapa wanita sedikit alergi dengan Bang Rudi... hehehe J. Bang Rudi juga pernah berkata kepada ku "kalau saja aku nanti terhanyut akan buaian dunia politik, tolong, ingatkan aku..., kalau aku lupa, tolong tampar muka ku..., kalau aku masih tak jera, tolong teriakan pada dunia bahwa aku adalah pecundang".

"Golput adalah pengambilan sikap kami, dan ini adalah salah satu pilihan kami... dan golput bukan aib bagi gerakan kami, gerakan kami tidak melakukan maksiat, kami adalah bagian dari masyarakat melarat"  itu adalah catatan kutipan di facebook nya Bang Rudi...

Menurutku Bang Rudi tidak sepenuhnya salah, di dunia demokrasi, saling menghargai pendapat adalah kunci berpolitik yang sehat, memaksakan kehendak bisa menyalahkan asas "Bebas" dalam LUBER (Langsung Umum Bebas Rahasia).

So... Majulah Bang Rudi... Oposisi Sampai Mati....!!!

......

Lembar Politik Edukasi:

Sejarah Istilah Golongan Putih (Golput)

Istilah golongan putih atau golput pertama kali muncul menjelang Pemilu 1971.Istilah ini sengaja dimunculkan oleh Arief Budiman dan kawan-kawannya sebagai bentuk perlawanan terhadap arogansi pemerintah dan ABRI (sekarang TNI) yang sepenuhnya memberikan dukungan politis kepada Golkar.

Arogansi ini ditunjukkan dengan memaksakan (dalam bentuk ancaman) seluruh jajaran aparatur pemerintahan termasuk keluarga untuk sepenuhnya memberikan pilihan kepada Golkar.

Arogansi seperti ini dianggap menyimpang dari nilai dan kaidah demokrasi di mana kekuasaan sepenuhnya ada di tangan rakyat yang memilih. Ketika itu, Arief Budiman mengajak masyarakat untuk menjadi golput dengan cara tetap mendatangi Tempat Pemungutan Suara (TPS). 

Ketika melakukan coblosan, bagian yang dicoblos bukan pada tanda gambar partai politik, akan tetapi pada bagian yang berwarna putih. Maksudnya tidak mencoblos tepat pada tanda gambar yang dipilih.Artinya, jika coblosan tidak tepat pada tanda gambar, maka kertas suara tersebut dianggap tidak sah.

Sumber: Kusuma (2008)

Golongan Putih (GOLPUT) merupakan kategori untuk mereka yang tidak tahu, tidak mendapat informasi, atau terisolir.

Jika ia memutuskan untuk tidak memilih karena pemahamannya akan suatu hal maka itu bukanlah GOLPUT. Bahkan itu adalah bagian dari bentuk partisipasinya dalam memilih.

Abi Sofiyan (Dosen Politik Universitas Tanjungpura)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun