"Baik aku datang!" akhirnya Letnan Haryono setuju. Hati Perwira Mesin yang semula tegang luar biasa, sekarang seperti tanah lapang. Lega luar biasa.
"Terima kasih, Komandan" balasnya dengan nada gembira.
Pada teman-temannya atau tepatnya anak buahnya, Perwira Mesin mengabarkan kesediaan Letnan Kolonel Haryono datang ke ruang mesin.
"Bersiap-siaplah kalian! Aku yakin Komandan cukup cerdik untuk tidak mengadakan perlawanan yang sia-sia. Dia tahu bahwa dia harus menuruti perintah kita tetapi seandainya nekad, hal yang harus dicegah, terpaksa kugunakan ini!" berkata begitu si Perwira Mesin meraba pistol otomatis di balik bajunya. Entah kapan dia mengambil.
Mereka menunggu dengan tegang. Mereka tahu tindakan macam apa yang dikerjakan sekarang. Menyandera Komandan sebuah kapal perang sama dengan membajak Kapal Perang itu sendiri. Kalau berita ini tersebar seluruh dunia pasti peristiwa luar biasa ini akan ramai diberitakan.
Akhirnya, Komandan yang ditunggu-tunggu datang juga. Harapan terkabul, Letnan Kolonel Haryono datang seorang diri. Memangnya untuk apa harus dikawal kalau cuma pergi ke kamar mesin di kapal perangnya sendiri?
Begitu masuk, salah seorang anak buah kapal yang sudah bersiap-siap, mengunci pintu masuk dan menjaganya. Sekarang mereka benar-benar terpisah dengan dunia luar.
"Komandan", kata Perwira Mesin cepat, "Anda sekarang berada di bawah kekuasaan kami"
Letnan Kolonel Haryono terperangah dan seperti tidak percaya pada pendengarannya. Baru setelah Perwira Mesin mengulangi sekali lagi, dia mengangguk-angguk.
"Anda jangan coba-coba melawan kami dengan kekerasan, Komandan," sambung Perwira Mesin. "Kami ingin kejadian ini tidak ada yang tahu kecuali kami dan Komandan sendiri dan ini baru bisa dicapai kalau kita bekerja sama!"
"Kau sadar dengan yang kau lakukan?" tanya Letkol Haryono tajam, sambil menatap tepat ke mata Perwira Mesin.