Mohon tunggu...
Toto Endargo
Toto Endargo Mohon Tunggu... Peminat Budaya

Catatan dan Pembelajaran Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tutur Cinatur: Brambang Jahe dan Udan Angin - Jejak Pundhen di Purbalingga Kidul

24 April 2025   12:56 Diperbarui: 24 April 2025   12:56 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pundhen Udan Angin - Toto Endargo

Hari dan tempat pentas ditentukan oleh Kanjeng Bupati. Ya, ampun, kok hari dan tanggalnya, sama persis dengan pesanan piyayi Dusun Blewuk. Ki Dalang Timbang tertunduk masygul. Ewuh aya ing pambudi, sulit menentukan pilihan, sebaiknya pentas dimana.

Percik nurani yang hadir ternyata mengarahkan pada pilihan bijak, itu menurut Ki Dalang. Ki Dalang Timbang memilih tetap pentas di Dusun Blewuk, karena piyayi dusun Blewuk lebih dulu memesan dibandingkan Sang Bupati. Janji harmonis tak elok jika dibikin jadi cela.

Sang Bupati, konon, menjadi tidak berkenan. Ada senyum ancaman di wajahnya. Ki Dalang Timbang pun tanggap ing sasmita, sadar risiko yang mungkin harus diterima, Ki Dalang telah memilih mbadhal saka dhawuhing pengageng, membantah perintah atasan. Kebijakan seorang demang ternyata tidak selaras dengan sang penguasa kadipaten. Apa boleh buat!

Terjadi Gara-gara

Malam yang sama. Dua pentas wayang terpisah dengan jarak sekitar dua kilometer. Di Pendapa Kabupaten Purbalingga dan di dusun Blewuk. Lakon yang sama, Sesaji Rajasuya. Lakon yang menceritakan tentang syarat dan upaya penobatan seorang raja. Begitulah, malam itu diharapkan akan berlalu dengan nyaman dan meriah.

Namun di tengah malam, ketika adegan gara-gara, benar-benar terjadi gara-gara di diri Ki Dalang Timbang, perutnya sakit, dan tidak bisa ditahan untuk tetap pentas mendalang. Langit berkabut, mendung menggantung. Ki Dalang Timbang tanggap dengan isyarat darurat itu, pentas dihentikan. Terpaksa beliau pamit pulang, harus pulang.

Tersesat Jalan Pulang

Demi keselamatan semua orang, Ki Dalang Timbang pulang dengan tidak mau diantar siapapun, kecuali istrinya. Istri yang selalu setia mendampinginya setiap kali pentas. Dalam gelap yang tak sewajarnya, Ki Dalang Timbang berjalan pulang. Dari dusun Blewuk ke Timbang itu termasuk dekat jika dalam keadaan wajar. Tapi tidak malam itu. Langit bermendung gelap, badan sakit, sempoyongan. Ki Dalang berjalan dalam bimbingan istri.

Dan ternyata keduanya, telah keliru memilih jalan, terlunta hingga melewati wilayah yang sekarang dikenal dengan nama Desa Mewek, lalu lewat Dukuh Kalijebug, Karangmanyar, sampai ke Purbalingga Kidul. Lintasan yang dilalui, bukan arah yang menjadi kebiasaannya di jalan siang hari, bahkan dusun Timbang kini telah terlalui, keblabasen.

Kali Kramean 

Beliau sadar tersesat ketika mendengar gemrasaknya air dari sungai kecil yang dikenalnya, lalu berhenti sejenak, rasa sangat tidak nyaman membuat tangan Ki Dalang Timbang bergerak-gerak seperti orang sedang menggapai-gapai sesuatu, kranggean. Di saat itulah keduanya mendengar suara ramenya pentas wayang di Pendapa Kabupaten Purbalingga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun