Refleksi Peran sebagai Relawan Literasi Masyarakat : Membaca dari Hati, Merenung dari Jiwa, Jendela Literasi untuk Masyarakat Talaud
Oleh : Trilolorin Sitorus (Relima Lokus Kab. Kepuluaan Talaud)
Pendahuluan
"Buku adalah jendela Dunia" istilah ini hampir tak pernah terlupakan saya sampaikan disetiap kegiatan berliterasi. Setiap lembar buku adalah jendela-jendela yang merupakan sumber pengetahuan dan informasi yang dapat memperluas pandangan dan membuka wawasan serta meningkatkan imajinasi atau kreatifitas bagi pembacanya. Relawan Literasi Masyarakat (RELIMA) adalah sebuah program yang diinisiasi oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia untuk menjadi penjaga jendela-jendela itu. Merupakan kehormatan menjadi Relawan Literasi Masyarakat (RELIMA) untuk menjadi penjaga jendela-jendela tersebut bagi mereka yang belum berkesempatan membukanya. Awalnya, saya memasuki dunia ini dengan idealisme yang membara---membayangkan senyum anak-anak yang menemukan keajaiban dalam cerita, atau wajah yang tercerahkan oleh pengetahuan baru. Saya yakin, dengan niat baik, segalanya akan berjalan lancar. Namun, perjalanan ini mengajarkan saya bahwa literasi jauh lebih dari sekadar membaca dan menulis. Ini adalah perjalanan yang menantang, penuh dengan realitas yang seringkali tak seindah bayangan, tetapi di situlah letak pembelajaran yang paling berharga.
Refleksi dan Tantangan : Realitas di balik idealisme
Menjadi RELIMA di daerah pedesaan membuka mata saya terhadap berbagai tantangan yang tidak pernah saya pikirkan. Tantangan terbesar adalah kurangnya buku, yang sesuai dengan kebutuhan mereka sebagai petani atau nelayan. Saya ingat, saya mencoba melakukan kunjungan ke perpustakan-perpustakaan desa. Buku yang tersedia hanya buku bantuan dari Perpusnas Nasional RI yang kategori buku bacaan bermutu untuk anak-anak dan masih ada perpustakaan desa yang menyimpan dengan utuh buku bantuan tersebut, sedangkan untuk meningkatakan koleksi buku, program desa belum memberikan perhatian khusus untuk perpustakaan desa. Perpustakaan sekolah, buku-buku yang ada seringkali sudah usang dan tidak beragam. Ini membuat saya harus kreatif. Lembaga Pendidikan seperti Paud baik Kelompok Bermain atau Taman Kanak-kanak serta SD, SMP dan SMA menjadi sasaran yang menjadi fokus dalam berkegitan literasi di lokus Kabupten Kepulauan Talaud.
Tantangan kedua adalah kecakapan literasi. Setiap melakukan kegitan literasi khususnya sekolah tingkat SD dan SMP masih ditemukan beberpa anak yang masih belum cakap atau lancar membaca. Meskipun bisa membaca, kesulitan memahami instruksi sederhana atau memahami informasi dalam buku bacaan. Di momen-momen itu, idealisme saya diuji. Saya bertanya pada diri sendiri, "Apa artinya mengajarkan mereka berliterasi tingkat menengah atau tinggi sementara membaca bagi sebagian dari mereka belum bisa."
Tantangan lainnya adalah perbedaan bahasa sehari-hari. Anak-anak dan masyarakat menggunakan bahasa daerah Sulawesi Utara dalam berkomunikasi sehari-hari., sehingga cenderung lebih sulit menyerap materi atau memahami kata demi kata dalam teks bahasa indoneisa dalam buku yang dibaca. Mereka merasa canggung dalam berkomunikasi jika menggunakan bahasa Indonesia atau sering disebut bahasa buku oleh masyarakat kabupaten Kepulauan Talaud. Ini membutuhkan pendekatan yang jauh lebih personal dan sensitif, bukan sekadar program massal yang seragam.
 Pembelajaran Berharga: Merangkul Realitas, Menciptakan Solusi
Disetiap tantangan, saya belajar untuk beradaptasi dan mengubah cara pandang saya.Â
Pertama, saya belajar tentang empati yang mendalam. Saya menyadari bahwa literasi tidak bisa diajarkan secara terpisah dari kehidupan sehari-hari mereka. saya mulai mengintegrasikan literasi dengan kebutuhan nyata. Sebagai contoh, membuat sesi literasi yang mengajarkan cara membaca buku pelajaran sekolah, dengan memahami informasi penting dari materi bahan bacaan tersebut. Sehingga membaca bukan lagi kegiatan pasif, melainkan tahapan dalam memahami isi atau inti bacaan yang berguna dan bermanfaat sebagi sumber ilmu dan pengetahuan.
Kedua, saya belajar bahwa literasi adalah sebuah proses kolaboratif. Saya sadar ini, tidak bisa melakukannya sendiri. Saya mulai mengajak orang tua untuk ikut serta dalam peningkatan literasi membaca. Saya mencoba mendesain program yang tidak hanya melibatkan anak-anak, tetapi juga orang tua dan guru khusunya pada pendidiakn usia dini. Sesi berliterasi baik membaca maupun sosialisasi pentingya pemahaman literasi untuk anak sekolah SD, SMP da SMA. Program membaca wajib membaca buku 5 lembar setiap hari di rumah menjadi janji dan komitmen disetiap akhir sesi dan perjumpaan. Kecakapan literasi menjadi jembatan yang mengguhungkan dan mewujudkan cita-cita demi masa depan.
Ketiga, saya belajar bahwa literasi sejati adalah tentang memberdayakan, bukan mengajari. Tugas saya bukanlah membuat mereka menjadi "pintar," tetapi membantu mereka menemukan potensi dalam diri mereka sendiri. Saya menemukan bahwa dengan memberikan ruang aman bagi mereka untuk bertanya dan berbagi, rasa malu itu perlahan menghilang. Melihat mereka-mereka yang akhirnya bisa ikut dan berbaur bersama baik dalam menggambar, bercerita, membaca, menulis dan mengulas isi materi bacaan, adalah hadiah terbesar yang saya dapatkan. Senyum mereka bukan lagi sekadar respons terhadap cerita, tetapi cerminan dari rasa percaya diri yang baru ditemukan.
Kesimpulan
Perjalanan sebagai relawan literasi adalah sebuah refleksi yang terus-menerus. Datang dengan bayangan tentang perubahan besar yang akan saya bawa, namun saya pergi dengan pemahaman bahwa perubahan terbesar justru terjadi dalam diri saya. Saya belajar untuk menjadi lebih sabar, lebih peka, dan lebih rendah hati. Saya tidak lagi melihat literasi sebagai tujuan akhir, tetapi sebagai sebuah jembatan yang menghubungkan mimpi dengan kenyataan.
Meskipun tantangannya berat, semangat untuk terus berjuang tidak pernah padam. Saya percaya bahwa setiap kata yang dibaca, setiap cerita yang didengar, dan setiap pertanyaan yang diajukan adalah investasi kecil yang suatu hari nanti akan tumbuh menjadi pohon kebijaksanaan yang rindang. Dan saya bangga, telah menjadi bagian kecil dari proses itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI