"Pokoknya Kau dan Akbar, titik!" kataku tegas, "Dan Isna nanti kau yang mimpin lagu Hymne Guru!"
Bel tanda masuk berbunyi. Kami baris dan masuk kelas dengan tertib. Pelajaran pertama Matematika satu jam. Membicarakan PR. Selesai. Jam kedua dan ketiga Bahasa Indonesia, yang mengajar Bu Ani, lengkapnya Ibu Ani Maharani, wali kelasku. Ibu guru yang lemah lembut dan disayang anak-anak.
Bu Ani masuk. Rambutnya disanggul. Hem putih dan bawahan hitam. Dadaku bergetar, Bu Ani sungguh anggun dan keibuan. Kami sekelas diam. Tahu diri.
"Selamat pagi, anak-anak!"
"Selamat pagi, Bu Guru!"
Kemudian suaranya yang lumayan merdu bergaung di kelas kami. Jam kedua berakhir. Jam ketiga mulai. Aku gelisah. Ah, nanti saja, batinku. Aku menoleh, melihat teman di kanan-kiri. Sialan! Mereka malah sedang menatapku. Tatap bertanya, kapan aku mulai. Sebagai jawaban mulutku kugerakkan, memanfaatkan gerak lidah, dan bibir, membentuk bunyi, "Nanti! Nanti!"Â Badrun yang duduk sebangku denganku menginjak kakiku.
"Aduh! Nanti!" bisikku kaget. Bu Ani menoleh, dadaku berdesir, takut ditanya.
Sialan, bisa bikin acara kita berantakan kamu Drun, bisikkku pada Badrun.
Kulihat arloji. Dua puluh lima menit lagi istirahat. Kini tibalah saat kejutan tiba. Dengan dada berdebar, jantung berdenyut aku tunjuk jari, angkat bicara.
"Maaf, Bu!"
"Yaaa!"Â Bu Ani menghentikan ceramahnya. Aku nekad