Mohon tunggu...
Trian Ferianto
Trian Ferianto Mohon Tunggu... Auditor - Blogger

Menulis untuk Bahagia. Penikmat buku, kopi, dan kehidupan. Senang hidup nomaden: saat ini sudah tinggal di 7 kota, merapah di 5 negara. Biasanya lari dan bersepeda. Running my blog at pinterim.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Pahlawanku] Guru Ngaji di Surau

18 Agustus 2019   13:47 Diperbarui: 18 Agustus 2019   14:01 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cerpen | olah pribadi

Siang itu dia ingin rebahkan badan sebentar. Qailullah namanya, kebiasaan yang dia dapatkan sejak di pesantren dulu. Ini juga salah satu rahasia utamanya sehingga kuat belajar lama hingga larut malam.

Pikirannya agak tertekan kali ini, sebab persediaan dana sudah menipis. Kiriman honor tulisannya yang lebih bisa diprediksi daripada kecepatan birokrasi negaranya dalam mengurus pencairan dana beasiswa.

***

Dia masih berpikir atas permasalahan kemarin. Apa pasal? Hujan mengguyur deras tiba-tiba ba'da sholat ashar. Rumahnya bocor tanpa ada persiapan yang mengakibatkan anak dan istrinya kewalahan menyelamatkan dari tetesan hujan yang jika dibiarkan bikin banjir juga.

Itu juga yang menyebabkan dia meliburkan ngaji sore anak-anak yang biasa diadakannya, semata-mata karena dia harus naik genteng, mengambil langkah gesit membetulkan posisi genteng yang bergeser dan menutup sementara bagian yang bocor dengan vinyl spanduk bekas hari Isra' Mi'raj tahun lalu.

"Alhamdulillah kalau gitu. Anak saya jadi nonton teve terus kalo sore nggak ngaji," kata salah satu orangtua santrinya yang bertanya tadi.

"Iya maaf, Bu. Kemarin terpaksa saya liburkan, karena rumah saya bocor. Terpaksa saya langsung pulang. Di rumah nggak ada yang bisa benerin kalo bukan saya." Udin memberikan cerita berharap pemakluman.

"Iya tidak apa-apa Pak Udin. Saya khawatir kalo kelamaan libur, anak-anak biasanya males mau mulai lagi. Kalau sudah gitu, ngajinya yang masih separuh bisa buntung di tengah jalan. Masak saya nggak bisa ngaji, diterus-terusin anaknya juga. Hehe..."

Udin membalas senyum Bu Darmi yang sambil berlalu pulang setelah olahraga jalan nyeker keliling kampung. Orang tua kampung Durian memang terbiasa jalan kaki di pagi hari sebagai olahraga dan terapi rutin untuk menghindari penyakit tua. Itu yang meraka yakini.

Udin juga terus memikirkan metode apa lagi yang akan dia terapkan kepada santri mengajinya di Surau. Kalau untuk Si Banu agak ringan, dia tergolong murid yang cerdas, sekali dibacakan selembar halaman Iqro' dia langsung bisa mengulangi dengan baik, meski masih ada sedikit kesalahan. Tinggal di darus lagi lebih sering.

Beda dengan Si Umar, diulang-ulang tiga kali pun, dia masih kesulitan kalau harus dilepas membaca tanpa pengawalan. Kerja keras betul tampaknya Umar ini untuk menyelesaikan satu halaman saja mulai dari pojok kanan atas hingga pojok kiri bawah. Pernah dicobanya menggunakan metode cerita atau bermain, tetap saja susah buat Umar untuk bisa lancar mengenali susunan huruf hijaiyah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun